5 Ciri-Ciri Rabies: Gejala, Penularan, dan Pencegahannya

Kenali ciri-ciri rabies pada hewan dan manusia, cara penularan, gejala, serta langkah pencegahan penyakit berbahaya ini. Informasi lengkap di sini.

oleh Liputan6 diperbarui 02 Des 2024, 14:22 WIB
Dokter sedang bersiap memeriksa pasiennya. ©Ilustrasi dibuat AI

Liputan6.com, Jakarta - Rabies merupakan penyakit virus yang sangat berbahaya dan dapat menyerang sistem saraf pusat manusia maupun hewan. Penyakit ini umumnya ditularkan melalui gigitan hewan yang terinfeksi, terutama anjing. Mengenali ciri-ciri rabies sejak dini sangatlah penting untuk mencegah penyebaran dan penanganan yang tepat.

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang ciri-ciri rabies, gejala, cara penularan, pencegahan, serta penanganannya.


Definisi dan Karakteristik Rabies

Rabies adalah penyakit infeksi virus yang menyerang sistem saraf pusat, termasuk otak dan sumsum tulang belakang. Virus penyebab rabies termasuk dalam genus Lyssavirus dari keluarga Rhabdoviridae. Penyakit ini bersifat zoonosis, artinya dapat ditularkan dari hewan ke manusia.

Karakteristik utama rabies adalah:

  1. Menyerang sistem saraf pusat
  2. Ditularkan melalui gigitan atau cakaran hewan terinfeksi
  3. Gejala muncul setelah masa inkubasi yang bervariasi
  4. Dapat menyebabkan perubahan perilaku pada hewan maupun manusia
  5. Berakibat fatal jika tidak segera ditangani

Rabies telah dikenal sejak zaman kuno dan masih menjadi masalah kesehatan global hingga saat ini. Di Indonesia, kasus rabies pertama kali dilaporkan pada tahun 1884 pada seekor kerbau di Jawa Barat. Sejak saat itu, penyakit ini terus menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia.


Penyebab dan Cara Penularan Rabies

Virus rabies merupakan penyebab utama penyakit ini. Virus ini termasuk dalam kelompok Rhabdovirus yang memiliki bentuk seperti peluru. Cara penularan rabies yang paling umum adalah melalui gigitan hewan yang terinfeksi. Namun, ada beberapa cara lain virus ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan, antara lain:

  • Gigitan hewan terinfeksi: Ini adalah cara penularan yang paling umum. Air liur hewan yang mengandung virus rabies masuk ke dalam luka gigitan.
  • Cakaran: Meskipun jarang, virus rabies dapat masuk melalui cakaran hewan terinfeksi jika cakar tersebut terkontaminasi air liur yang mengandung virus.
  • Kontak dengan selaput lendir: Jika air liur hewan terinfeksi mengenai selaput lendir seperti mata, hidung, atau mulut, virus dapat masuk ke dalam tubuh.
  • Luka terbuka: Virus rabies dapat masuk melalui luka terbuka yang terkena air liur hewan terinfeksi.
  • Transplantasi organ: Meskipun sangat jarang, ada kasus penularan rabies melalui transplantasi organ dari donor yang terinfeksi tanpa diketahui.

Hewan yang paling sering menularkan rabies ke manusia adalah:

  • Anjing (98% kasus di Indonesia)
  • Kucing
  • Kera
  • Kelelawar
  • Rubah
  • Rakun
  • Sigung

Penting untuk diingat bahwa tidak semua gigitan hewan akan menyebabkan rabies. Namun, setiap kasus gigitan hewan liar atau hewan yang tidak dikenal harus dianggap berisiko dan segera mendapatkan penanganan medis.


Gejala Rabies pada Hewan

Mengenali gejala rabies pada hewan sangat penting untuk mencegah penularan ke manusia. Gejala rabies pada hewan dapat bervariasi dan terkadang sulit dikenali pada tahap awal. Berikut adalah ciri-ciri rabies yang umum terlihat pada hewan, terutama anjing dan kucing:

Gejala Awal:

  • Perubahan perilaku mendadak
  • Gelisah dan mudah terangsang
  • Kehilangan nafsu makan
  • Demam
  • Menjadi lebih agresif atau justru lebih jinak dari biasanya

Gejala Lanjutan:

  • Hipersalivasi (mengeluarkan air liur berlebihan)
  • Kesulitan menelan
  • Kejang-kejang
  • Kelumpuhan otot, dimulai dari kaki belakang
  • Sensitif terhadap cahaya dan suara
  • Perilaku agresif yang tidak terkontrol
  • Menggigit atau menyerang benda-benda di sekitarnya tanpa alasan
  • Vokalisasi yang tidak normal (gonggongan serak pada anjing)

Pada anjing, rabies sering dibagi menjadi dua tipe:

1. Tipe Ganas (Furious Rabies):

  • Anjing menjadi sangat agresif
  • Menyerang tanpa provokasi
  • Menggigit apa saja yang ada di sekitarnya
  • Berlarian tanpa tujuan
  • Suara gonggongan berubah menjadi serak

2. Tipe Tenang (Dumb Rabies):

  • Anjing menjadi lesu dan kehilangan energi
  • Cenderung bersembunyi di tempat gelap dan sejuk
  • Kesulitan menelan dan mengeluarkan banyak air liur
  • Mengalami kelumpuhan yang progresif

Pada kucing, gejala rabies dapat meliputi:

  • Perubahan perilaku drastis (misalnya kucing yang biasanya jinak menjadi agresif)
  • Mengeluarkan air liur berlebihan
  • Kesulitan menelan
  • Kejang-kejang
  • Kelumpuhan progresif
  • Sensitif terhadap rangsangan lingkungan (suara, cahaya)

Penting untuk diingat bahwa tidak semua hewan yang terinfeksi rabies akan menunjukkan semua gejala ini. Beberapa hewan mungkin hanya menunjukkan sedikit gejala sebelum penyakit berkembang menjadi fatal. Oleh karena itu, setiap perubahan perilaku yang tidak biasa pada hewan peliharaan atau kontak dengan hewan liar harus diwaspadai.


Gejala Rabies pada Manusia

Gejala rabies pada manusia biasanya muncul setelah masa inkubasi yang bervariasi, mulai dari beberapa hari hingga beberapa bulan setelah terpapar virus. Perkembangan gejala rabies pada manusia dapat dibagi menjadi beberapa tahap:

1. Masa Inkubasi:

Ini adalah periode antara terpapar virus (biasanya melalui gigitan) dan munculnya gejala pertama. Masa inkubasi rabies bisa berlangsung:

  • Umumnya 2-3 bulan
  • Bisa sesingkat 1 minggu atau selama 1 tahun dalam kasus tertentu
  • Tergantung pada lokasi gigitan (semakin dekat ke otak, semakin cepat gejala muncul)

2. Gejala Awal (Prodromal Stage):

Gejala awal rabies pada manusia sering mirip dengan flu, termasuk:

  • Demam
  • Sakit kepala
  • Kelelahan
  • Mual dan muntah
  • Kehilangan nafsu makan
  • Rasa tidak nyaman atau gatal di sekitar bekas luka gigitan
  • Kecemasan dan iritabilitas

3. Gejala Neurologis Akut:

Seiring perkembangan penyakit, gejala neurologis mulai muncul:

  • Kebingungan dan agitasi
  • Halusinasi
  • Insomnia
  • Hipersalivasi (produksi air liur berlebihan)
  • Kesulitan menelan (disfagia)
  • Hidrofobia (ketakutan terhadap air)
  • Aerofobia (ketakutan terhadap udara)
  • Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
  • Perubahan perilaku yang ekstrem

4. Fase Koma dan Kematian:

Pada tahap akhir, pasien biasanya mengalami:

  • Kejang-kejang
  • Koma
  • Kegagalan multi-organ
  • Kematian (biasanya terjadi dalam 2-10 hari setelah gejala neurologis muncul)

Penting untuk dicatat bahwa sekali gejala rabies muncul, penyakit ini hampir selalu berakibat fatal. Oleh karena itu, tindakan pencegahan dan penanganan dini sangat krusial.


Diagnosis Rabies

Diagnosis rabies dapat menjadi tantangan karena gejala awalnya sering mirip dengan penyakit lain. Namun, ada beberapa metode yang digunakan untuk mendiagnosis rabies:

1. Riwayat Paparan:

Dokter akan menanyakan tentang riwayat gigitan atau kontak dengan hewan yang dicurigai terinfeksi rabies. Informasi ini sangat penting dalam menentukan risiko infeksi.

2. Pemeriksaan Fisik:

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk evaluasi sistem saraf.

3. Tes Laboratorium:

  • Tes PCR (Polymerase Chain Reaction): Dapat mendeteksi virus rabies dalam air liur, cairan serebrospinal, atau jaringan kulit.
  • Tes Antibodi: Mengukur respons imun terhadap virus rabies.
  • Biopsi Kulit: Sampel kulit dari belakang leher diambil untuk mendeteksi antigen virus rabies.

