Kasus Perubahan Iklim Akan Disidangkan di Mahkamah Pidana Internasional PBB

Ini adalah sidang terbesar dalam sejarah lembaga itu yang hampir berusia 80 tahun.

oleh Tim Global diperbarui 03 Des 2024, 14:00 WIB
Faktor penggundulan hutan yang kian marak di Brasil juga berkontribusi dalam perubahan iklim. Dengan lebih sedikit pohon, maka penguapan dan transpirasi berkurang, sehingga akan lebih sedikit air yang dilepaskan ke atmosfer. (MICHAEL DANTAS/AFP)

Liputan6.com, Den Haag - Mahkamah Internasional (ICJ), lembaga peradilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa, memulai sidang terbesar dalam sejarahnya pada Senin (2/12/2024).

Dilansir VOA Indonesia, Selasa (3/12), alam sidang yang akan berlangsung selama dua minggu ini, ICJ akan membahas kewajiban hukum negara-negara dunia dalam mengatasi krisis iklim dan membantu negara-negara rentan menghadapi dampaknya.

Sidang ini merupakan tindak lanjut dari permintaan Majelis Umum PBB yang diajukan tahun lalu setelah bertahun-tahun advokasi oleh negara-negara kepulauan kecil.

Permintaan ini bertujuan meminta opini hukum terkait "kewajiban negara-negara terkait perubahan iklim," terutama dalam konteks perlindungan negara-negara yang terancam akibat kenaikan permukaan air laut.

Negara-negara kepulauan seperti Vanuatu berada di garis depan dalam advokasi ini.

"Kami hidup di tengah dampak langsung perubahan iklim. Tanah kami, mata pencaharian kami, budaya kami, bahkan hak asasi kami, sedang terancam," ujar Utusan Perubahan Iklim Vanuatu Ralph Regenvanu.

Dalam satu dekade terakhir, permukaan laut global telah meningkat rata-rata 4,3 cm, dengan wilayah Pasifik mengalami kenaikan yang lebih signifikan. Sementara itu, suhu global telah meningkat 1,3 derajat Celsius sejak era pra-industri akibat pembakaran bahan bakar fosil.

"Kami ingin mahkamah menegaskan bahwa tindakan yang merusak iklim adalah pelanggaran hukum," kata pemimpin tim hukum Vanuatu Margaretha Wewerinke-Singh.


Sidang Terbesar

Ilustrasi Penyebab Perubahan Iklim Credit: pixabay

Meskipun keputusan ICJ bersifat nasihat dan tidak mengikat, keputusan tersebut diharapkan menjadi pijakan hukum yang kuat untuk mendorong tindakan lebih lanjut.

"Opini ini bisa menjadi dasar untuk gugatan hukum domestik dan meningkatkan tekanan global pada negara-negara kaya agar bertindak," ujar seorang pengamat lingkungan.

Pada hari Minggu (1/12), menjelang sidang, kelompok advokasi menyatukan organisasi lingkungan dari seluruh dunia.

Kelompok Mahasiswa Kepulauan Pasifik Melawan Perubahan Iklim — yang pertama kali mengembangkan gagasan untuk meminta opini penasihat — bersama dengan Pemuda Dunia untuk Keadilan Iklim merencanakan aksi sore hari dengan pidato, musik, dan diskusi.

Mulai Senin, mahkamah yang berpusat di Den Haag itu akan mendengarkan keterangan dari 99 negara dan belasan organisasi antarpemerintah selama dua minggu. Ini adalah sidang terbesar dalam sejarah lembaga itu yang hampir berusia 80 tahun.

Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya