Liputan6.com, Jakarta Sebagian masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi satwa liar termasuk burung pipit, piit , atau emprit (Estrildidae).
Di kawasan Jawa Tengah, burung mungil musuh petani disulap jadi hidangan lezat nan kaya rasa seperti sate emprit dan emprit goreng. Sayangnya, di balik kelezatan olahan pipit, tersimpan potensi buruk yang merugikan kesehatan.
Advertisement
Menurut peneliti global health security dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, kebiasaan masyarakat mengonsumsi hewan liar termasuk burung pipit bisa saja mengundang wabah.
“Apakah kebiasaan mengonsumsi burung pipit bisa memicu wabah? Jawabannya bisa saja, jika burung yang dikonsumsi berasal dari wilayah dengan wabah yang belum terdeteksi atau tidak dimasak dengan benar sehingga patogen seperti virus dan bakterinya tidak mati,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com, Kamis (29/11/2024).
Berdasar potensi tersebut, Dicky menyarankan untuk menghindari konsumsi satwa liar termasuk burung pipit.
“Saran saya ya jangan lah, makan hewan-hewan yang sudah diternak yang baik-baik saja, yang liar-liar jangan lah, jangan dikonsumsi, jauhi, karena risikonya tetap ada. Walaupun dilakukan upaya-upaya tadi, dimasak dan segala macam, tapi saya tidak menyarankan, jadi hindari saja mengonsumsi burung liar, hewan liar apalagi ditemukan mati mendadak, jangan, itu harus dijauhi,” Dicky menyarankan.
Jika ingin konsumsi unggas seperti ayam, maka perlu dipastikan ayamnya sehat atau berasal dari sumber yang terpercaya. Artinya, bukan ayam sakit, apalagi liar.
“Unggas itu harus dimasak dengan baik sehingga suhu internalnya bisa mencapai 75 derajat kurang lebih untuk membunuh patogen.”
Soal Kasus Burung Pipit Mati Massal di Bali
Diskusi soal konsumsi burung pipit antara epidemiolog Dicky Budiman dengan tim Health Liputan6.com bermula dari kasus burung pipit mati massal di Bali.
Belum lama ini viral di media sosial soal ratusan burung pipit mati di area Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.
Dalam video yang diunggah akun Instagram @bksda__bali, terlihat ratusan burung pipit terkapar di jalan aspal area bandara. Beberapa di antaranya masih bergerak lemas dan tak mampu terbang. Sementara, di pinggir jalan ada pohon tumbang.
Guna menindaklanjuti kejadian ini, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Bali telah melakukan pemeriksaan dan pengecekan langsung di lokasi kejadian pada Minggu, 24 November 2024.
Berdasarkan hasil investigasi atau pemeriksaan yang dilakukan, diperoleh informasi dari petugas pemeliharaan taman dan petugas keamanan Bandara I Gusti Ngurah Rai. Diketahui bahwa insiden ini terjadi pada Jumat malam, 22 November 2024.
Pohon tempat kawanan burung bertengger mengalami patah ranting akibat sambaran petir. Sambaran ini mengakibatkan kawanan burung yang sedang beristirahat di pohon tersebut turut tersambar dan mati. Pada saat kejadian petugas kebersihan bandara langsung mengevakuasi bangkai burung dari lokasi untuk menjaga kenyamanan pengunjung bandara.
Saat tim BKSDA Bali melakukan pengecekan, ditemukan sisa tiga ekor bangkai burung dalam kondisi yang telah mengalami degradasi hingga 90 persen. Hal ini menyebabkan satwa tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan nekropsi atau pengambilan sampel.
Kepala Balai KSDA Bali, Ratna Hendratmoko, menegaskan bahwa kejadian ini disebabkan oleh faktor alam dan tidak ada indikasi wabah penyakit atau penyebab lain yang memerlukan kekhawatiran publik.
“Namun, kami tetap akan memantau situasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan ekosistem tetap terjaga,” kata Ratna dalam keterangan resmi di laman Balai KSDA Bali dikutip Jumat (29/11/2024).
Advertisement
Ciri-Ciri Hewan Mati Akibat Wabah
Terkait kejadian ini, Dicky menerangkan cara membedakan hewan mati karena wabah atau faktor lainnya. Ciri-ciri hewan mati karena wabah yang utama adalah pola penyebaran.
“Jadi wabah itu biasanya menunjukkan pola sebaran yang spesifik, misalnya kematian yang meluas dalam waktu singkat di area yang lebih luas. Biasanya ini melibatkan beberapa spesies atau bisa saja berulang dalam populasi burung tertentu,” jelas Dicky.
Ciri kedua adalah gejala klinis, biasanya hewan yang mati akibat wabah akan menunjukkan gejala tertentu sebelum kematian.
“Ini tentu perlu diverifikasi dan divalidasi oleh dokter hewan.”
Di sisi lain hewan yang terkena wabah cenderung memengaruhi jumlah yang lebih besar dalam waktu singkat. Sementara, faktor alam lain seperti petir biasanya kematiannya terlokalisasi seperti yang terjadi di Bali.
Tidak Ada Faktor Lingkungan yang Jelas
Ciri kematian hewan akibat wabah berikutnya adalah tidak adanya faktor lingkungan yang jelas yang menyebabkan kematian tersebut.
“Jika tidak ada faktor lingkungan yang jelas seperti cuaca ekstrem atau bencana alam, nah itu kita bisa mencurigai sebagai satu kejadian wabah.”
Hewan mati mendadak tak serta merta bisa disimpulkan akibat wabah, perlu ada investigasi laboratorium untuk mengonfirmasi adanya agen penyakit.
“Harus ada investigasi laboratorium untuk mengonfirmasi adanya agen penyakit, apa itu virus, bakteri atau parasit dari nekropsi atau sampel jaringan yang diambil dari hewan yang terkena,” ucap Dicky.
Jika kematian massal burung pipit di Bali akibat tersambar petir, maka tidak terkait dengan wabah, lanjut Dicky.
“Namun, kalau saat pemantauan burung liar itu ada yang mencurigakan, maka harus dilakukan mitigasi, harus ada investigasi.”
Advertisement
Wabah Memang Bisa Ditandai Kematian Massal Hewan Liar Seperti Burung Pipit
Dicky tak memungkiri, satu wabah penyakit memang bisa ditandai dengan kematian massal hewan liar. Bahkan hewan yang hidupnya dekat dengan manusia yakni burung pipit.
“Kematian massal pada burung kecil seperti pipit bisa saja jadi awal tanda satu kejadian wabah. Nah, beberapa wabah seperti flu burung atau avian influenza itu sering memengaruhi burung liar sebelum menyebar ke burung ternak atau manusia.”
“Tapi jangan langsung diambil kesimpulan, karena kejadian seperti ini juga harus dianalisis lebih lanjut, diverifikasi diinvestigasi untuk memastikan penyebabnya seperti yang saya jelaskan sebelumnya,” terang Dicky.
Burung Pipit Bisa Jadi Vektor Wabah
Seperti hewan liar lainnya, burung pipit juga bisa menjadi vektor atau reservoir penyakit tertentu seperti flu burung. Penyakit ini bisa disebarkan melalui kotoran, cairan tubuh, atau bulu burung yang terinfeksi.
“Wabah lainnya salmonellosis, ini sejenis bakteri yang bisa menularkan ke manusia melalui kontak dengan kotoran burung atau makanan dan minuman yang terkontaminasi kotoran burung ini.”
Ada pula penyakit Newcastle atau tetelo yang bisa menyebar di antara unggas atau burung liar.
“Untuk diketahui, burung liar sering bersentuhan dengan lingkungan manusia, kehidupan manusia, sehingga inilah yang meningkatkan risiko penularan penyakit yang disebut zoonosis. Jadi penyakit yang asalnya tadinya dari hewan kemudian menginfeksi manusia,” papar Dicky.
Advertisement
Cara Cegah Wabah yang Disebarkan Hewan Liar Seperti Burung Pipit
Dicky pun menerangkan cara mencegah terjadinya wabah yang disebarkan hewan liar yang hidupnya berdampingan dengan manusia seperti burung pipit.
“Tentu prinsip pertama ya sanitasi lingkungan, kesehatan lingkungan ini sangat penting termasuk yang sifatnya pribadi termasuk personal hygiene.”
Terutama jika tinggal di wilayah yang dekat dengan hewan seperti peternakan atau area yang sering didatangi burung, ini perlu dibersihkan secara berkala sebagai langkah pencegahan.
“Kemudian pemantauan populasi, surveilans aktif terhadap populasi burung liar ini penting untuk mendeteksi dini potensi wabah. Kita memang masih sangat lemah dalam konteks ini, jadi tidak heran Indonesia risikonya besar, beda dengan Australia yang kemampuan surveilans hewan liarnya sangat bagus.”
Hal lain yang tak kalah penting adalah mengontrol habitat burung liar di sekitar pemukiman atau fasilitas umum. Supaya dapat dikelola dan tidak terlalu padat, pengontrolan ini perlu dipikirkan agar tidak terlalu banyak.
“Literasi publik soal kontak dengan burung liar dan pentingnya menjaga kebersihan menjadi sangat penting dilakukan apalagi di daerah yang memang banyak hewan liar, bukan hanya burung, tapi juga ayam misalnya,” jelas Dicky.
Tak henti di situ, penting pula untuk menjalankan vaksinasi dan biosecurity ketat terutama di peternakan unggas.