Cak Imin Ungkap Keprihatinan Pilkada 2024 Penuh Money Politic, Tanda Demokrasi Tak Sehat?

Cak Imin ungkap kekhawatirannya terhadap maraknya politik uang di Pilkada 2024 yang dapat merusak demokrasi.

oleh Rizka Muallifa diperbarui 02 Des 2024, 11:35 WIB
Hati-Hati Serangan Fajar, Aturan Untuk Penerima Politik Uang

Liputan6.com, Jakarta Pilkada 2024 diwarnai oleh masalah besar yang mencemari demokrasi Indonesia yakni money politic atau politik uang. Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin, mengungkapkan rasa prihatin atas maraknya praktik politik uang yang mempengaruhi jalannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dalam acara pembukaan Munas V Perempuan Bangsa di Hotel Sultan Jakarta, pada Sabtu, 30 November 2024, Cak Imin berbicara keras mengenai hal ini. Menurutnya, persaingan dalam Pilkada yang digelar serentak tahun depan menunjukkan kondisi yang tidak sehat, di mana uang menjadi faktor penentu dalam pemilihan kepala daerah.

Fenomena politik uang ini semakin meresahkan ketika Cak Imin menyoroti salah satu contoh dari Pilgub Riau, di mana calon Gubernur dari PKB, Abdul Wahid, menyampaikan bahwa akan sulit untuk menang tanpa mengeluarkan uang. Meskipun demikian, Cak Imin memberikan contoh bahwa Wahid berhasil memenangkan kompetisi tersebut tanpa harus mengeluarkan uang. Cak Imin menilai bahwa situasi ini menunjukkan adanya pelemahan serius dalam demokrasi Indonesia, di mana pilihan rakyat bukan lagi berdasarkan kualitas calon, tetapi hanya karena uang.

Selain itu, Cak Imin mengungkapkan bahwa hasil survei yang diterimanya menunjukkan harga minimal satu suara dalam Pilkada bisa mencapai Rp300 ribu. Praktik ini, menurutnya, menggambarkan betapa mendalamnya masalah politik uang yang terjadi, dan ini adalah masalah besar yang harus segera diatasi untuk memperbaiki sistem pemilihan umum yang ada.


Politik Uang Mengancam Integritas Pilkada

Pilkada serentak 2024 disebut oleh Cak Imin diwarnai dengan praktik politik uang yang mengancam kualitas demokrasi. Cak Imin mengatakan bahwa uang telah menjadi komoditas penting dalam perolehan suara, yang dapat merusak integritas pemilihan. 

"Ini gawat, demokrasi kita mengalami pelemahan yang sangat mengerikan," ujarnya, dikutip dari Liputan6.com.

Dalam beberapa diskusi dengan calon kepala daerah, termasuk Abdul Wahid dari Riau, Cak Imin mendengar langsung bahwa keberhasilan dalam Pilkada sangat tergantung pada seberapa banyak uang yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa uang, kemenangan dalam Pilkada sangat sulit dicapai.


Pentingnya Evaluasi Terhadap Sistem Pilkada

Hari ini, Selasa (26/11/2024), Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta mendistribusikan logistik untuk Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Cak Imin mengusulkan bahwa sistem Pilkada harus dievaluasi secara menyeluruh. Evaluasi ini penting untuk mengurangi biaya tinggi yang diperlukan dalam pemilihan. Dalam perbincangannya dengan Presiden Prabowo Subianto, Cak Imin berharap agar sistem Pilkada yang ada bisa diperbaiki untuk menghindari ketergantungan pada uang.

"Jika kita tidak segera memperbaiki sistem Pilkada, politik uang akan terus menggerogoti jalannya pemilu," kata Cak Imin. 

Diskusi ini diharapkan bisa membuka jalan bagi perbaikan sistem pemilihan kepala daerah di masa mendatang.


Biaya Tinggi untuk Mengamankan Suara

Salah satu fakta mengejutkan yang diungkapkan Cak Imin adalah harga untuk mengamankan satu suara dalam Pilkada, yang bisa mencapai Rp300 ribu. 

"Hasil survei menunjukkan, untuk diterima, uang minimal yang dibutuhkan adalah Rp300 ribu per suara," jelasnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa banyak calon kepala daerah harus mengeluarkan biaya besar untuk memenangkan kontestasi. Cak Imin menyarankan agar uang yang dikeluarkan tidak menjadi faktor utama dalam menentukan pemenang Pilkada, karena ini akan merusak esensi dari pemilihan yang sehat.


Mendorong Pembenahan Sistem Pemilu

Ilustrasi Pemilu

Cak Imin berharap agar pembenahan sistem Pilkada tidak hanya dilakukan di tingkat daerah, tetapi juga dalam undang-undang yang mengatur pemilu. Ia bersama Presiden Prabowo Subianto telah mendiskusikan hal ini dan berkomitmen untuk memperbaiki sistem yang ada melalui pembaruan dalam undang-undang pemilu.

"Diskusi ini penting untuk memastikan agar Pemilu dan Pilkada dapat berjalan lebih transparan dan efisien," ujar Cak Imin, yang juga menginginkan adanya perubahan pada paket UU Pemilu dan UU Politik yang lebih mendukung kompetisi yang sehat.


Peluang dan Tantangan 

Meskipun telah ada upaya perbaikan, tantangan untuk mengatasi politik uang dalam Pilkada masih besar. Banyak pihak merasa bahwa sistem politik uang ini sudah terlanjur mengakar kuat di masyarakat. Cak Imin tetap optimis bahwa perubahan masih mungkin dilakukan dengan kerja keras dan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah dan penyelenggara pemilu.

"Sistem yang lebih adil dan transparan harus menjadi tujuan bersama kita," ujar Cak Imin. 

Ini adalah langkah awal yang penting dalam memastikan bahwa demokrasi Indonesia tetap sehat dan kuat.


Apa yang dimaksud dengan politik uang dalam Pilkada?

Politik uang dalam Pilkada merujuk pada praktik memberi uang atau barang kepada pemilih untuk mempengaruhi pilihan mereka dalam pemilihan kepala daerah. Praktik ini merusak integritas pemilihan dan menurunkan kualitas demokrasi.


Mengapa politik uang dapat merusak demokrasi?

Politik uang merusak demokrasi karena pemilih tidak memilih berdasarkan kualitas calon pemimpin, tetapi berdasarkan pemberian uang. Hal ini membuat kompetisi dalam Pilkada tidak adil dan berisiko menghasilkan pemimpin yang tidak berkualitas.


Berapa biaya yang diperlukan untuk memenangkan Pilkada?

Berdasarkan hasil survei yang diterima Cak Imin, biaya minimal yang diperlukan untuk mengamankan satu suara dalam Pilkada bisa mencapai Rp300 ribu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya