4 Strategi Investor Hindari Jebakan Psikologis Investasi Saham

SEVP Retail Markets & Technology BNI Sekuritas Teddy Wishadi menuturkan, bias seperti overconfidence dan confirmation bias dapat memengaruhi cara investor menganalisis informasi dan membuat keputusan.

oleh Agustina Melani diperbarui 02 Des 2024, 09:15 WIB
Investasi saham merupakan salah satu strategi untuk meraih kebebasan finansial, namun tentu ada tantangan yang harus dihadapi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Investasi saham merupakan salah satu strategi untuk meraih kebebasan finansial, tetapi tentu ada tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah bias psikologis, yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan investor.

Bias psikologis ini mencakup berbagai jebakan yang bisa mengaburkan pandangan dan mengarah pada keputusan yang kurang rasional.

SEVP Retail Markets & Technology BNI Sekuritas Teddy Wishadi menuturkan, bias seperti overconfidence dan confirmation bias dapat memengaruhi cara investor menganalisis informasi dan membuat keputusan.

Memahami bias ini adalah langkah penting untuk menjaga rasionalitas dalam ber-investasi dan mengurangi risiko. Dengan mengenali jebakan-jebakan ini, kita dapat lebih percaya diri dalam membuat pilihan yang bijak.

Berikut adalah berbagai jenis bias psikologis yang dapat dialami oleh investor dan upaya untuk menghindarinya seperti dikutip dari keterangan resmi, Senin (2/12/2024). 

1.Overconfidence: Terlalu Percaya Diri

Dipicu oleh rasa percaya diri yang tinggi setelah meraih kesuksesan dalam beberapa transaksi, investor cenderung meremehkan risiko dan mengabaikan analisis mendalam yang sebelumnya mereka lakukan pada transaksi berikutnya.

Teddy berpendapat investor perlu melakukan evaluasi berkala terhadap strategi investasi mereka. Penting bagi investor untuk menyadari bahwa seberapa tinggi tingkat kesuksesannya selama ini, analisis mendalam tetap diperlukan. Riset untuk setiap transaksi, baik yang kecil maupun besar, sangat penting agar dapat mengambil keputusan yang bijak.


Tips Lainnya

Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

2.Anchoring: Terjebak pada Harga Pembelian

Banyak investor sering kali kesulitan melepaskan harga awal saat membeli saham. Ketika harga saham turun, mereka cenderung memilih untuk menahan saham tersebut dan berharap harganya kembali, meski terus mengalami kerugian. Padahal, penting untuk menganalisis kembali situasi yang sedang terjadi.

"Apapun perubahan yang terjadi di pasar, kita harus secara aktif meninjau portofolio yang dimiliki. Fokuslah pada nilai saham saat ini dan terus pelajari analisis potensi saham tersebut di masa depan. Keputusan untuk menahan atau menjual saham seharusnya didasarkan pada analisis dan data terkini, bukan hanya pada harga beli awal,” saran Teddy.

3. Confirmation Bias: Melihat Hanya Apa yang Ingin Anda Lihat

Confirmation Bias terjadi ketika investor hanya mencari informasi yang mendukung keyakinan yang mereka miliki, sementara mengabaikan data yang mungkin menentang pandangan tersebut. Hal ini dapat mengarah pada keputusan investasi yang merugikan.

"Investor sebaiknya terbuka terhadap berbagai perspektif yang kredibel. Aktiflah berdiskusi dengan analis atau penasihat keuangan untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam. Dengan cara ini, keputusan yang diambil tidak hanya berdasarkan harapan pribadi, tetapi juga didukung oleh analisis dan pertimbangan dari sumber yang terpercaya,” jelas Teddy.

 

 


Tingkatkan Literasi Keuangan

Pekerja melintasi layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Meski terjebak di zona merah, IHSG berhasil mengakhiri perdagangan di level 5.841. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

4.Herd Behavior: Mengikuti Kerumunan

Dalam investasi, kita sering kali tergoda untuk mengikuti langkah orang lain. Saat melihat banyak orang membeli saham tertentu, kita mungkin merasa ingin ikut serta. Namun, sikap ini dapat mengarah pada keputusan impulsif yang berisiko dan berujung pada kerugian.

Teddy menjelaskan terjebak dalam saham gorengan adalah salah satu dampak dari perilaku herd. Ketika banyak orang yang membeli dan harga saham melonjak, investor akan terdorong untuk ikut membeli tanpa melakukan analisis yang tepat. Akibatnya, mereka bisa mengabaikan informasi yang penting dan berisiko mengalami kerugian.

"Sebagai bagian dari komitmen BNI Sekuritas, kami turut meningkatkan literasi keuangan di Indonesia melalui berbagai program edukasi seperti Morning Investview, Trading Bareng (TRABAR), dan Klinik Saham bagi setiap Nasabah. Melalui inisiatif ini, BNI Sekuritas bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada masyarakat tentang investasi yang aman, cerdas, dan terukur sehingga dapat menghadapi jebakan psikologis dengan lebih bijak," ujar Teddy.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya