Central Andaman Resmi jadi Kontrak Migas Perdana dengan Skema Bagi Hasil Baru

Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melakukan penandatanganan kontrak migas perdana dengan skema bagi hasil baru (new gross split), untuk wilayah kerja minyak dan gas bumi (WK Migas) Central Andaman.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 03 Des 2024, 19:30 WIB
Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yaitu Satuan Kerja Khuhsus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi (SKK Migas) (Dok. SKK Migas Sumbagsel / Nefri Inge)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melakukan penandatanganan kontrak migas perdana dengan skema bagi hasil baru (new gross split), untuk wilayah kerja minyak dan gas bumi (WK Migas) Central Andaman.

Penekenan WK Migas Central Andaman ini dilakukan bersama Konsorsium Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang terdiri dari dua raksasa migas dunia, yakni Harbour Energy Central Andaman Ltd asal Inggris, dan Mubadala Energy (Central Andaman) Rsc Ltd asal Uni Emirat Arab (UEA).

Prosesi penandatanganan disaksikan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia di Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menekankan, kontrak WK Central Andaman ini jadi sejarah baru bagi investasi sektor migas. Lantaran merupakan kontrak dengan skema New Gross Split yang pertama, sesuai ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

"Ini merupakan milestone baru, sejarah baru, karena Blok Central Andaman adalah kontrak dengan skema New Gross Split pertama. Peraturan Menteri ESDM yang terkait New Gross Split ini ditandatangani oleh Bapak Menteri ESDM 2 bulan yang lalu," ujar Dadan.

Adapun WK Central Andaman akan dioperatori oleh Harbour Energy Central Andaman Ltd. Konsorsium KKKS telah melakukan pembayaran bonus tanda tangan sebesar USD 300.000, serta menyampaikan jaminan pelaksanaan sebesar USD 1,5 juta.

 


Investasi Migas

PLN menggandeng perusahaan energi Uni Emirat Arab (UEA), Mubadala Energy untuk kerjasama utilisasi dan pengembangan infrastruktur gas bumi dari Blok Andaman Selatan. (Foto: PLN)

Demi menarik investasi migas di Indonesia, Kementerian ESDM telah menerbitkan beberapa regulasi baru. Selain skema New Gross Split yang tertera dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024, ditetapkan pula Kepmen ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Ariana Soemanto mengatakan, pembaruan aturan ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kontraktor dan pemerintah.

Di antaranya, satu kepastian bagi hasil yang diterima kontraktor, dapat mencapai 75-95 persen dan membuat Wilayah Kerja Migas Non Konvensional lebih menarik, lantaran bagi hasil untuk kontraktor dapat mencapai 93-95 persen di awal.

"Nantinya parameter-parameter yang menentukan besaran angka bagi hasil untuk kontraktor disederhanakan dari 13 parameter menjadi hanya 5 parameter," terang Ariana beberapa waktu lalu.


Target Lifting 2025 Bakal Direvisi? Ini Respons SKK Migas

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Djoko Siswanto, memberikan tanggapan terkait rencana revisi target lifting yang kabarnya akan dilakukan oleh pemerintah.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan target produksi minyak siap jual (lifting) pada 2025 yang diperkirakan mencapai lebih dari 605 ribu barel per hari (bph).

Terkait hal ini, Djoko menuturkan, meskipun ada kabar mengenai revisi tersebut, hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut mengenai perubahan tersebut.

Djoko mengungkapkan, pihaknya masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah mengenai apakah akan ada revisi terhadap target lifting yang tercantum dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

"Kalau soal revisi nanti kita tunggu saja ya apakah ada perubahan APBN atau tidak, nanti kita tunggu aja," kata Djoko saat ditemui di kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Ia menegaskan sampai saat ini, belum ada informasi yang jelas mengenai perubahan tersebut. Saat ditanya lebih lanjut mengenai kemungkinan perubahan tersebut, apakah akan mengarah pada peningkatan atau penurunan target lifting, Djoko mengatakan pihaknya belum menerima informasi lebih lanjut mengenai hal itu. "Belum ada ini, belum ada informasi kapan ada revisi atau tidak belum ada informasi, nanti kita lihat," pungkasnya.


Target Lifting Migas RAPBN 2025 Turun, Menteri ESDM Beri Jawaban

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Sebelumnya, target lifting migas (minyak dan gas bumi) dalam RAPBN 2025 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Ambil contoh, proyeksi lifting minyak turun dari 635 ribu barel per hari (BOPD) di APBN 2024 menjadi 600 ribu BOPD.

Pun untuk target lifting gas bumi di APBN 2025 yang dipatok 1,005 juta barel setara minyak per hari. Adapun dalam APBN 2024 angkanya ditargetkan sebesar 1,033 juta barel setara minyak per hari.

Saat ditanyai hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memaparkan sejumlah alasan kenapa target lifting migas tahun depan turun. Mulai dari produksi migas yang memang sudah melemah, hingga ratusan sumur minyak seperti di Blok Rokan yang sempat terkendala banjir.

"Ya lapangannya kan memang drop-nya drastis. Sekarang kan sudah mulai kita coba recover. Kemarin di Cepu ada tambahan. Mudah-mudahan akhir tahun bisa nguber tuh," kata Arifin saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

"Kemarin juga sumur yang MNK (migas non konvensional) itu kan juga waktu lagi dibor kan banjir," dia menambahkan.

Sebagai langkah terobosan, pemerintah mendorong pengembangan migas non konvensional (MNK). Untuk jangka panjang, pemerintah juga menyiapkan sejumlah lapangan minyak yang punya harta Karun minyak dan gas semisal Buton.

"Kita kerjasama dengan China juga untuk angkat recovery factor. Tadinya selama ini kita andelinnya sama KKKS yang sebelah sono. Sekarang kita lihatnya yang sebelah sini. Punya pengalaman juga," imbuhnya.

"Itu sudah didorong. Mudah-mudahan akhir tahun ini sudah bisa jalan. Tapi ya untuk ngangkat produksinya butuh waktu," pungkas Arifin.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya