Liputan6.com, Tel Aviv - Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memerintahkan polisi untuk menyita pengeras suara atau loudspeaker dari masjid-masjid dan memberikan denda karena dianggapnya membuat kebisingan.
Upaya untuk membatasi volume loudspeaker masjid telah dipelopori oleh para anggota parlemen dan aktivis sayap kanan selama bertahun-tahun. Warga Yahudi di Yerusalem Timur dan wilayah lainnya di Israel sering mengeluhkan kebisingan yang menurut mereka terlalu mengganggu, termasuk ketika suara azan membangunkan mereka di tengah malam.
Advertisement
"Hukum memberikan opsi untuk menyita sistem audio di masjid. Ini adalah alat yang efektif untuk pencegahan. Begitu kita menggunakan alat ini, efeknya akan terasa di kalangan komunitas muslim ... Pada akhirnya, kita perlu melihat hasilnya di lapangan," tulis Ben-Gvir dalam sebuah surat kepada para komandan polisi yang dipublikasikan pada Sabtu (30/11/2024) malam.
Dia juga menyatakan rencananya untuk mengajukan rancangan undang-undang yang nantinya akan meningkatkan denda bagi masjid yang menurutnya terus mengganggu ketertiban.
Para wali kota dari kota-kota Arab di Israel menuturkan kepada Channel 12 bahwa mereka melihat langkah ini sebagai "provokasi baru dari Ben-Gvir" terhadap komunitas Arab dan muslim yang dapat menyebabkan kekacauan dan kerusuhan.
Organisasi Abraham Initiatives, yang mengupayakan kesetaraan dan kerja sama antara Yahudi dan Arab Israel, mengatakan ini adalah tanda lain dari upaya Ben-Gvir untuk mempolitisasi polisi.
"Ketika organisasi kriminal dibiarkan bebas, Menteri Ben Gvir malah terus menjadikan polisi sebagai alat politik untuk menambah ketegangan, kekacauan, dan kebencian. Laporan ini menunjukkan bahwa di bawah kepemimpinan Ben-Gvir, satu-satunya pihak yang bisa merasa aman adalah keluarga kriminal, sementara warga sipil justru menjadi sasaran," ungkap organisasi tersebut seperti dilansir The Times of Israel, Senin (2/12).
Pernyataan itu merujuk pada tingginya jumlah pembunuhan terkait kejahatan yang terjadi di kalangan warga Arab dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data organisasi tersebut, hingga Minggu (1/12), tercatat 218 orang Arab telah dibunuh tahun ini, jumlah yang sama seperti pada waktu yang sama tahun lalu.
Ketua Partai Islam Arab Ra’am, Mansour Abbas, mendesak anggota pemerintah yang kompeten untuk mencegah Ben-Gvir, yang dicapnya sebagai provokator perang agama, agar tidak melanjutkan tindakan yang dapat memicu ketegangan.
Dalam unggahan di platform media sosial X, Abbas menambahkan bahwa sejak Ben-Gvir gagal memicu kekerasan di kompleks Masjid Al-Aqsa, kini dia berusaha menumbuhkan ketegangan di masjid-masjid.
Ahmad Tibi, anggota Knesset dari Hadash-Ta’al, menuduh Ben-Gvir memanfaatkan perang di Jalur Gaza untuk memicu kekerasan lebih lanjut dan memperburuk penindasan terhadap publik Arab.
"Netanyahu harus bertanggung jawab atas ketegangan yang ditimbulkan oleh menteri yang justru memperburuk keadaan ini," tegas Tibi.
Pembelaan Ben-Gvir
Kepada Channel 12, Ben-Gvir mengaku dia bangga melanjutkan kebijakan menghentikan kebisingan yang tidak wajar dari masjid dan sumber lain yang telah menjadi bahaya bagi penduduk Israel.
"Dalam diskusi kami, terungkap bahwa kebanyakan negara Barat, bahkan beberapa negara Arab, membatasi kebisingan dan memiliki banyak undang-undang yang mengaturnya. Sementara itu, hal ini diabaikan di Israel," kata kantor Ben-Gvir.
"Salat adalah hak dasar, namun tidak bisa mengorbankan kualitas hidup warga yang terganggu oleh kebisingan yang tak tertahankan. Masalah ini telah lama diabaikan dan sekarang menteri, bersama Menteri Perlindungan Lingkungan Idit Silman, bekerja keras untuk memperbaikinya demi kebaikan semua warga, baik Arab maupun Yahudi."
Ini bukan pertama kalinya Ben-Gvir menargetkan azan. Pada tahun 2013, jauh sebelum dia menjadi menteri, Ben-Gvir dan sekelompok aktivis sayap kanan membangunkan warga di lingkungan Tel Aviv, Ramat Aviv, dengan pengeras suara yang menyuarakan azan dalam aksi yang mereka katakan bertujuan menunjukkan bagaimana daerah lain di negara itu terbangun oleh kebisingan tersebut.
Rancangan Undang-Undang Knesset yang dikenal dengan Undang-Undang Muezzin, yang akan membatasi penggunaan pengeras suara untuk tujuan agama, berhasil melewati tahap pertama untuk menjadi undang-undang pada Maret 2017, namun akhirnya tidak dilanjutkan.
Para kritikus undang-undang ini berpendapat bahwa langkah tersebut secara tidak adil menargetkan masjid.
Kritikus lainnya berpendapat bahwa undang-undang ini berlebihan karena masalah tersebut bisa ditangani dengan undang-undang polusi kebisingan yang sudah ada. Pendukungnya berpendapat bahwa polisi tidak menegakkan aturan yang ada, sehingga dibutuhkan undang-undang yang lebih spesifik.
Advertisement