4. Pencitraan:

CT scan atau MRI otak mungkin dilakukan untuk melihat tanda-tanda peradangan atau kerusakan otak.

5. Tes Post-mortem:

Diagnosis pasti rabies sering kali hanya dapat dilakukan setelah kematian melalui pemeriksaan jaringan otak.

Diagnosis dini rabies sangat penting, meskipun sulit. Jika ada kecurigaan terpapar rabies, tindakan pencegahan harus segera dimulai tanpa menunggu hasil tes diagnostik.


Penanganan dan Pengobatan Rabies

Penanganan rabies terbagi menjadi dua kategori utama: pencegahan setelah terpapar (post-exposure prophylaxis atau PEP) dan perawatan suportif untuk pasien yang telah menunjukkan gejala. Berikut adalah penjelasan detail tentang kedua pendekatan ini:

1. Pencegahan Setelah Terpapar (Post-Exposure Prophylaxis/PEP):

PEP adalah tindakan yang dilakukan segera setelah seseorang diduga terpapar virus rabies, biasanya melalui gigitan hewan. Langkah-langkahnya meliputi:

  • Pembersihan Luka: Cuci luka dengan sabun dan air mengalir selama minimal 15 menit. Ini dapat mengurangi risiko infeksi secara signifikan.
  • Pemberian Imunoglobulin Rabies (RIG): RIG diberikan di sekitar luka untuk menetralkan virus. Ini penting terutama untuk luka yang dalam atau dekat dengan kepala.
  • Vaksinasi Rabies: Seri vaksin rabies diberikan segera setelah paparan. Jadwal vaksinasi biasanya adalah hari ke-0, 3, 7, dan 14 setelah paparan.
  • Antibiotik: Mungkin diberikan untuk mencegah infeksi bakteri pada luka.
  • Vaksin Tetanus: Jika diperlukan, vaksin tetanus juga diberikan.

2. Perawatan untuk Pasien dengan Gejala Rabies:

Sayangnya, sekali gejala rabies muncul, penyakit ini hampir selalu berakibat fatal. Namun, perawatan suportif tetap diberikan:

  • Perawatan Intensif: Pasien dirawat di unit perawatan intensif untuk pemantauan ketat.
  • Sedasi: Untuk mengurangi agitasi dan kecemasan.
  • Penanganan Kejang: Obat anti-kejang diberikan jika diperlukan.
  • Dukungan Pernapasan: Ventilasi mekanis mungkin diperlukan.
  • Manajemen Cairan dan Elektrolit: Untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
  • Penanganan Nyeri: Pemberian analgesik untuk mengurangi rasa sakit.
  • Milwaukee Protocol: Ini adalah pendekatan eksperimental yang melibatkan induksi koma dan pemberian antivirus. Namun, keberhasilannya masih sangat terbatas dan kontroversial.

Penting untuk ditekankan bahwa pencegahan adalah kunci dalam menangani rabies. Vaksinasi hewan peliharaan, menghindari kontak dengan hewan liar, dan segera mencari perawatan medis setelah terpapar adalah langkah-langkah krusial dalam mencegah penyakit yang berbahaya ini.


Pencegahan Rabies

Pencegahan rabies melibatkan berbagai strategi yang ditargetkan pada hewan dan manusia. Berikut adalah langkah-langkah pencegahan yang komprehensif:

1. Vaksinasi Hewan:

  • Vaksinasi rutin untuk hewan peliharaan, terutama anjing dan kucing.
  • Program vaksinasi massal untuk hewan liar di daerah endemik rabies.
  • Pemantauan dan kontrol populasi hewan liar.

2. Edukasi Masyarakat:

  • Meningkatkan kesadaran tentang bahaya rabies dan cara penularannya.
  • Mengajarkan cara berinteraksi yang aman dengan hewan, terutama hewan liar atau tidak dikenal.
  • Memberikan informasi tentang pentingnya perawatan pasca-gigitan.

3. Manajemen Hewan Peliharaan:

  • Mengontrol populasi hewan liar dan hewan terlantar.
  • Mendorong kepemilikan hewan yang bertanggung jawab.
  • Melakukan sterilisasi untuk mengendalikan populasi.

