Kenapa Gula Berbahaya? IDAI: Karena Tidak Dianggap Berbahaya

Menurut Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso, gula menjadi bahaya lantaran tidak dianggap berbahaya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 27 Nov 2024, 11:00 WIB
Kenapa Gula Berbahaya? IDAI: Karena Tidak Dianggap Berbahaya. (Foto: Freepik/jcomp)

Liputan6.com, Jakarta - Konsumsi gula pada anak-anak menjadi salah satu alasan meroketnya angka penyakit tidak menular atau PTM di seluruh dunia.

Menurut Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso, gula menjadi bahaya lantaran tidak dianggap berbahaya.

“Kenapa gula ini berbahaya? Karena dianggap tidak berbahaya. Jadi bahayanya gula adalah karena dia tidak dianggap berbahaya. Berbeda dengan rokok, rokok itu dianggap berbahaya, ada tulisannya ‘Rokok bisa membunuhmu’, tapi gula sampai saat ini kita belum melihat ada peringatan terhadap minuman atau makanan yang mengandung tinggi gula,” ujar Piprim dalam media briefing IDAI secara daring, Selasa (26/11/2024).

Piprim menambahkan, ketika anak makan gula atau karbohidrat cepat serap, maka gula darahnya akan menanjak tinggi.

“Terjadi sugar spike, tak lama menukik turun terjadi sugar crush. Sugar crush inilah yang memicu anak lapar, rewel, ngamuk dan akan reda dengan diberikan gula lagi. Begitu terus sehingga terjadi lingkaran setan akhirnya anak jadi adiksi over-nutrisi, over-kalori dan terjadilah berbagai penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes melitus, dislipidemia, hipertensi ginjal dan sebagainya,” papar Piprim.

Adiksi gula pada anak didukung dengan mudahnya akses pada minuman manis. Piprim memberi contoh, ketika masuk ke mini market dan ke bagian lemari pendingin, sangat sedikit minuman yang tanpa pemanis.

“Itu mungkin hanya 1 atau dua jenis minuman yang tidak mengandung gula,” katanya.


98 Persen Minuman di Minimarket Mengandung Gula

Ilustrasi minuman berpemanis dalam kemasan. Foto: Ade Nasihudin.

Sebaliknya, jumlah produk yang mengandung gula amat tinggi yakni mencapai 98 persen.

“98 persen minuman di sana (mini market) mengandung gula atau sirup fruktosa, sirup jagung tinggi fruktosa, dan pemanis ini luar biasa dahsyatnya dalam merusak kesehatan anak-anak kita apabila diberikan terus-menerus,” ujar Piprim.

“Jadi saya kira kita semua perlu memberikan perhatian khusus terhadap adiksi guala ini, karena sekali lagi, gula berbahaya karena tidak dianggap berbahaya.”


Saatnya Pemerintah Beri Perhatian Layaknya Bahaya Rokok

Kenapa Gula Berbahaya? IDAI: Karena Tidak Dianggap Berbahaya. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Piprim juga menyatakan, ini saatnya pemerintah memberikan perhatian pada adiksi gula layaknya memerhatikan adiksi rokok.

“Sudah saatnya saya kira pemerintah memberi perhatian sebagaimana bahayanya rokok terhadap bahaya gula ini. Misalnya dengan memberi (keterangan) setiap minuman manis itu setara dengan berapa sendok gula pasir misalnya.”

“Atau setiap kue-kue itu setara dengan berapa sendok gula pasir. Sehingga orangtua akan aware dengan apa-apa yang diberikan kepada anak-anaknya,” harap Piprim.


Soal Kecanduan Gula

Kenapa Gula Berbahaya? IDAI: Karena Tidak Dianggap Berbahaya. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis anak Prof. Siska Mayasari Lubis menjelaskan soal sugar addiction atau kecanduan gula.

“Kecanduan gula ini dapat menunjukkan perilaku yang mirip dengan kecanduan zat seperti kita jadi makan berlebihan, ada gejala putus zat dan ingin makan lagi atau ingin minum lagi. Serta ada keinginan yang kuat untuk mendapatkan minuman yang manis tersebut,” kata Siska.

Lantas, bagaimana hal ini bisa terjadi?

Menurut Siska, setelah anak mengonsumsi gula, gula dalam darah itu akan sampai di otak dan akan merangsang reseptor dopamine dan opioid di dalam otak.

“Paparan yang berulang-ulang dengan konsentrasi berlebih ini akan menyebabkan perilaku ketergantungan dan mengurangi kemampuan regulasi pada anak. Jadi, akan ada terus keinginan untuk mengonsumsi gula yang berlebih pada anak,” jelas Siska.

Ketika anak mengonsumsi gula, lanjutnya, maka gula darah akan meningkat dengan cepat disertai dengan pelepasan hormon insulin dan dopamine sehingga gula darah nantinya akan menurun dengan cepat.

“Ketika gula darah menurun dengan cepat ini akan memunculkan rasa ingin minum lagi, nafsu makan menjadi tidak terkontrol dan keinginan untuk mendapatkan atau minum gula berlebih,” ucap Siska.

Infografis Journal_ Fakta Mengenai Risiko Diabetes Melitus (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya