Liputan6.com, Jakarta- Kejadian memilukan yang mirip dengan Tragedi Kanjuruhan baru saja terjadi di Guinea. 56 suporter tewas di Stadion Nzerekore menyusul kerusuhan yang terjadi pada pertandingan buntut dari keputusan kontroversial wasit.
Data korban jiwa mencapai 56 orang ini diungkap pemerintah Guinea. Namun jumlah korban tewas itu dibantah oleh banyak orang di negara itu. Diyakini jumlah korban tewas sebenarnya mendekati 100 orang.
Advertisement
Dugaan korban lebih banyak dari laporan resmi diungkap seorang dokter yang enggan disebutkan identitasnya kepada kantor berita AFP mengatakan ada "mayat-mayat berjejer sejauh mata memandang di rumah sakit".
Kerusuhan suporter pecah di Stadion Nzerekore setelah wasit mengusir dua pemain tim tamu, Labe dan memberikan hadiah penalti. Kesal dengan keputusan wasit, suporter Labe kemudian melempari lapangan dengan batu.
Seperti Tragedi Kanjuruhan, polisi langsung bereaksi keras atas insiden itu dengan menembakkan gas air mata. Akibatnya banyak suporter dilanda kepanikkan dan berusaha memanjat tembok. Banyak mayat tergeletak termasuk anak-anak.
"Semuanya berawal dari keputusan wasit yang ditentang. Kemudian para penggemar menyerbu lapangan," kata seorang saksi mata kepada AFP.
Celakanya hanya ada satu pintu keluar di stadion sehingga korban jiwa menjadi banyak. Satu-satunya pintu keluar juga sangat kecil.
Ditutup-Ditutupi
Pemerintah Guinea menyatakan sedang melakukan penyelidikan atas kejadian ini untuk menemukan pihak yang bersalah. Perdana Menteri Oury Bah menyebut peristiwa itu "tragis" dan menyampaikan belasungkawa kepada mereka yang berduka.
Tapi muncul tudingan pemerintah Guinea menutup-nutupi kejadian memilukan ini. Kepolisian menjaga ketat rumah sakit tempat korban dilarikan. Hanya dokter dan tim medis yang boleh masuk. Akses internet juga dibatasi.
Guinea sendiri termasuk salah satu negara Afrika selain Ethiopia, Gambia, Chad dan Sierra Leone yang sudah dilarang menggelar pertandingan sepak bola internasional. Federasi Sepak Bola Afrika (CAF) menjatuhkan sanksi ini karena menilai venue di negara-negara tersebut tidak sesuai standar internasional.
Akibatnya Guinea harus menjalani laga kandang Kualifikasi Piala Afrika di negara tetangga, Pantai Gading.
Advertisement
Kental Politis
Stadion Nzerekore juga dilaporkan sebenarnya masih belum sepenuhnya selesai dibanngun meski pembangunan sudah dilakukan beberapa tahun terakhir.
Pertandingan yang berakhir tragis ini merupakan turnamen untuk menghormati Presiden Mamady Doumbouya yang merebut kekuasaan lewat kudeta pada September 2021. Pihak posisi menganggap turnamen sepak bola ini bagian dari kampanye yang lebih luas untuk menggalang dukungan bagi pemimpin junta menjelang kemungkinan pencalonan presiden.