Menanti Tuah Santa Claus Rally, Bagaimana Prospek Pasar Saham RI?

Jelang momentum natal dan akhir tahun, pasar saham menanti fenomena Santa Claus Rally. Saat momen itu tiba, umumnya akumulasi di pasar akan meningkat. Namun seperti fenomena musiman lainnya, santa claus rally tak selalu terjadi tiap tahun.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 03 Des 2024, 16:34 WIB
Pekerja mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu perusahaan Sekuritas, Jakarta, Rabu (14/11). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bertahan di zona hijau pada penutupan perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Jelang momentum natal dan akhir tahun, pasar saham menanti fenomena Santa Claus Rally. Saat momen itu tiba, umumnya akumulasi di pasar akan meningkat. Namun seperti fenomena musiman lainnya, santa claus rally tak selalu terjadi tiap tahun.

Secara historis, indeks harga saham gabungan (IHSG) berpotensi hijau pada Desember didorong sentimen positif Santa Claus rally. Menurut catatan Tim Analis Bareksa, menjelang awal Desember 2024, IHSG bergerak sangat fluktuatif dan kembali ke level harga bulan Agustus 2024 sekitar 7.100.

Hal ini karena sejumlah faktor global seperti potensi kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS) hingga inflasi yang diperkirakan naik lebih tinggi pada musim liburan akhir tahun. Hal itu dinilai bisa mempengaruhi kebijakan pemangkasan suku bunga AS pada Desember 2024.

"Karena inflasi AS belum mencapai target 2%, kemudian pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan data tenaga kerja masih tergolong baik, maka tren penurunan suku bunga diprediksi akan melambat. Hal ini mengakibatkan aliran dana asing keluar dari pasar saham negara berkembang, termasuk Indonesia dan kembali ke AS," mengutip ulasan Tim Analis Bareksa, Selasa (3/12/2024).

selama bulan Oktober 2024, investor asing sudah melakukan transaksi jual lebih besar dan lebih sering dibandingkan transaksi beli di IHSG. Kemudian net sell berlanjut di November, usai kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum (Pemilu) presiden, dengan total jual bersih mencapai Rp16,5 triliun dalam sebulan terakhir per 29 November.

Karena tekanan jual yang masih besar, investor menjadi cenderung wait and see. Terlihat dari pergerakan IHSG yang bergerak di kisaran 7.100-7.300 dalam dua pekan terakhir.

"Di sisi lain, mempertimbangkan IHSG saat ini yang sudah hampir di level 7.000 atau terendah dalam tiga bulan, namun masih ada potensi penurunan sekitar 1,5%. Jika menembus 7.000, maka level support IHSG berikutnya di sekitar 6.900 hingga 6.700 dan potensi penurunannya 2,8-5,6%," tulis ulasan itu.

 

 


IHSG Bertahan di Level 7.100

Karyawan memfoto layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, jika IHSG mampu bertahan di level 7.100, cenderung bergerak sideways pada pekan pertama Desember, serta tekanan jual investor asing mereda, maka investor dengan profil risiko agresif bisa mempertimbangkan akumulasi beli secara bertahap.

Menurut Tim Analis Bareksa, bulan Desember bisa jadi momentum bagi investor agresif untuk meraih potensi keuntungan yang optimal di pasar saham. Sebab, secara historis IHSG hampir selalu mencatat kinerja positif.

Dalam 10 tahun terakhir, IHSG hanya 1 kali mencatat penurunan, yakni di 2022 karena saat itu Bank Sentral AS maupun Indonesia masih menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi. Sebaliknya, saat ini justru trennya adalah suku bunga turun guna mendongkrak ekonomi dan daya beli masyarakat.

 


Kenaikan IHSG

Pengunjung tengah melintasi layar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam beberapa periode kenaikan IHSG, beberapa indeks saham seperti SRI KEHATI, FTSE Indonesia, dan LQ45 juga turut naik. Kesamaannya, beberapa indeks ini memiliki bobot terbesar di saham big caps seperti perbankan, telekomunikasi hingga konsumer.

Pertanyaannya, apakah Santa Claus rally bisa terjadi akhir tahun ini, Tim Analis Bareksa menyebutkan hal itu tergantung pada beberapa faktor. Seperti pemangkasan suku bunga AS bulan Desember 2024, tren aliran dana asing, serta kondisi makro ekonomi Indonesia.

Di samping beberapa faktor tersebut, investor profil risiko agresif dapat melakukan akumulasi bertahap di saham big caps yang memiliki kinerja keuangan bagus serta dividend yield yang menarik untuk tujuan investasi jangka menengah hingga panjang.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya