Bukan Obat Bebas, Waspadai Efek Samping Obat Tramadol pada Anak dan Remaja

Beberapa waktu lalu pihak kepolisian Tasikmalaya menangkap tiga pelaku yang menjual obat tramadol kepada anak dan remaja. Padahal obat ini hanya boleh digunakan atas resep dokter dan umumnya tidak untuk anak.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 02 Des 2024, 11:00 WIB
Ilustrasi Obat Tramadol

Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu Polres Tasikmalaya, Jawa Barat menangkap tiga pelaku penjual obat tramadol dan eximer. Menurut Kasat Narkoba Polres Tasikmalaya AKP Beni Firmansyah ketiga tersangka menyasar pelajar sebagai pangsa pasar obat tersebut.

“Modusnya memanfaatkan pelajar yang masih labil serta diiming imingi enak tidur saat konsumsi obat ini,” ujar dia mengutip Regional Liputan6.com.

“Awalnya dari mulut ke mulut dia menyampaikannya kalau mau enak tidur pake obat ini, awalnya diimingi seperti itu,” papar dia.

Praktisi kesehatan masyarakat dokter Ngabila Salama mengungkapkan tramadol adalah obat analgesik yang digunakan untuk mengatasi nyeri sedang hingga berat.

Ngabila mengungkapkan bahwa obat ini umumnya digunakan pada orang dewasa. Sementara itu, pada anak-anak diberikan dengan sangat hati-hati.

"Pemberian tramadol pada anak-anak dan remaja harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena potensi efek samping yang serius, termasuk efek pada perilaku," kata Ngabila dalam pesan tertulis yang diterima Liputan6.com ditulis Senin, 2 Desember 2024.

Ngabila mengatakan bahwa untuk anak sebisa mungkin menggunakan obat penghilang rasa sakit lain yang lebih aman untuk anak-anak seperti parasetamol dan ibuprofen.

"Jika tramadol harus diberikan kepada anak atau remaja, penting untuk memantau perilaku mereka secara ketat selama pengobatan," kata Ngabila.

 


Efek Samping Tramadol untuk Anak dan Remaja

Konsumsi obat tramadol harus menggunakan resep dokter. Lalu, dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengungkapkan bahwa tramadol tidak diberikan kepada anak atau remaja dengan riwayat gangguan mental dan emosional.

Ngabila mengungkapkan orangtua wajib tahu efek samping dari pemberian tramadol pada anak atau remaja. Bisa saja muncul tanda-tanda anak jadi lebih agresif.

"Apabila anak atau remaja menunjukkan tanda-tanda agresivitas atau efek samping lain setelah mengonsumsi tramadol, segera konsultasikan dengan dokter untuk menyesuaikan dosis atau mengganti obat," pesan Ngabila.

 


Efek Samping Tramadol pada Anak dan Remaja

Ngabila mengungkapkan beberapa efek samping obat tramadol pada anak dan remaja. 

1. Gangguan Sistem Saraf Pusat

Tramadol bekerja pada reseptor opioid di otak dan dapat menyebabkan efek seperti sedasi, pusing, kebingungan, atau bahkan halusinasi.

"Pada anak-anak dan remaja, hal ini dapat memengaruhi suasana hati dan perilaku," kata Ngabila.

2. Agresivitas

Beberapa laporan menunjukkan bahwa tramadol dapat menyebabkan perubahan perilaku, termasuk peningkatan agresivitas. Ada kemungkinan berkaitan dengan interaksi tramadol dengan neurotransmiter seperti serotonin dan norepinefrin di otak.

3. Efek Neuropsikologis

Gangguan tidur, kegelisahan, dan iritabilitas merupakan efek samping yang dapat memengaruhi kontrol emosi.

"Pada remaja yang sudah memiliki predisposisi gangguan mental atau emosional, tramadol dapat memperburuk kondisi tersebut," katanya. 


Tramadol Bisa Tingkatkan Risiko Kejang

Peredaran obat yang bisa menyebabkan ketertantungan yakni tramadol dan eximer di sebuah toko buku di Tangerang. (Pramita).

 4. Risiko Kejang

Tramadol dapat meningkatkan risiko kejang, terutama pada dosis tinggi atau jika digunakan bersama obat lain yang menurunkan ambang kejang. Kejang dapat menyebabkan stres emosional yang memicu agresivitas.

5. Sindrom Serotonin

Jika tramadol dikombinasikan dengan obat yang meningkatkan kadar serotonin, seperti antidepresan, dapat terjadi sindrom serotonin yang menyebabkan perubahan mental, termasuk agitasi dan agresi.

6. Efek Ketergantungan

Konsumsi tramadol tidak ditujukan untuk jangka panjang. Tramadol memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan.

Ketika efek obat mulai berkurang, anak atau remaja mungkin menunjukkan perilaku impulsif atau agresif sebagai reaksi terhadap gejala putus obat.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya