Liputan6.com, Jakarta - Dalam Islam, utang diperbolehkan sebagai bentuk pinjaman yang sah. Namun, penting untuk diingat bahwa utang tersebut wajib dikembalikan.
Mengabaikan kewajiban dalam membayar utang maka dapat terhitung sebagai dosa, karena Islam mengajarkan agar setiap utang yang dipinjamkan harus dikembalikan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
Utang sama halnya dengan meminjam sesuatu yang merupakan hak milik orang lain, maka jika utang tersebut tidak dibayar, maka termasuk mengambil hak orang lain.
Baca Juga
Advertisement
Fenomena yang sering kita temui saat ini adalah banyak orang yang berutang tetapi menunda-nunda untuk membayarnya. Alasan di baliknya bisa beragam. Hal ini bahkan terjadi di lingkungan sekitar kita, seperti di antara tetangga.
Lantas, jika kita menghadapi hal demikian sebagai orang yang memberikan utang, apakah wajib untuk menagih atau tidak? Berikut penjelasannya dirangkum dari cahayaislam.id.
Saksikan Video Pilihan ini:
Dalil tentang Utang Piutang
Tidak membayar utang tentunya bertentangan dengan hukum Islam yang mewajibkan kita untuk membayar utang. Berapapun nilainya, kita akan dihisab karena utang tersebut. Itu sebabnya, dalam ayat Al Quran pun mengatur bagaimana hutang piutang seharusnya dilakukan agar tidak ada kelalaian dalam membayar hutang.
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya" (QS. Al-Baqarah: 282).
Seperti yang tertulis dalam ayat di atas bahwa Allah bahkan menganjurkan kaum muslimin untuk membuat perjanjian dengan adanya saksi. Ini agar tidak ada kerugian bagi pemberi utang maupun yang menerima utang tersebut. Apalagi lalainya kita dalam membayar utang bisa menjadi salah satu dosa yang mempersulit kita. Lalu apabila utang tidak kunjung dibayar, lebih baik menagih atau tidak?
Advertisement
Hukum Menagih Utang
Utang hukumnya dalam Islam adalah wajib untuk dibayar. Sebagai pemberi utang, tentu saja diperbolehkan untuk menagih utang apalagi jika sudah sesuai dengan jatuh tempo yang disepakati. Namun, dalam menagih utang pun juga harus dengan etika yang baik serta tidak menggunakan cara-cara yang menyimpang dari ajaran Islam. Seperti menggunakan kekerasan, memberikan bunga dan lain sebagainya.
Dalam Islam, pemberi utang dianjurkan untuk menagih utang dikarenakan apabila yang berutang lalai membayar maka ini dapat memberatkan hidup orang tersebut baik di dunia maupun akhirat. Tentu saja dosanya pun tidak akan terhapus karena masih meninggalkan utang yang belum diselesaikan.
Namun, Allah menganjurkan untuk kaum muslimin tidak menagih utang saat yang berutang sedang dalam kesulitan. Itu artinya, kita sebaiknya memberikan waktu bagi yang berutang untuk menyelesaikan kewajibannya saat sudah lapang atau tidak dalam keadaan sulit. Bahkan, apabila seorang pemberi utang mengikhlaskannya ini jauh lebih baik.
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: "Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui" (QS. Al-Baqarah: 280).