Hotel, Restoran, dan Kafe di Jakarta Wajib Kelola Sampah Makanan Mandiri, Apa Sanksi bagi Pelanggar?

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mewajibkan hotel, restoran, dan kafe untuk mengolah sampah makanan mereka sendiri. Kebijakan ini didukung oleh PHRI DKI Jakarta, tetapi membutuhkan sosialisasi yang masif.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 02 Des 2024, 07:00 WIB
Ilustrasi sampah makanan. (dok. unsplash.com/simon peel)

Liputan6.com, Jakarta - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mewajibkan hotel, restoran, dan kafe (horeka) untuk mengurangi dan mengolah sampah makanan secara mandiri tanpa mengirimkannya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang. Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk menanggulangi permasalahan sampah kota, khususnya sampah makanan yang menyumbang lebih dari 50 persen dari total sampah kota.

"Jika kita dapat mengelola food waste dengan baik, maka setengah dari permasalahan pengelolaan sampah kota dapat terselesaikan," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto di Jakarta, Selasa, 26 November 2024, dilansir dari Antara.

Kebijakan itu merujuk Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 102/2021 sebagai dasar hukum yang jelas untuk memastikan pengelolaan sampah di hotel, restoran, dan kafe dilakukan dari sumbernya. Asep juga mendukung kebijakan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq yang menargetkan penurunan signifikan sampah organik di Jakarta.

DLH mendorong pelaku usaha horeka untuk menggunakan berbagai teknologi dalam mengelola sampah organik, seperti biokonversi dengan maggot Black Soldier Fly (BSF), komposting, lubang biopori, dan metode ramah lingkungan lainnya yang sesuai. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi volume sampah ke TPA, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi dari sampah makanan.

Terlebih, pelaku usaha hotel, restoran, dan kafe tidak harus mengelola langsung sampah organik mereka, tetapi bisa menggunakan jasa perusahaan pengolah sampah atau bermitra dengan pengelola sampah profesional. Dengan demikian, ekonomi sirkular bisa berjalan.

 


Sanksi bagi Pelanggar Menurut Pergub 102/2021

Warga beraktivitas di Apartemen Maggot 21, RT 21, Kelurahan Bakung Jaya, Kecamatan Paal Merah, Kota Jambi. Program budidaya yang didukung lewat program Pertamina ini telah berkontribusi dalam pengelolaan sampah sisa makanan. (Liputan6.com/dok Apartemen Maggot 21)

Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Sarjoko menyampaikan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan ini akan dilakukan secara ketat. "Kami telah mengintegrasikan sistem pendataan pengangkutan sampah horeka untuk memastikan kepatuhan. Seluruh sampah yang diangkut dari horeka akan tercatat dan dipantau," katanya.

Pelanggaran terhadap kebijakan pengelolaan sampah ini akan dikenai sanksi. Sarjoko menyebut bentuk sanksinya mulai dari teguran tertulis hingga denda administratif yang bertujuan mendorong pelaku horeka agar segera beradaptasi dengan kebijakan ini.

Namun, berdasarkan penelusuran Tim Lifestyle Liputan6.com, dalam Pergub yang jadi rujukan, ketentuan sanksi bagi pengelola kawasan atau pemilik usaha hanya diatur di Pasal 2. Bunyinya menyebutkan bahwa sanksinya adalah teguran tertulis yang dilakukan secara bertahap, yaitu:

a. teguran tertulis pertama selama 14 x 24 jam terhitung sejak diterimanya teguran tertulis pertama dan apabila tidak ditaati, maka diberikan teguran tertulis kedua;

b. teguran tertulis kedua selama 7 x 24 jam terhitung sejak diterimanya teguran tertulis kedua dan apabila tidak ditaati, maka diberikan teguran tertulis ketiga; dan

c. teguran tertulis ketiga selama 3 x 24 jam terhitung sejak diterimanya teguran tertulis ketiga.

Bila sampai ketiga teguran tertulis diabaikan, Dinas Linglcungan Hidup mempublikasikannya pada situs yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan kategori sebagai kawasan atau Perusahaan yang berpotensi mencemarkan lingkungan.


Pengelola Usaha Minta Sosialisasi Digencarkan

Ilustrasi restoran. Photo by Sandra Seitamaa on Unsplash

Sementara itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta mendukung kewajiban tersebut. Perwakilan PHRI DKI Jakarta, Johanuddin menyatakan bahwa pelaku usaha horeka siap mendukung kebijakan, tetapi pihaknya meminta DLH Jakarta masif menyosialisasikannya agar target ini bisa tercapai.

"Sosialisasi menjadi kunci agar pelaku usaha hotel, restoran dan kafe dan industri pariwisata lainnya memahami sepenuhnya regulasi dan teknis pengelolaan sampah ini. Kami siap mendukung penuh target pengurangan sampah ini," kata Johanuddin.

Sebelumnya, Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq menyebutkan bahwa saat ini sampah yang masuk ke TPST Bantar Gebang mencapai 8000 ton per hari, sedangkan timbunan sampahnya sudah mencapai 55 juta ton atau setara dengan 40 meter. Ia menargetkan timbulan sampah ke Bantar Gebang akan berkurang drastis dengan menyulap TPA terbesar di Indonesia tersebut menjadi ruang terbuka hijau (RTH).

"Kita tutup dulu, jadikan RTH dulu. Tangkap metannya... Harapan saya, teman-teman dari ambassador akan ikut mendukung ya untuk menyelesaikan capture terkait metan," ucapnya di sela Peluncuran Aksi Pilah Sampah di Hutan Kota GBK Jakarta, Minggu, 17 November 2024.


Siapkan Perangkat Pendukung

Ilustrasi kafe. (dok. Unsplash.com/Kris Atomic)

"Indikatornya gampang, teman-teman sekalian, kalau kita mau ngawal sama-sama, cek di Bantar Gebang. Kalau masih 7 (8) ribu aja yang turun, berarti kita belum berhasil," sambung dia.

Target ambisius penyelesaian masalah sampah di Jakarta itu, kata Hanif, tidak bisa dengan cara biasa selama ini. Perlu kerja keroyokan dari semua sektor, baik pemerintah, masyarakat, dan swasta. Dari sisi pemerintah, pihaknya perlu menyiapkan perangkat pendukung agar sampah bisa dikelola secara optimal sejak di hulu.

"Mulai dari hulu, 4.000 bank sampah unit harus terbentuk, penyuluhnya harus ada, kemudian alat transportnya harus ada, alat pilahnya ada, yang membeli di hulu sudah harus ada. Ini sudah kita petakan," katanya.

Prinsip ekonomi sirkular yang dikampanyekan sejak beberapa tahun terakhir akan diintensifkan. Salah satunya dengan meminta sektor horeca (hotel, restoran, dan kafe) untuk mengelola sampah organiknya sendiri, tidak boleh lagi dibuang langsung ke Bantar Gebang. Begitu pula dengan rumah tangga di Jakarta.

"Secara teknis, food waste ini bisa digunakan untuk berbagai macam yang saat ini sedang berkembang. Ecopreneur-nya ada, black soldier fly, maggot, ada komposter, dan lain-lain yang semuanya bisa menghasilkan uang," ujarnya.

Infografis 7 Penyebab Sampah Makanan. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya