Harga Beras Alami Deflasi 0,45% di November 2024

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, harga beras mengalami penurunan atau deflasi sebesar 0,45 persen pada November 2024.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 02 Des 2024, 12:18 WIB
Warga saat membeli beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang hingga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram akibat bertambahnya biaya transportasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, harga beras mengalami penurunan atau deflasi sebesar 0,45 persen pada November 2024.

"Komoditas beras mengalami deflasi sebesar 0,45 persen, dengan andil deflasi sebesar 0,02 persen pada November 2024," jelas Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Senin (2/12/2024).

Adapun deflasi harga beras ini terjadi serentak di 26 provinsi. Dengan penurunan terdalam terjadi di Papua Pegunungan, yang mengalami deflasi beras hingga sebesar 4,64 persen.

Sementara inflasi beras masih terjadi di 8 provinsi, dengan inflasi tertinggi berada di Jambi sebesar 1,17 persen.

Jika dilihat dalam tiga tahun terakhir, harga beras memasuki periode November memang kerap mengalami penurunan dibanding bulan-bulan sebelumnya.

Namun, deflasi beras baru tercatat pada November 2024 ini. Sebelumnya, komoditas beras masih mengalami inflasi 0,37 persen pada November 2022, dan sebesar 0,43 persen di November 2023.

"Secara historis tekanan inflasi komoditas beras di bulan November menunjukan penurunan dibandingkan dengan kondisi Oktober. Hal ini terjadi pada 3 tahun terakhir, 2022-2024," turut Amalia.

 


Inflasi November 2024 Sentuh 0,30%, Ini Pendorongnya

Pedagang merapikan barang dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Secara umum, bahan makanan deflasi tapi ada kenaikan cabai merah sehingga peranannya mengalami inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan inflasi November 2024 menjadi sebesar 0,30 persen secara bulanan. Angka itu lebih besar dibanding inflasi bulanan pada Oktober 2024 sebesar 0,26 persen. 

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, inflasi November 2024 terjadi karena adanya kenaikan indeks harga konsumen (IHK), dari 106,01 pada Oktober 2024 menjadi 106,3 pada November 2024. 

"Secara year on year, terjadi inflasi sekitar 1,55 persen. Secara tahun kalender atau year to date terjadi inflasi sebesar 1,12 persen," ujar Amalia, Senin (2/12/2024).

Meskipun inflasi bulanan pada November 2024 ini lebih tinggi dibandingkan Oktober 2024, tetapi masih lebih rendah secara tahunan (year on year) jika dibandingkan pada November 2023. 

Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi terbesar antara lain, makanan, minuman dan tembakau, dengan inflasi sebesar 0,78 persen dan memberikan andil inflasi sebesar 0,22 persen. 

"Komoditas yang mendorong inflasi pada kelompok ini adalah bawang merah dan tomat, yang masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,10 persen," imbuh Amalia.

Sementara terdapat komoditas lain yang memberikan andil inflasi. Antara lain, emas perhiasan dengan andil 0,04 persen, dating ayan ras dan minyak goreng, dengan andil inflasi 0,03 persen. 

"Bawang putih, ikan segar, sigaret kretek mesin, tarif angkutan udara, dan kopi bubuk memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen," tutur Amalia. 

 

 


Inflasi November 2024 Diprediksi Naik karena Permintaan Musiman

Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan angka inflasi pada Senin pagi ini. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan tingkat inflasi tetap berada di bawah 2% hingga akhir 2024. Khusus untuk November 2024, inflasi bulanan diperkirakan 0,30% 

Josua meramal inflasi 2024 berkisar antara 1,7-2,0%, dibandingkan dengan 2,81% di tahun 2023, yang mencerminkan lingkungan inflasi yang lebih terkendali.

Angka inflasi yang lebih rendah ini dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk mempertimbangkan penurunan BI-Rate, terutama jika diselaraskan dengan potensi penurunan suku bunga The Fed.

“Kami memperkirakan inflasi akan tetap berada di bawah dua persen pada akhir 2024, dengan proyeksi kenaikan menjadi sekitar tiga persen pada tahun 2025,” kata Josua dikutip dari Antara, Senin (2/12/2024).

Prakiraan ini didasarkan pada adanya beberapa faktor. Faktor tekanan harga energi global, yang didorong oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan kawasan Euro menjadi salah satunya, dengan adanya kemungkinan bakal diimbangi oleh potensi penurunan permintaan global.

 


Risiko Kenaikan

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan tren penurunan inflasi ini menunjukan stabilitas harga komoditas pangan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, risiko kenaikan dapat muncul menjelang akhir tahun, terutama dari peningkatan permintaan musiman yang terkait dengan liburan Natal dan Tahun Baru.

Pada 2025, Josua memperkirakan inflasi akan meningkat seiring dengan beberapa langkah kebijakan pemerintah.

Nota Keuangan 2025 menyoroti rencana untuk memberlakukan cukai pada minuman kemasan berpemanis dan meningkatkan tarif PPN.

Selain itu, setelah perlambatan yang signifikan pada tahun 2024, tingkat inflasi akan dipengaruhi oleh efek basis yang rendah.

Di luar dampak yang disebabkan oleh kebijakan, inflasi diperkirakan akan meningkat karena permintaan konsumen yang membaik, yang berpotensi menyebabkan inflasi tarikan permintaan yang moderat.

"Meskipun diperkirakan akan meningkat, inflasi diproyeksikan akan tetap terkendali, mencapai sekitar 3,12 % pada akhir tahun 2025, sesuai dengan kisaran target Bank Indonesia sebesar 1,5 - 3,5 %," ujarnya.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya