6 Respons Sejumlah Pihak Terkait Wacana Usulan Pengembalian Polri di Bawah Kemendagri

Pernyataan itu disampaikan buntut, dugaan kecurangan yang melibatkan Kepolisian dalam penyelenggaraan sejumlah Pilkada 2024, yang dituduhkan PDIP.

oleh Hisyam Adyatma diperbarui 02 Des 2024, 12:39 WIB
Ilustrasi polri (sumber: polri.go.id)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus melontarkan wacana soal Polri kembali di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pernyataan itu disampaikan buntut, dugaan kecurangan yang melibatkan Kepolisian dalam penyelenggaraan sejumlah Pilkada 2024, yang dituduhkan PDIP.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Najih Prastiyo menyatakan hal tersebut jangan hanya diwacanakan semata, tapi harus dibuktikan.

"Ini adalah klaim yang harus dipertanggungjawabkan dan perlu dibuktikan, karena mengingat dalam Pilpres terakhir juga terjadi tuduhan yang tidak mampu dibuktikan," kata dia, Senin (2/12/2024).

Selain itu, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Rahmat Hidayat Pulungan, menuturkan tidak setuju dengan usulan Polri berada di bawah Kemendagri dan TNI. Karena ada sejumlah hal yang tidak sesuai dengan tugas Polri.

Rahmat menjelaskan, penempatan Polri di bawah TNI tidak bisa karena perbedaan bidang. TNI di bidang pertahanan, dengan doktrin sistem pertahanan semesta. Sedangkan Polri di bidang Kamtibmas, dengan doktrin perlindungan, pelayanan dan pengayoman masyarakat.

“Kalau mau ditempatkan di bawah TNI, harus ada perubahan doktrin TNI seperti ABRI dulu dengan doktrin Sishankamrata. Namun itu artinya kemunduran dan berpotensi melanggar konstitusi,” katanya dalam keterangannya, Minggu, 1 Desember 2024.

Kemudian, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menyatakan tak setuju terhadap gagasan menempatkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Andi Gani menolak keinginan sebagian pihak yang ingin mengembalikan Polri di bawah TNI, maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Karena, Polri sudah berupaya untuk menjadi institusi yang baik sebagai penjaga keamanan, pengayom, pelindung masyarakat," ujar Andi Gani di Jakarta, yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Minggu, 1 Desember 2024.

Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait wacana usulan pengembalian Polri di bawah TNI-Kemendagri dihimpun Tim News Liputan6.com:

 


1. Pemuda Muhammadiyah Sebut Kontradiktif dengan Reformasi

Polri tengah menjadi sorotan pasca helatan Pilkada 2024 ini, pasalnya ada kalangan masih berpandangan institusi tersebut cawe-cawe, meskipun belum ada yang melapor secara resmi.

Terkait hal ini, Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Najih Prastiyo memandang hal tersebut jangan hanya diwacanakan semata, tapi harus dibuktikan.

"Ini adalah klaim yang harus dipertanggungjawabkan dan perlu dibuktikan, karena mengingat dalam Pilpres terakhir juga terjadi tuduhan yang tidak mampu dibuktikan," kata dia, Senin (2/12/2024).

Najih juga menganggap wacana agar Polri kembali berada di bawah Kemendagri sebagai wacana yang tak berdasar. Ia menganggap wacana tersebut justru kontradiktif dengan amanah reformasi.

"Bahwa pemisahan Polri dan TNI justru jadi bagian dari amanah reformasi yang harus dirawat, apalagi menimbang kompleksitas masalah yang harus ditangani kepolisian saat ini. Ini kontrapoduktif dengan agenda reformasi. Jangan mengada-ada," jelas dia.

Menurut Najih, para elite politik saat ini harusnya mampu mendorong kedewasaan dan kematangan berdemokrasi, utamanya untuk kepentingan membangun demokrasi yang seimbang di masa depan.

“Elite politik saat ini mestinya hadir menunjukkan ketauladanan berdemokrasi. Ini penting untuk membangun pranata demokrasi di masa depan. Sikap dan klaim semacam itu tidak mendidik publik," pungkasnya.

 


2. PBNU Sebut Tidak Sesuai dengan Tugas Polri

Wacana pengembalian Polri di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menuai banyak polemik. Salah satu kritikan datang dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Rahmat Hidayat Pulungan, menuturkan tidak setuju dengan usulan Polri berada di bawah Kemendagri dan TNI. Karena ada sejumlah hal yang tidak sesuai dengan tugas Polri.

Rahmat menjelaskan, penempatan Polri di bawah TNI tidak bisa karena perbedaan bidang. TNI di bidang pertahanan, dengan doktrin sistem pertahanan semesta. Sedangkan Polri di bidang Kamtibmas, dengan doktrin perlindungan, pelayanan dan pengayoman masyarakat.

“Kalau mau ditempatkan di bawah TNI, harus ada perubahan doktrin TNI seperti ABRI dulu dengan doktrin Sishankamrata. Namun itu artinya kemunduran dan berpotensi melanggar konstitusi,” katanya dalam keterangannya, Minggu, 1 Desember 2024.

Kondisi serupa juga terjadi bila Polri berada di bawah Kemendagri. Rahmat menilai, Polri sebagai penyelenggara pemerintahan di bidang keamanan, akan ada kesulitan dalam penyesuaian dengan ASN lainnya.

“Karena perbedaan tupoksi dan kekhususan lain, seperti kewenangan penggunaan kekerasan (enforcement) dan senjata api. Kemendagri juga sudah terlalu besar beban tugasnya saat ini,” kata dia.

 


3. Buruh Minta Itu Tidak Dilakukan

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menyatakan tak setuju terhadap gagasan menempatkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Andi Gani menolak keinginan sebagian pihak yang ingin mengembalikan Polri di bawah TNI, maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Karena, Polri sudah berupaya untuk menjadi institusi yang baik sebagai penjaga keamanan, pengayom, pelindung masyarakat," ujar Andi Gani di Jakarta, yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Minggu 1 Desember 2024.

Menurut dia, kinerja Polri sejauh ini sangat baik. Apalagi, kata Andi Gani, jika berhubungan dengan buruh, Polri telah menjadi jembatan yang baik bagi buruh untuk menyampaikan pendapatnya.

"Buruh dapat menyampaikan pendapat dengan aman tanpa ada tekanan apa pun dari aparat kepolisian," terang dia.

Andi Gani meminta usulan itu perlu dicermati secara mendalam dan hati-hati mengingat posisi Polri melalui proses yang panjang dan kajian mendalam. Selain itu, dia menilai, pentingnya menjaga profesionalisme, baik di tubuh TNI maupun Polri sebagai bagian dari kedewasaan negara.

"Langkah ke depan seharusnya memperkuat profesionalisme masing-masing institusi, bukan malah mencampuradukkan fungsi dan wewenang," papar Andi Gani.

Dia juga menilai, dibawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat ini sangat baik. Secara kelembagaan, kata dia, kepolisian sudah on the track dan semakin diterima baik oleh segenap lapisan masyarakat.

"Kami melihat di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, polisi mendapat kepercayaan masyarakat yang positif. Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak berjalan tertib, lancar, damai dan aman. Bila ada kekurangan mari diperbaiki. Kami yakin, Kapolri sangat terbuka akan hal itu," tandas Andi Gani.

 


4. Cederai Prinsip Demokrasi

Ketua Umum Cendekia Muda Nusantara (CMN), Afan Ari Kartika mengkritik keras terkait wacana pengembalian Polri di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang diusulkan oleh Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Deddy Sitorus.

Menurutnya, langkah tersebut tidak hanya bertentangan dengan semangat reformasi 1998, tetapi juga dapat merusak sistem birokrasi dan demokrasi yang telah dibangun selama dua dekade terakhir.

Afan menegaskan bahwa usulan untuk menempatkan Polri di bawah TNI atau Kemendagri merupakan langkah mundur yang mengingkari semangat reformasi 1998. Reformasi tersebut, yang berujung pada TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 dan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000, menjadi landasan konstitusional bagi pemisahan Polri dari TNI.

Adapun langkah pemisahan ini bertujuan untuk memastikan adanya peran yang jelas antara aparat sipil (Polri) yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri, serta aparat militer (TNI) yang bertugas menjaga pertahanan negara.

“Reformasi ini adalah tonggak sejarah penting bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Wacana untuk mengembalikan Polri di bawah TNI atau Kemendagri adalah sebuah langkah mundur yang mengingkari semangat reformasi. Ini bukan hanya akan mencederai prinsip demokrasi, tetapi juga mengarah pada kebangkitan kembali pendekatan militeristik yang telah kita tinggalkan,” ujar Afan dalam keterangannya, Minggu 1 Desember 2024.

Pemisahan Polri dan TNI yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal ini, lanjut Alfan, adalah sebuah pencapaian penting dalam pembentukan negara hukum yang demokratis.

Oleh karena itu, ia menilai, mengembalikan Polri ke bawah TNI atau Kemendagri, akan merusak tatanan tersebut dan mengancam kewibawaan lembaga kepolisian dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat sipil, jelas Afan.

Afan juga menyoroti potensi buruk yang bisa muncul jika Polri ditempatkan di bawah Kemendagri. Meskipun usulan ini dianggap lebih rasional dibandingkan dengan menempatkan Polri di bawah TNI, langkah ini tetap berisiko merusak reformasi birokrasi yang sudah berjalan dengan cukup baik dalam dua dekade terakhir.

“Struktur di Kemendagri sudah cukup kompleks, dengan berbagai direktorat jenderal yang menangani urusan dalam negeri. Jika Polri ditempatkan di bawah Kemendagri, ini akan menambah panjang rantai birokrasi yang justru bisa menciptakan masalah baru dalam pengelolaan anggaran dan sumber daya manusia,” jelas Afan.

Afan melihat, salah satu dampak yang dapat terjadi adalah masalah penganggaran. Proses penganggaran akan lebih panjang, karena anggaran Polri harus melalui Kemendagri sebelum disalurkan ke Polri. Proses yang lambat ini berpotensi menghambat operasional Polri dalam menjalankan tugas-tugasnya di lapangan.

Selain itu, adanya penambahan hierarki birokrasi bisa mengurangi efektivitas dan fleksibilitas Polri dalam menghadapi dinamika kejahatan dan ancaman keamanan di Indonesia.

“Polri harus tetap menjadi lembaga yang mandiri dan efisien agar dapat dengan cepat merespons tantangan di lapangan,” imbuhnya.

Afan menyarankan agar fokus dikembalikan pada penguatan mekanisme pengawasan terhadap Polri yang sudah ada, alih-alih mengubah struktur kelembagaannya. Saat ini, ada beberapa saluran pengawasan yang dapat lebih efektif dioptimalkan.

Pertama melalui Kemenko Polkam memiliki peran penting dalam mengawasi kinerja Polri dalam menjaga ketertiban dan keamanan dalam negeri. Dengan koordinasi yang lebih intensif, pengawasan terhadap Polri dapat lebih terarah dan terukur.

Kedua, Ombsuman RI Sebagai lembaga yang mengawasi pelayanan publik, Ombudsman dapat memperkuat pengawasan terhadap Polri dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Hal ini penting agar Polri tidak hanya efektif dalam menegakkan hukum, tetapi juga transparan dan bertanggung jawab.

Ketiga, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Pengawasan eksternal terhadap Polri harus diperkuat melalui lembaga Kompolnas. Afan menekankan perlunya Kompolnas diisi oleh figur-figur independen yang bebas dari pengaruh Polri agar bisa menjalankan tugasnya secara objektif dan efektif.

Terakhir, pengawasan melalui Komisi III DPR yang dapat menjadi mitra kerja Polri juga harus lebih tegas dalam mengawasi kebijakan dan kinerja Polri. Menurut Afan, selama ini Komisi III belum maksimal dalam menjalankan peran pengawasannya terhadap Polri.

“Mereka seringkali hanya reaktif terhadap kasus-kasus besar, padahal pengawasan harus dilakukan secara berkelanjutan,” ujarnya.

 


5.  Tak Sesuai Amanat Reformasi

PP Hikmahbudhi menyayangkan usulan Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Deddy Sitorus tentang dikembalikannya Polri dibawah TNi atau pun Kemendagri. Pasalnya, hal ini sangat mencederai amanat Reformasi.

“Pemisahalan Polri dari ABRI yang sudah dimulai era BJ Habibie pada tahun 1998 Merupakan semangat untuk menjaga profesionalitasan dan Independen Polri dalam menegakan hukum,” ujar Ketua Umum Hikmahbudhi, Candra Aditiya dalam keterangan diterima, Minggu 1 Desember 2024.

Candra menyampaikan, posisi Polri pada saat ini di bawah langsung instruksi Presiden. Hal itu berdasarkan Undang-Undang nomor 2 tahun 2002, Polri memiliki tugas pokok yaitu menjaga keamanan dan ketertiban, menegakan hukum dan mengayomi, melindungi serta melayani masyarakat.

Maka dari itu, Candra menyatakan Hikmahbudhi menolak usulan ketika Polri dikembalikan dibawah TNI/Kemendagri karena akan menghianati semangat Reformasi. Apalagi, saat ini kinerja Polri hari ini sudah baik di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Buktinya, lanjut Candra, kepercayaan publik terhadap Polri mencapai lebih dari 75%.

“Jadi saya rasa hari ini Polri sudah on the track dan menjalankan peran dan tugasnya sangat bagus,” yakin Candra.

Candra menilai, pernyataan usulan yang dilontarkan oleh politisi PDIP terkait hal itu adalah ungkapan kekecewaan karena PDIP kalah dalam Pilkada di berbagai wilayah di Indonesia yang pada akhirnya menuding keterlibatan Polri melakukan intervensi di Pilkada 2024 yang disebutkan sebagai Partai Coklat alias Parcok.

“Tuduhan yang diungkapkan oleh politisi PDIP harus dibuktikan dengan barang bukti yang konkrit jangan malah membuat suasana gaduh di tengah masyarakat dan menggiring opini publik ke sesuatu yang salah,”sa saran Candra.

“Kalah menang para calon pemimpin daerah adalah suatu yang wajar dalam demokrasi yang menjadi penting seharusnya para politikus hari ini harus bisa memberi suri tauladan semangat kegotong royongan serta persatuan,” imbuh dia menandasi.

 


6. Polri Harus Tetap Independen

Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Generasi Muda Buddhis Indonesia (Gemabudhi) Wiryawan menyatakan, Polri harus terus berdiri sendiri demi menjaga independensi. Utamanya dalam menjalankan tugas menegakkan hukum.

"Polri adalah lembaga negara yang tidak harus berada di bawah naungan kementerian/lembaga mana pun," kata Wirya dalam keterangan diterima, Minggu 1 Desember 2024.

Wirya mendorong, Polri harus tetap berdiri sendiri, mengingat perannya dalam upaya penegakan hukum, mengayomi dan melindungi masyarakat harus independen tanpa tekanan dari mana pun.

Wirya berpenadangan, Polri seharusnya langsung berada di bawah Presiden. Sebab, fungsi penegakan hukum yang dijalankan Polri, harus benar-benar diketahui oleh Presiden secara langsung.

"Karena fungsi penegakan hukum harus benar-benar diketahui oleh Presiden tanpa perantara lagi," ungkap Wirya.

Bukan cuma Polri, lanjut Wirya, TNI juga harus berada di bawah Presiden langsung. Hal itu didasari atas alasan yang sama. Termasuk BIN dan Kejaksaan Agung.

Wiryawan mencatat, kinerja Polri sejauh ini sangat baik. Apalagi dalam Pilkada Serentak 2024, kontribusi positif Kepolisian begitu besar. Sehingga, tudingan dan tuntutan PDIP tersebut dinilainya tak berdasar.

"Kita melihat peran Polri dalam pengamanan Pilkada Serentak sangat luar biasa yang bekerja sama dengan TNI. Sehingga Pilkada dapat berjalan dengan aman dan damai," Wirya menandasi.


Infografis

Infografis 5 Poin Krusial Revisi UU Polri (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya