Liputan6.com, Jakarta - Warga di Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluhkan kelangkaan air bersih yang terjadi sepanjang tahun. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa mengambil air di sungai hingga membeli air bersih.
Elisabeth Selan, warga Dusun I, Desa Raknamo mengatakan, sejak tinggal di desa itu delapan tahun lalu, setiap pagi dan sore dia keluar rumah untuk mengambil air. Dia akan pergi ke rumah tetangga yang memiliki sumur atau ke sungai.
Advertisement
"Kadang kamar mandi tidak digunakan karena air bersih tidak ada, harus minta tetangga yang jaraknya cukup jauh, pikul bawa untuk mandi, kasih minum hewan, saya sendiri yang biasanya pikul," kata Elisabeth saat ditemui di Desa Raknamo, Rabu 20 November 2024.
"Susah air, kalau mau cuci pakaian, kita bawa di kali atau pakai air hujan," sambung perempuan usia 33 tahun ini.
Elisabeth menuturkan, kekeringan juga menyebabkan lahan pertanian yang digarapnya kerap gagal panen. Dia pun merugi hingga jutaan rupiah.
"Tahun kemarin rugi Rp5 juta, kalau sawah tidak jadi, jagung tidak jadi. Kalau kita gagal panen berarti beras harus beli. Air juga harus beli tangki. Dua minggu kadang seminggu 1 tangki 2 tangki, kalau sudah malas capek. Sedangkan kita penghasilan minim," ucap dia.
Air bersih, menurut Elizabeth, sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk anak-anak. Dia mengaku, seorang anaknya pernah terkena stunting akibat langkanya air bersih. "Anak-anak juga, tidak bersih, makanya stunting merajalela di desa."
Sebagai warga yang tinggal di Desa Raknamo, Elizabeth belum merasakan dampak dari pembangunan Bendungan Raknamo.
Hal serupa dirasakan Fransisca Dona Fernandez (28 tahun). Perempuan asal dusun 3 Desa Raknamo ini mengatakan, sebelum ada pembangunan bendungan, air mengalir lancar dari sumber mata air.
Namun, semenjak pembangunan jalan raya akses ke bendungan, ada pembongkaran pipa air yang menurutnya menjadi penyebab air bersih menjadi langka.
"Semenjak pembangunan ini bendungan baru mulai macet, karena penggalian jalan raya untuk bongkar kembali pipa air. Semenjak itu airnya kami beli sampai sekarang jadi kalau kami di dusun tiga, beli tangki. Satu tangki Rp120 ribu, untuk satu minggu. Kita pakai irit irit," ucap Fransisca.
Bendungan Raknamo diresmikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Januari 2018 lalu. Saat itu, Jokowi berharap Bendungan Raknamo dapat menjadi jawaban permasalahan kelangkaan air yang dialami masyarakat NTT, khususnya Kabupaten Kupang.
Belum Dapat Manfaat dari Bendungan Raknamo
Sementara itu, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti membantah adanya pembongkaran pipa dalam rangka pembangunan jalan raya untuk akses ke Bendungan Raknamo.
"Pembongkaran pipa selama pelaksanaan pembangunan Bendungan Raknamo dari hasil konfirmasi kami dengan masyarakat dan kepala desa tidak ada," kata dia.
Diana mengatakan, sekarang suplai air baku ke Desa Raknamo disuplai dari bendungan dengan menggunakan pompa. "Kondisi pompa mengalami kerusakan, sekarang pompanya sudah ada dan akan segera dipasang paling lama Sabtu sudah selesai," ucap dia.
Kepala Desa Raknamo Augusto Fernandes mengatakan, sejumlah dusun di wilayahnya mengalami kekeringan dan masalah air bersih. Banyak warga yang mengambil air ke kali untuk mendapatkan air lantaran kekeringan tidak mengenal musim.
"Untuk kekeringan dalam contoh air bersih air minum memang hampir setiap saat, tidak mengenal musim," kata dia saat ditemui di Desa Raknamo, Rabu 20 November 2024.
"Apalagi kalau musim hujan, berarti kalinya banjir mereka setengah mati gali (tanah) untuk air bersih," imbuh Augusto.
Dia menyebut, warga desanya memang belum merasakan dampak maksimal dengan pembangunan Bendungan Raknamo. Apalagi, salah satunya air untuk irigasi dibuka satu tahun sekali.
Augusto menjelaskan, pada 2018, pemerintah desa memang pernah melakukan intervensi untuk penanganan air, namun terkendala karena badai Seroja. Pihaknya juga pernah mengajukan proposal membuat pompa hidran tapi hasilnya tidak maksimal. Hingga akhirnya pada 2024, ada dana desa membangun bak hidran di depan kantor balai desa.
"Cuma satu bulan terakhir airnya macet karena mesinnya rusak," kata dia.
Bendungan Raknamo di Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 9 Januari 2018. Peresmian ditandai dengan pengisian air ke dalam bendungan yang mempunyai daya tampung 14 juta meter kubik.
Dilansir Antara, Jokowi berharap Bendungan Raknamo dapat menjadi jawaban dari permasalahan yang dialami masyarakat NTT, khususnya Kabupaten Kupang, yakni kelangkaan air.
"Problem utama di provinsi ini sebenarnya hanya satu, kalau bisa kita selesaikan, air. Di sudut manapun NTT ini, kalau bisa menyelesaikan ini (air) kesejahteraan, kemakmuran ekonomi pasti akan naik," ucap Presiden saat pidato peresmian Bendungan Raknamo.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pernah meninjau Bendungan Raknamo pada 30 September 2022. Kunjungannya dalam rangka pemantauan pelaksanaan kebijakan OPOR (Operasi Pemeliharaan Optimalisasi dan Rehabilitasi) infrastruktur PUPR.
Basuki kala itu menginstruksikan agar Unit Pengelola Bendungan (UPB) dapat mengoptimalkan pemanfaatan Bendungan Raknamo agar bisa memberikan dampak positif terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di hilir Raknamo.
"Air merupakan kunci untuk kemajuan di NTT. Tadi saya sudah tanya ke Unit Pengelola Bendungan Raknamo, saat ini bendungan sudah dimanfaatkan untuk irigasi pertanian, di mana prasarana irigasinya sudah dibangun untuk pertanian sekitar 800 hektare (ha), di mana sekarang sudah ditanami 400 ha," kata Basuki seperti dikutip dari pu.go.id.
Advertisement
Beban Ganda Perempuan di Tengah Kekeringan
Desa Raknamo merupakan salah satu desa yang mendapatkan pendampingan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Circle of Imagine Society (CIS) Timor. CIS Timor didukung oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bergerak dalam bidang pemberdayaan perempuan UN Women dan Korea International Cooperation Agency (KOICA).
Wakil Direktur CIS Timor Buce Ga mengatakan, air memang menjadi salah masalah di desa. Dan, sudah menjadi tradisi di kawasan ini bahwa tugas mengambil air adalah tugas perempuan. Sehingga, para perempuan ini memiliki beban ganda.
"Sudah pergi ambil air, pulang dia harus masak, cuci, dan lainnya," kata Buce saat dihubungi dari Jakarta.
Selain beban ganda, masalah yang bisa terjadi kepada perempuan ketika mengambil air adalah adanya pelecehan dan konflik.
"Dia ambil air bersih agak jauh, ada kemungkinan bisa, amit amit terjadi pelecehan, terutama perempuan. Lalu kalau beberapa titik harus antre, dan antrean jadi lama karena itu bisa terjadi keributan di tempat pengambilan air," kata pria yang kerap disapa Om Buce ini.
Om Buce menerangkan, pendampingan yang dilakukan CIS Timor baru dimulai pada Agustus 2024. Pendampingan bertujuan agar perempuan dan anak muda terlibat dalam pengambilan keputusan supaya bisa mengatasi persoalan yang ada di desa.
"Kami baru pembentukan organisasi pemuda, perempuan, bentuk forum desa yang dipimpin oleh perempuan. Lalu kita mendampingi," kata dia.
Om Buce mengatakan, perwakilan desa akan dilatih untuk bisa membawa isu-isu yang dialami agar bisa dibiayai dengan dana desa. CIS Timor, kata dia, mendampingi warga desa untuk memastikan rencana aksi mereka masuk dalam musyawarah desa hingga musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) desa.
Dia mengatakan, memang tidak ada program fisik dari CIS Timor untuk membantu mengatasi kekeringan di kawasan tersebut. Hanya saja, pihaknya melakukan pendampingan masyarakat agar usulan usulan terkait masalah apapun di desa masuk dalam musyawarah desa.
"Harapan kita, perempuan dan orang muda mampu mengindentifikasi kebutuhan desa terutama spesifik mereka untuk dapat diadvokasi. Kita juga akan mendampingi perempuan dan anak muda bisa hearing dengan stake holder misalnya hingga tingkat kabupaten. Kita lihat peluangnya seperti apa," tandas dia.
Sementara itu, Programme Manager/Team Lead - Governance, Peace and Resilience UN Women Yulies Puspitaningtyas mengatakan, pihaknya bermitra dengan sejumlah LSM seperti CIS Timor untuk mendorong bagaimana perencanaan dan penganggaran desa bisa lebih sensitif gender dan memastikan keterlibatan perempuan dan anak muda.
"Beberapa waktu yang lalu kita sempat ada pelatihan juga yang pesertanya dari perwakilan dari desa. Jadi setiap tahun desa akan bikin apa musrenbang penganggaran gitu ya, waktu itu kita sempat fasilitas juga dan ini yang nantinya akan di-follow up bersama teman-teman dari CIS Timor, Save the Children," kata Yulies saat ditemui di Hotel Aston, Kupang.
Yulies menerangkan, Desa Raknamo, Manusak, Camplong 2, dan Tolnaku di Kupang adalah desa mendapatkan pendampingan berdasarkan profil risiko terkait dengan masalah kebencanaan, konflik sosial, ekstrimisme, dan kesenjangan atau ketimpangan gender.
"Nah, dalam prosesnya, semua mitra kita pada saat mau mulai bekerja itu kan sudah melakukan kajian awal untuk menyeleksi, sebelum mendalami mereka mengumpulkan data base line, nah pada saat mereka menyeleksi itu tadi mungkin ada beberapa kriteria tambahan juga. Misalnya apakah desa tersebut sudah menjadi bagian dari inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah," terang dia.
Bahan pertimbangan lain adalah apakah sudah ada organisasi lain yang melakukan intervensi terhadap desa. Bila ternyata sudah mendapatkan intervensi dari pemerintah, maka pihak UN Women akan memperkuatnya lagi.
Program pemberdayaan perempuan di desa dari UN Women bukan hanya di NTT saja, tapi juga di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Ada 20 desa yang tersebar di tiga provinsi tersebut. Program ini pun akan berakhir pada awal 2026.
Peran Perempuan dalam Desa
Elizabeth Selan, dalam kesehariannya berjualan gorengan untuk membantu mencukupi kebutuhan rumah tangga. Penghasilan sang suami yang bekerja sebagai petani dan peternak di desa tidak cukup apalagi dengan kekeringan yang menyebabkan seringkali gagal panen.
Dia pun mengikuti pelatihan yang digelar di desa seperti sejumlah ibu-ibu lainnya. Seperti Noldi Beno, wanita ini mengatakan, dia dilibatkan dalam pelatihan-pelatihan yang diadakan di balai desa, salah satunya tentang reparasi tas dan sepatu dari tenun ikat. Sebelumnya dia juga mengikuti pelatihan soal pembuatan tenun ikat.
Noldi mengatakan, baru tahun ini dia bergabung dengan kelompok pelatihan dari desa. Dengan adanya pelatihan ini, dia bisa memanfaatkan waktu luang dan mendapat keahlian.
Dia berharap, dengan adanya keahlian, maka ke depannya bisa membuka usaha sendiri. Hanya saja memang saat ini tas dan sepatu yang direparasi untuk dipakai sendiri.
"Pikiran ke depan seperti itu," ucap Noldi.
Selain mengikuti pelatihan, perempuan-perempuan di desa ini mengaku banyak dilibatkan dalam musyawarah yang dibahas di desa seperti soal air bersih dan lain sebagainya.
Kepala Desa Raknamo Augusto Fernandes mengaku melibatkan perempuan dalam proses pembangunan desa.
"Kita selalu melibatkan keterwakilan perempuan dalam musyawarah dan kita beri ruang untuk menyampaikan aspirasi di dalam pengambilan keputusan," kata dia.
Selain itu, ada pemberdayaan yang melibatkan kelompok perempuan di desa. "Memang di tahun ini yang kita lakukan itu adalah pemberdayaan. Yang pertama terkait dengan kelompok perempuan dan lewat pangan lokal. Yang kedua terkait dengan pemberdayaan apa namanya pertanian penanaman bawang," ucap Augusto.
Dia menambahkan, Raknamo juga merupakan desa binaan dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan baik provinsi maupun kabupaten. Dari dinas terkait, kata dia, ada program pemberdayaan yang melibatkan kelompok perempuan.
"Ada lima kelompok yang tersebar di lima dusun, satu kelompok ada 15 orang," tandas Augusto.
Advertisement