Liputan6.com, Jakarta - Perdagangan periode 2-6 Desember 2024 akan diwarnai sejumlah sentimen baik global maupun domestik. Dari global, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi menjelaskan, pekan ini China akan merilis data Caixin Manufacturing PMI untuk November 2024.
Data ekonomi itu diperkirakan akan menunjukkan angka 50,5, sedikit lebih tinggi dari Oktober yang tercatat 50,3.
Advertisement
"Jika data Caixin Manufacturing PMI untuk bulan November 2024 dirilis di atas konsensus yang diperkirakan sebesar 50,5, ini akan memberikan dampak positif terhadap pasar, terutama terkait dengan prospek pertumbuhan ekonomi China.
"Kenaikan di atas ekspektasi pasar menunjukkan bahwa sektor manufaktur China lebih kuat dari yang diperkirakan," kata Imam dalam keterangan resmi, Senin (2/12/2024).
Selain China, Amerika Serikat juga akan merilis data PMI, yaitu ISM Manufacturing PMI untuk November 2024, dengan konsensus pasar memperkirakan angka 47,5, sedikit lebih baik dibandingkan dengan hasil Oktober yang tercatat 46,5.
"Saya rasa, point of viewnya lumayan berbeda dengan China yang mengharapkan PMI tetap atau jauh lebih ekspansif, untuk AS pasar akan lebih berharap bahwa ekonomi AS tetap melambat sehingga potensi atau probabilitas pemangkasan suku bunga semakin besar," jelas Imam.
Selain PMI, AS juga akan merilis data Tingkat Pengangguran untuk November 2024 yang diperkirakan tetap berada di 4,1%. Sama seperti data sebelumnya, pasar juga akan tetap berharap tingkat pengangguran AS tetap di level 4,1% atau lebih tinggi, hal ini dapat meningkatkan probabilitas pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (the Fed).
Sentimen lain yang wajib diperhatikan yakni pertemuan OPEC+, di mana pada 5 Desember 2024 OPEC+ akan menggelar pertemuan penting yang telah dijadwalkan ulang setelah sebelumnya tertunda. Pertemuan ini akan membahas keputusan terkait kebijakan produksi global minyak.
Salah satu topik utama yang akan dibahas adalah apakah OPEC+ akan melanjutkan kebijakan pemulihan pasokan yang telah dibatasi, atau memperpanjang pemotongan produksi mereka hingga tahun 2025 guna menghindari kelebihan pasokan di pasar global.
Sisi Domestik
Sementara dari domestik, Imam mengimbau para investor memantau data inflasi untuk November 2024 yang diperkirakan akan turun ke level 1,5% (yoy) dari periode sebelumnya di 1,72% (yoy). Meskipun masih dalam target BI di 2,5%±1%, namun angka tersebut sudah menyentuh batas bawah dari target BI dan mengindikasikan bahwa daya beli konsumen mengalami penurunan.
"Pasar akan lebih berharap data inflasi lebih tinggi dari konsensus atau periode sebelumnya yang mana hal ini menggambarkan daya beli yang membaik," kata Imam.
Selanjutnya ada sentimen impor batu bara China pada November juga dapat menjadi perhatian di pekan ini. Menurut Imam, impor batu bara termal seaborne China diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi pada November, dengan total 37,5 juta ton, meningkat dari 32,12 juta ton pada Oktober. Kenaikan ini seiring dengan meningkatnya pembangkit listrik di China menjelang musim dingin.
Sentimen terakhir dari domestik jelang akhir tahun aktivitas ekonomi cenderung meningkat seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Sektor-sektor seperti ritel, pariwisata, dan perhotelan mendapat manfaat besar dari lonjakan belanja konsumen dan perjalanan liburan. Peningkatan permintaan barang-barang konsumsi, seperti pakaian, elektronik, dan makanan, juga mendorong sektor manufaktur dan distribusi.
Advertisement
Rekomendasi Saham
Berkaca pada sentimen positif dari tren global dan domestik, PT Indo Premier Sekuritas memberikan rekomendasi sejumlah saham yang bisa dicermati dan dipertimbangkan pada pekan ini:
1. Buy on Breakout PTRO (Current Price 19.725, Buy on breakout 20.025, Target 22.000, Stop Loss <19.300).
Peningkatan permintaan batubara di China dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan konstruksi pertambangan di Indonesia, seperti PTRO. Peningkatan permintaan karena musim dingin tidak hanya menguntungkan emiten batu bara, namun emiten yang bergerak di jasa pertambangan batu bara juga akan diuntungkan.
3. Buy BUMI (Current Price 147, Buy 147, Target 160, Stop Loss <140).
BUMI merupakan emiten yang bergerak di sektor batubara dan minyak bumi. Menjelang akhir tahun biasanya aktivitas ekonomi meningkat sehingga meningkatkan permintaan akan minyak bumi dan batu bara untuk mempersiapkan musim dingin.
3. Buy MAPA (Current Price 1100, Buy 1100, Target 1175, Stop Loss <1060).
Menjelang akhir tahun aktivitas ekonomi meningkat seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Sektor ritel, khususnya, diuntungkan dari lonjakan belanja konsumen yang mempersiapkan hadiah atau untuk konsumsi pribadi. Salah satu emiten yang diuntungkan dengan adanya agenda ini adalah MAPA.
Kinerja IHSG Pekan Lalu
Pada sepekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah sebesar 81 poin atau turun -1,13% di level 7.114 pada akhir perdagangan, Jumat, 29 November 2024. Sentimen negatif terlihat dari aliran dana asing yang keluar (outflow) hingga mencapai Rp3,9 triliun di seluruh pasar yang mencerminkan adanya tekanan jual dari investor asing.
Imam menjelaskan kondisi ini menunjukkan kewaspadaan pelaku pasar terhadap perkembangan global dan domestik yang memengaruhi pergerakan indeks.
Dari sisi sentimen global, sebut Imam, ada PCE Oktober 2024 dan rencana pengenaan tarif Donald Trump. Terkait PCE Oktober 2024, Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) di Amerika Serikat menunjukkan inflasi yang stabil dan sesuai ekspektasi pasar.
Secara tahunan (YoY), PCE Price Index mencatatkan kenaikan 2,3%, sesuai dengan konsensus dan lebih tinggi dibandingkan angka bulan sebelumnya sebesar 2,1%. Secara bulanan (MoM), PCE Price Index tumbuh 0,2%, konsisten dengan bulan sebelumnya dan ekspektasi pasar.
"Peningkatan inflasi PCE di Amerika Serikat, meskipun stabil dan sesuai ekspektasi, dapat memberikan dampak negatif terhadap pasar Indonesia. Inflasi yang tetap tinggi meningkatkan kemungkinan Federal Reserve mempertahankan kebijakan moneter ketat lebih lama, termasuk suku bunga yang tinggi," kata Imam.
Imam menambahkan, kondisi ini dapat memicu arus keluar dana asing (capital outflow) dari pasar saham dan obligasi di Indonesia, karena investor global cenderung memilih aset berbasis dolar AS yang menawarkan imbal hasil lebih menarik. Selain itu, tekanan terhadap nilai tukar Rupiah bisa meningkat, yang dapat memperbesar biaya impor dan mempengaruhi stabilitas harga domestik.
Advertisement
Sentimen Donald Trump
Selanjutnya, terkait Presiden Terpilih Amerika Serikat Donald Trump yang berencana mengenakan tarif 25% pada semua produk dari Meksiko dan Kanada, serta akan akan memberi tarif tambahan sebesar 10% untuk Tiongkok atau China, rencana pengenaan tarif ini secara tidak langsung dapat memberikan dampak negatif bagi pasar domestik.
"Rencana pengenaan tarif ini dapat memicu perang dagang yang pada akhirnya dapat meningkatkan ketidakpastian di pasar global, yang pada gilirannya dapat melemahkan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah," ujar Imam.
Imam menambahkan ketidakpastian yang dihasilkan dari kebijakan perdagangan yang proteksionis ini dapat mempengaruhi aliran investasi asing ke Indonesia, dengan investor cenderung menghindari pasar yang lebih berisiko. Hal ini dapat menyebabkan capital outflow dan mempengaruhi stabilitas pasar saham Indonesia. Sementara itu dari domestik, ada sentimen Pilkada Serentak 2024 dan rencana kenaikan PPN 12%.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia memiliki dampak yang positif terhadap aktivitas ekonomi. Menjelang Pilkada, terjadi peningkatan belanja untuk kampanye, logistik, dan promosi yang dapat mendorong aktivitas ekonomi. Hal ini juga tercermin pada IHSG yang membukukan kinerja yang positif setelah Pilkada Serentak sejak tahun 2025. Sektor-Sektor yang diuntungkan oleh Pilkada antara lain sektor infrastruktur dan penunjangnya.
Di mana kepala daerah baru sering menjadikan pengembangan infrastruktur sebagai prioritas untuk meningkatkan daya saing wilayahnya, sektor konsumsi. Lalu ada peningkatan belanja kampanye, logistik, dan aktivitas ekonomi menjelang Pilkada meningkatkan daya beli masyarakat dan sektor media dan percetakan.
Pilkada meningkatkan belanja iklan dan promosi kampanye, yang menguntungkan perusahaan di sektor media, percetakan, dan periklanan. Selanjutnya terkait sentimen rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia menjadi 12% yang dijadwalkan berlaku pada 1 Januari 2025 diperkirakan memberikan dampak yang negatif bagi ekonomi Indonesia. Kenaikan PPN ini bisa meningkatkan biaya konsumsi, yang pada gilirannya dapat menekan daya beli masyarakat.