4. Pencegahan Sebelum Terpapar (Pre-exposure Prophylaxis/PrEP):

  • Vaksinasi preventif untuk individu berisiko tinggi seperti dokter hewan, petugas penangkap hewan, atau orang yang sering bepergian ke daerah endemik rabies.
  • PrEP biasanya terdiri dari tiga dosis vaksin rabies yang diberikan pada hari ke-0, 7, dan 21 atau 28.

5. Tindakan Segera Setelah Terpapar:

  • Mencuci luka segera dengan sabun dan air mengalir selama minimal 15 menit.
  • Segera mencari perawatan medis untuk mendapatkan Post-Exposure Prophylaxis (PEP).

6. Pengawasan dan Pelaporan:

  • Sistem pelaporan kasus gigitan hewan yang efektif.
  • Pengawasan epidemiologi untuk memantau penyebaran rabies.
  • Kolaborasi antara sektor kesehatan manusia dan hewan (pendekatan "One Health").

7. Penelitian dan Pengembangan:

  • Pengembangan vaksin dan terapi baru yang lebih efektif.
  • Penelitian tentang ekologi virus rabies dan dinamika penularannya.

8. Kebijakan dan Regulasi:

  • Implementasi undang-undang dan peraturan terkait pengendalian rabies.
  • Kerjasama internasional dalam pengendalian rabies, terutama di daerah perbatasan.

Pencegahan rabies membutuhkan pendekatan multidisiplin yang melibatkan berbagai sektor, termasuk kesehatan masyarakat, kedokteran hewan, pemerintah, dan masyarakat umum. Dengan implementasi strategi pencegahan yang komprehensif, kita dapat secara signifikan mengurangi risiko penularan rabies dan melindungi kesehatan manusia dan hewan.


Mitos dan Fakta Seputar Rabies

Terdapat banyak mitos dan kesalahpahaman tentang rabies yang beredar di masyarakat. Penting untuk membedakan antara mitos dan fakta untuk memastikan penanganan dan pencegahan yang tepat. Berikut adalah beberapa mitos umum tentang rabies beserta faktanya:

Mitos 1: Hanya anjing yang dapat menularkan rabies.

Fakta: Meskipun anjing adalah vektor utama rabies di banyak negara, termasuk Indonesia, semua mamalia dapat terinfeksi dan menularkan rabies. Ini termasuk kucing, kelelawar, rubah, rakun, dan bahkan manusia.

Mitos 2: Rabies dapat disembuhkan setelah gejala muncul.

Fakta: Sayangnya, sekali gejala rabies muncul, penyakit ini hampir selalu berakibat fatal. Inilah mengapa pencegahan dan penanganan dini sangat penting.

Mitos 3: Anjing dengan mulut berbusa pasti rabies.

Fakta: Meskipun hipersalivasi (produksi air liur berlebihan) adalah gejala rabies, tidak semua anjing dengan mulut berbusa menderita rabies. Kondisi lain seperti kejang atau keracunan juga dapat menyebabkan gejala serupa.

Mitos 4: Rabies hanya ditularkan melalui gigitan.

Fakta: Meskipun gigitan adalah cara penularan yang paling umum, rabies juga dapat ditularkan melalui cakaran atau jika air liur hewan yang terinfeksi masuk ke luka terbuka atau selaput lendir.

Mitos 5: Jika anjing yang menggigit masih hidup setelah 10 hari, berarti tidak rabies.

Fakta: Meskipun periode observasi 10 hari sering digunakan, ini tidak selalu menjamin bahwa hewan tersebut bebas rabies. Beberapa hewan dapat menularkan virus sebelum menunjukkan gejala.

Mitos 6: Vaksin rabies berbahaya dan dapat menyebabkan rabies.

Fakta: Vaksin rabies modern sangat aman dan efektif. Vaksin ini tidak dapat menyebabkan rabies karena tidak mengandung virus hidup.

Mitos 7: Rabies hanya ada di negara berkembang.

Fakta: Meskipun rabies lebih umum di negara berkembang, penyakit ini masih ada di banyak negara maju, terutama dalam populasi hewan liar.

Mitos 8: Anak-anak lebih kebal terhadap rabies.

Fakta: Sebaliknya, anak-anak sebenarnya lebih berisiko terinfeksi rabies karena mereka lebih mungkin bermain dengan hewan dan mungkin tidak melaporkan gigitan atau goresan kecil.

Mitos 9: Jika luka gigitan kecil, tidak perlu khawatir tentang rabies.

Fakta: Bahkan luka gigitan atau goresan kecil dapat menjadi pintu masuk bagi virus rabies. Semua luka dari hewan yang berpotensi terinfeksi harus dievaluasi oleh profesional medis.

Mitos 10: Bawang putih atau obat herbal dapat menyembuhkan rabies.

Fakta: Tidak ada obat herbal atau rumahan yang terbukti efektif melawan rabies. Vaksinasi dan perawatan medis yang tepat adalah satu-satunya cara yang diakui untuk mencegah dan menangani paparan rabies.

Memahami fakta-fakta ini sangat penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian rabies. Edukasi yang tepat dapat membantu menghilangkan mitos-mitos berbahaya dan mendorong tindakan yang tepat dalam menghadapi risiko rabies.


Kapan Harus Konsultasi ke Dokter?

Mengetahui kapan harus berkonsultasi dengan dokter terkait rabies sangat penting untuk pencegahan dan penanganan yang efektif. Berikut adalah situasi-situasi ketika Anda harus segera mencari bantuan medis:

1. Setelah Gigitan atau Cakaran Hewan:

  • Segera setelah digigit atau dicakar oleh hewan apa pun, terutama hewan liar atau tidak dikenal.
  • Bahkan jika luka terlihat kecil atau tidak signifikan.

2. Kontak dengan Air Liur Hewan:

  • Jika air liur hewan yang dicurigai rabies masuk ke luka terbuka, mata, hidung, atau mulut.

3. Kontak dengan Kelelawar:

  • Setelah kontak langsung dengan kelelawar, bahkan jika tidak ada luka yang terlihat.
  • Jika Anda terbangun dan menemukan kelelawar di kamar Anda.

4. Gejala Setelah Kontak dengan Hewan:

  • Jika Anda mengalami gejala seperti demam, sakit kepala, atau perubahan sensasi di area yang terkena setelah kontak dengan hewan.

5. Hewan Peliharaan Digigit:

  • Jika hewan peliharaan Anda digigit oleh hewan liar atau hewan tidak dikenal.

6. Perjalanan ke Daerah Endemik Rabies:

  • Sebelum bepergian ke daerah dengan risiko rabies tinggi untuk mendiskusikan vaksinasi pre-exposure.
  • Setelah kembali dari perjalanan jika ada kontak dengan hewan selama perjalanan.

7. Perubahan Perilaku Hewan Peliharaan:

  • Jika hewan peliharaan Anda menunjukkan perubahan perilaku yang tidak biasa, terutama peningkatan agresivitas.

8. Riwayat Vaksinasi Tidak Lengkap:

  • Jika Anda berisiko tinggi terpapar rabies (misalnya, bekerja dengan hewan) dan belum mendapatkan vaksinasi pre-exposure lengkap.

9. Ketidakpastian tentang Status Rabies Hewan:

  • Jika Anda tidak yakin apakah hewan yang menggigit atau mencakar Anda terinfeksi rabies atau tidak.

10. Gejala Neurologis:

  • Jika Anda mengalami gejala neurologis seperti kebingungan, agitasi, atau kesulitan menelan, terutama jika ada riwayat kontak dengan hewan.

Penting untuk diingat bahwa dalam kasus rabies, pencegahan dan penanganan dini adalah kunci. Jangan menunda mencari perawatan medis jika Anda mencurigai adanya risiko paparan rabies. Dokter akan mengevaluasi risiko dan menentukan apakah post-exposure prophylaxis (PEP) diperlukan. Dalam banyak kasus, lebih baik berhati-hati dan mendapatkan evaluasi medis daripada mengambil risiko dengan penyakit yang berpotensi fatal ini.


Kesimpulan

Rabies merupakan penyakit yang sangat berbahaya namun dapat dicegah. Memahami ciri-ciri rabies, baik pada hewan maupun manusia, sangatlah penting untuk penanganan dini dan pencegahan yang efektif. Kewaspadaan terhadap gigitan atau cakaran hewan, terutama hewan liar atau tidak dikenal, harus selalu dijaga.

Vaksinasi hewan peliharaan dan tindakan pencegahan seperti menghindari kontak dengan hewan liar adalah langkah-langkah kunci dalam mengurangi risiko rabies.

Jika terjadi kontak yang mencurigakan dengan hewan, segera mencari bantuan medis adalah tindakan yang tepat. Penanganan pasca-paparan (post-exposure prophylaxis) yang cepat dan tepat dapat mencegah perkembangan penyakit ini. Edukasi masyarakat tentang bahaya rabies dan cara pencegahannya juga memainkan peran penting dalam upaya pengendalian penyakit ini.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya