Alasan Pemerintah Buka Opsi Ojol Tak Berhak Isi BBM Subsidi Pertalite

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mempertimbangkan tak memasukkan ojek online (ojol) sebagai penerima BBM subsidi, seperti jenis Pertalite.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 29 Nov 2024, 15:30 WIB
Sejumlah kendaraan mengantri di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah akhirnya menaikan harga BBM bersubsidi, Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus menggodok skema subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang lebih tepat sasaran. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa kriteria penerima subsidi BBM, termasuk untuk pengemudi ojek online (ojol), masih dalam tahap pembahasan dan belum ada keputusan final.

Alasan Utama: Fokus pada Transportasi Publik

Salah satu alasan utama pengemudi ojol dipertimbangkan tidak masuk dalam daftar penerima subsidi adalah jenis kendaraan yang mereka gunakan.

Kendaraan ojol dianggap sebagai alat usaha pribadi, berbeda dengan transportasi publik yang dinilai lebih memerlukan subsidi untuk mendukung mobilitas masyarakat luas.

Menurut Bahlil, BBM subsidi sebaiknya dialokasikan untuk mendukung sektor transportasi umum yang memiliki dampak langsung pada masyarakat luas. Hal ini juga sejalan dengan tujuan pemerintah untuk menciptakan distribusi subsidi yang lebih adil dan merata.

Perumusan Data Penerima Subsidi

Keputusan ini juga akan didasarkan pada data penerima subsidi yang tengah disiapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut menjadi acuan untuk memastikan subsidi benar-benar diberikan kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.

 


Skema Subsidi Campuran

Petugas melakukan pengisian bahan bakar minyak (BBM) di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, Selasa (22/8/2023). Pemerintah menganggarkan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 329,9 triliun pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebagai solusi efisiensi, pemerintah sedang mengkaji opsi skema subsidi campuran (blending subsidy).

Dalam skema ini, subsidi diberikan dalam dua bentuk: subsidi langsung pada barang (BBM) dan melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Dengan pendekatan ini, daya beli masyarakat tetap terjaga, sementara anggaran subsidi bisa digunakan secara lebih efektif.

Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menyeimbangkan kebutuhan masyarakat dengan efisiensi anggaran, sembari memastikan subsidi tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh kelompok tertentu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya