Liputan6.com, Jakarta Kasus kontroversial terkait pernyataan Yulius Setiarto tentang "Partai Coklat" menarik perhatian publik. Anggota DPR dari Fraksi PDIP ini dilaporkan ke MKD setelah menyampaikan kritik keras soal dugaan keterlibatan aparat dalam Pilkada 2024. Isu ini mencuat setelah Yulius mengunggah video yang dianggap menyinggung integritas Polri dalam proses demokrasi.
Polemik ini tidak hanya memicu respons dari MKD, tetapi juga beragam opini masyarakat. Berbagai pihak mendukung, sementara lainnya menganggap laporan ini terlalu dipaksakan. Klarifikasi dari Yulius dan pelapor, Ali Hakim Lubis, menjadi fokus utama sidang MKD pada 3 Desember 2024.
Advertisement
Melalui sidang ini, MKD dihadapkan pada dilema antara menjaga integritas lembaga parlemen dan memberikan keadilan kepada pihak-pihak yang terlibat. Bagaimana jalannya proses ini dan apa saja fakta menarik di baliknya?
Awal Mula Pernyataan Yulius Setiarto tentang "Partai Coklat"
Yulius Setiarto pertama kali mengunggah video pada 25 November 2024 di Instagram. Dalam video itu, ia menyebut dugaan keterlibatan aparat kepolisian, yang disebutnya sebagai "Partai Coklat," dalam Pilkada serentak 2024. Yulius mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan klarifikasi terkait tudingan tersebut.
Unggahan ini menyebar luas dan memicu polemik. Sebagian pihak menilai Yulius hanya menjalankan fungsi pengawasan sebagai anggota DPR. Namun, tuduhan itu dianggap sensitif dan merusak nama baik institusi Polri.
Advertisement
Pelaporan oleh Ali Hakim Lubis
Pelapor dalam kasus ini, Ali Hakim Lubis, adalah anggota DPRD dari Fraksi Gerindra. Ali melaporkan Yulius ke MKD karena menilai pernyataan itu melanggar kode etik. Klarifikasi awal dilakukan pada 2 Desember 2024, di mana Ali menyerahkan bukti berupa video unggahan Yulius.
Ali mengklaim laporan ini dilakukan sebagai warga negara biasa, bukan atas nama partai atau institusi tertentu. Namun, keterlibatan politisi dalam melaporkan sesama anggota legislatif memunculkan spekulasi adanya kepentingan politik.
Klarifikasi Yulius di Hadapan MKD
Pada 3 Desember 2024, Yulius menghadiri sidang MKD dan menegaskan bahwa pernyataannya didasarkan pada fakta. Ia mengaku tidak bermaksud memfitnah Polri, apalagi mengingat dirinya berasal dari keluarga besar kepolisian.
Dalam sidang, Yulius menjelaskan bahwa narasi "Partai Coklat" berasal dari tayangan podcast yang kemudian ia bagikan di media sosial. Ia meminta agar Polri memberikan klarifikasi untuk mengakhiri polemik ini.
Advertisement
Reaksi Beragam dari Publik
Publik terpecah menanggapi kasus ini. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyebut laporan terhadap Yulius sebagai bentuk pemaksaan. Ia menilai MKD seharusnya fokus pada isu-isu yang terkait langsung dengan kehormatan DPR, bukan lembaga lain.
Namun, langkah MKD juga diapresiasi karena dianggap menunjukkan komitmen menegakkan etika legislatif. Polemik ini mengundang perhatian publik terhadap peran MKD sebagai penjaga integritas parlemen.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Setelah klarifikasi awal, MKD akan menentukan apakah kasus ini layak dilanjutkan ke sidang pleno. Yulius berkomitmen untuk tetap mempertahankan pandangannya, meski laporan ini berpotensi mencoreng citranya sebagai politisi.
Publik juga menunggu respons resmi dari Polri terkait tuduhan tersebut. Jika tidak ditangani dengan baik, isu "Partai Coklat" dikhawatirkan dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses Pilkada.
Advertisement
Apa itu "Partai Coklat"?
Istilah ini merujuk pada dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam proses politik, khususnya Pilkada 2024.
Mengapa Yulius Setiarto dilaporkan ke MKD?
Ia dilaporkan karena unggahannya di media sosial yang dianggap melanggar kode etik dan menyinggung institusi Polri.
Advertisement
Apa fungsi MKD dalam kasus ini?
MKD bertugas memastikan anggota DPR menjalankan tugas dengan etika dan menjaga citra parlemen.