Saat Gus Miek Buang 7 Berlian Pemberian Mbah Mangli, Lantas Ini yang Terjadi

Seminggu setelah menerima berlian tersebut, Gus Miek melakukan hal yang mengejutkan. Ia mengajak salah satu santrinya ke Tunjungan Plaza Surabaya dan menjual salah satu berlian itu. Berlian tersebut laku seharga sekitar Rp7 juta, jumlah yang cukup besar pada masa itu.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Des 2024, 00:30 WIB
KH Hamim Thohari Djazuli, akrab dipanggil Gus Miek

Liputan6.com, Jakarta - Kisah karomah wali mewarnai khazanah Islam di Indonesia. Salah satu kisah menarik adalah cerita Gus Sabut, putra dari Gus Miek atau KH Hamim Thohari Djazuli, tentang kejadian luar biasa yang melibatkan Mbah Mangli Magelang.

Dalam sebuah video di kanal YouTube @karomahislam, Gus Sabut menceritakan bagaimana pada tahun 1990-an Gus Miek menerima kunjungan dari Mbah Mangli di Surabaya. Dalam kunjungan tersebut, Mbah Mangli memberikan tujuh buah berlian mahal kepada Gus Miek sebagai tanda penghormatan.

Namun, seminggu setelah menerima berlian tersebut, Gus Miek melakukan hal yang mengejutkan. Ia mengajak salah satu santrinya ke Tunjungan Plaza Surabaya dan menjual salah satu berlian itu. Berlian tersebut laku seharga sekitar Rp7 juta, jumlah yang cukup besar pada masa itu.

Yang menarik, uang hasil penjualan berlian itu langsung dihabiskan oleh Gus Miek pada saat itu juga. Tindakannya ini membuat santri yang menyertainya merasa bingung, tetapi tidak berani mempertanyakan maksud dari tindakan sang guru.

Kenyentrikan Gus Miek tidak berhenti di situ. Dalam perjalanan pulang dari Surabaya menuju Kediri, ia membuang sisa berlian pemberian Mbah Mangli di setiap kabupaten yang dilewati. Tindakan ini mencerminkan sikapnya yang tidak terikat pada harta duniawi.

Gus Sabut mengungkapkan bahwa ayahnya tidak pernah memiliki rumah pribadi hingga akhir hayatnya. Menurutnya, bagi Gus Miek, harta bukanlah tujuan utama dalam hidup. Gus Sabut menekankan bahwa cara pandang Gus Miek terhadap dunia sangat berbeda dengan kebanyakan orang.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Ini Pandangan Gus Miek soal Harta

ilustrasi berlian, Intan merupakan batuan mulia yang menjadi bahan dasar dari berlian.

“Kalau kita, harta sering dijadikan penyemangat ibadah. Sedangkan Gus Miek tidak seperti itu. Itu bedanya manusia biasa dengan nabi dan wali,” kata Gus Sabut.

Gus Sabut menambahkan bahwa para wali memiliki keikhlasan yang luar biasa. Mereka tidak terpengaruh oleh kondisi fisik atau materi, bahkan ketika menghadapi kesulitan.

“Manusia biasa senang badan sehat dan tidak suka sakit. Tapi waliyullah, ketika sakit, tidak pernah terlintas di hati mereka ingin sehat. Mereka hanya meminta agar diberi keikhlasan,” jelasnya.

Kisah ini mengajarkan bahwa harta dan kenyamanan duniawi tidak selalu menjadi ukuran kebahagiaan atau kesuksesan. Bagi para wali, kebahagiaan sejati adalah kedekatan dengan Allah dan keikhlasan dalam menjalani hidup.

Perilaku Gus Miek ini menunjukkan bahwa karomah para wali tidak hanya terletak pada keajaiban yang mereka tunjukkan, tetapi juga pada cara hidup sederhana dan penuh keikhlasan. Keikhlasan inilah yang membuat mereka mampu menjalani hidup tanpa keterikatan pada dunia.

Hikmah yang bisa diambil dari cerita ini adalah pentingnya menjadikan akhirat sebagai tujuan utama dalam hidup. Gus Miek memberikan teladan bagaimana seseorang dapat hidup dengan hati yang lapang meskipun tanpa harta yang melimpah.


Melepaskan Diri dari Keserakahan

KH Hasan Asy'ari atau Mbah Mangli. (Foto: Istimewa via suaranahdliyin.com)

Tindakan Gus Miek membuang berlian juga mengandung pesan moral tentang pentingnya melepaskan diri dari sifat serakah dan kecintaan berlebihan pada dunia. Sikap ini relevan dengan ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk tidak terjebak dalam gemerlap duniawi.

Selain itu, kisah ini juga mengingatkan bahwa harta hanyalah titipan yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali. Oleh karena itu, harta seharusnya digunakan untuk kebaikan dan bukan untuk menumpuk kekayaan semata.

Kisah Gus Miek dan Mbah Mangli menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk menjalani hidup dengan sederhana dan penuh rasa syukur. Dengan begitu, kehidupan akan terasa lebih bermakna dan diberkahi.

Gus Sabut menutup ceritanya dengan pesan bahwa sikap Gus Miek adalah contoh nyata bagaimana seorang wali menjalani hidup dengan penuh keikhlasan. Keikhlasan ini membawa ketenangan hati dan kedekatan dengan Sang Pencipta.

Semoga kisah ini menjadi teladan bagi kita semua untuk lebih menghargai keikhlasan dan kesederhanaan dalam menjalani hidup. Karomah para wali adalah pengingat bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara dan yang abadi adalah kehidupan akhirat.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya