Liputan6.com, Jakarta Sekelompok pengusaha masih belum bisa melihat dampak positif dari kenaikan tarif Pajak Pertumbuhan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang akan berlaku per 1 Januari 2025.
Seperti diutarakan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Simanjorang Simanjorang. Ia menilai kenaikan PPN 2025 menjadi 12 persen bakal memberikan dampak negatif yang merembet jika diterapkan saat ini.
Advertisement
"Kenaikan PPN ini apakah punya sisi positif terhadap kegiatan industri, tidak ada sisi positifnya, yang ada sisi negatifnya, dalam kondisi saat ini ya," ujar Sarman kepada Liputan6.com, Kamis (28/11/2024).
Pasalnya, ia menyebut tingkat daya beli masyarakat saat ini sedang sangat menurun. Sehingga jika PPN dipaksakan naik, dikhawatirkan bakal turut berimbas pada penurunan omset dari sektor industri.
"Kalau omset industri semakin menurun, perputaran uang semakin menurun, dampaknya bagi industri akan semakin terbebani. Karena antara biaya operasional dengan omset yang diharapkan tidak akan tercapai," ungkap dia.
Biaya Operasional
Alhasil, biaya operasional pada kegiatan industri juga akan semakin naik ketika pendapatan merosot. Sarman khawatir, pelaku usaha nantinya bakal melakukan rasionalisasi.
"Bisa merumahkan karyawan atau melakukan PHK. Tentu target pertumbuhan ekonomi kita juga tidak akan tercapai kalau daya beli masyarakat kita semakin menurun akibat kenaikan PPN ini. Karena kita tahu, hampir 60 persen pertumbuhan ekonomi kita masih ditopang oleh konsumsi masyarakat kita," imbuhnya.
*Jadi artinya kalau ini dinaikan tidak ada positifnya. Yang ada negatifnya," tegas Sarman.
Senada, Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya mengatakan, kenaikan PPN 2025 menjadi 12 persen tentu sangat positif bagi pemerintah. Sebaliknya, itu akan sangat memberatkan masyarakat.
"Dari segi pemerintah tentu sangat positif. Kalau dari segi konsumen ini beban ya g berat dan berkelanjutan, karena semua transaksi akan terkena tarif PPN baru, terus menerus," ujar Bambang kepada Liputan6.com.
Siap-Siap, Harga Rumah Naik 5% Akibat PPN Naik Jadi 12%
Sebelumnya, Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 bakal turut berdampak terhadap harga pembelian atau sewa rumah dan apartemen.
Hal itu dikonfirmasi oleh Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Bambang Ekajaya. Ia menyebut lonjakan harga rumah dan apartemen bakal lebih tinggi dibandingkan kenaikan PPN.
"Tentu setiap lini bisnis berbeda-beda (untuk kenaikan PPN jadi 12 persen). Untuk property prediksi saya bisa berkisar 3-5 persen," ujar Bambang kepada Liputan6.com, Kamis (28/11/2024).
Memang, kenaikan PPN 2025 hanya 1 persen, dari sebelumnya 11 persen menjadi 12 persen. Namun, Bambang khawatir itu akan memberikan efek berganda (multiplier effect), khususnya ke sektor perumahan.
"Building material pasti naik, bsa transport naik, tenaga kerja untuk bangun akan naik juga. Harga juga ujung-ujungnya naik. Ditambah PPN 12 persen, pasti harga rumah naiknya bukan 1 persen," terangnya.
"Tentunya ini akan memberatkan calon-calon konsumen yang saat ini melemah daya belinya," dia menambahkan.
Pasalnya, lonjakan PPN ini berlaku untuk semua transaksi, mulai dari makanan dan minuman, pakaian, apartemen, ruko, hingga sewa hunian. Terutama bagi pengusaha kena pajak (PKP).
"Kalau untuk sewa impact-nya lebih simpel, karena hanya dari nilai sewa saja komponennya," pungkas Bambang.
Advertisement
PPN 12% Diprediksi Tambah Penerimaan Negara Rp 75 Triliun
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun depan diproyeksikan mampu menambah penerimaan negara hingga Rp75 triliun. Angka tersebut setara dengan kenaikan sekitar 15% dari prakiraan realisasi PPN pada tahun 2024.
Namun, Senior Economist Bright Institute, Awalil Rizky, menyatakan bahwa capaian tersebut kemungkinan belum cukup untuk memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Berdasarkan proyeksi, penerimaan PPN harus tumbuh setidaknya 23,93 persen untuk mencapai target tersebut.
“Peningkatan PPN 12% sangat berpotensi menurunkan aktivitas ekonomi, sehingga tambahan Rp75 triliun itu mungkin sulit tercapai,” ujar Awalil dalam sebuah webinar yang digelar Rabu (27/11/2024).
Bright Institute memprakirakan realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) pada tahun 2024 hanya mencapai Rp1.060 triliun atau 93 persen dari target APBN.
Sementara itu, penerimaan dari PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) diperkirakan mencapai Rp763 triliun atau 94 persen dari target.
Secara keseluruhan, penerimaan pajak pada tahun 2024 diprediksi hanya tumbuh 1,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini jauh di bawah target pemerintah yang sebelumnya dipatok pada 3,0 persen dalam outlook Nota Keuangan 2025 dan 9,0 persen dalam target awal APBN 2024.