Liputan6.com, Jakarta Lebih dari 260 juta orang mengalami depresi di seluruh dunia menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Jumlah ini meningkat lebih dari 18 persen setiap tahun.
Menurut sejumlah survei, salah satu profesi yang memiliki tingkat stres tinggi adalah jurnalis.
Advertisement
"Kami meliput bencana, perang, kecelakaan, kriminalitas, dan mewawancarai korban. Itu semua membekas dan memengaruhi mental," kata jurnalis senior yang juga pembuat film dokumenter, Dandhy Laksono.
Salah satu solusi mengatasi masalah mental di lingkungan kerja seperti jurnalis adalah dengan meditasi. Sebuah organisasi sosial, Yayasan Cahaya Cinta Kasih menginisiasi pelayanan meditasi untuk para jurnalis atau pekerja media di Plaza Indonesia, Jakarta pada Jumat, 29 November 2024.
Sesi meditasi dipandu guru meditasi dengan metode Soul Reflection, Arsaningsih.
"Kesejahteraan dan kesehatan mental jurnalis itu penting. Karena mereka adalah jembatan komunikasi kita, dan kami memberikan layanan meditasi sebagai salah satu metode healing," ungkap perempuan yang akrab disapa Bunda Arsaningsih.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), Siswanto Agus Wilopo, yang hadir di acara tersebut, masalah mental tak bisa terlalu bergantung pada obat.
"Jangan sedikit-sedikit obat. Ini faktor yang akan bikin ketergantungan," ungkap peneliti utama dalam survei kesehatan mental I-NAMHS tahun 2022.
Masalah Kesehatan Jiwa di Indonesia
Sesi meditasi yang diawali dengan diskusi ini juga dihadiri Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi.
Imran memaparkan data bahwa dua persen penduduk Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas memiliki masalah kesehatan jiwa.
"Tahun 2019, tingkat bunuh diri di Indonesia adalah 2,55 per 100 ribu penduduk," tegasnya.
Advertisement
Meditasi Bisa Jadi Pilihan
Menurut Arsaningsih, meditasi bisa menjadi solusi karena masalah mental sangat terkait dengan spiritualitas seseorang.
"Lewat meditasi, kita bisa merilis energi negatif atau energi stres. Kalau berlibur, itu melupakan stres sementara, karena kita masih berpikir biayanya," ucapnya.
Sejumlah jurnalis dari berbagai media mengikuti sesi meditasi yang berlangsung sekitar 30 menit ini.
Meditasi dimulai dengan duduk tenang dan nyaman, membuka telapak tangan dan mengarahkannya ke langit, menempelkan ujung lidah ke langit-langit mulut, kemudian mendengarkan instruksi dari Arsaningsih.
Ia mengajak para peserta meditasi untuk memaafkan dan meminta maaf kepada kedua orangtua dan diri sendiri. Tak sedikit yang menitikkan air mata dalam sesi tersebut.
Merasa Lebih Plong
Salah satu jurnalis di Jakarta, Nufus, mengatakan bahwa dirinya mengikuti talkshow dan meditasi dengan isi kepala penuh, banyak hal yang dipikirkan. Setelah mengikuti meditasi, bebannya berkurang.
"Saya mengikuti instruksi proses meditasi dan merasa plong," kata Nufus usai mengikuti meditasi Soul Reflection.
Dia mengatakan jurnalis membutuhkan meditasi karena pekerjaannya rentan membuat stres. Setelah pandemi, banyak media mengalami disrupsi digital dan bisnisnya tidak baik-baik saja. Selain itu, beban pekerjaan jurnalis bertambah dengan topik liputan yang teramat banyak.
"Berdampak mental health kepada jurnalis, dan suatu saat bisa jadi bom waktu," kata dia.
Sementara, Wakil Pemimpin Redaksi IDN Times Umi Kalsum menyatakan pada saat awal mengikuti meditasi merasa mengantuk. Umi mengikuti semua instruksi meditasi dan setelah itu merasa plong.
Menurutnya wartawan perlu mengikuti meditasi Soul Reflection untuk mengurangi beban mental. Dia pribadi mengatakan memerlukan meditasi meskipun ada konselor mental health di kantornya.
"Butuh yang dari luar kantor biar lebih bebas," kata Umi.
Advertisement