Liputan6.com, Jakarta - Rupiah kembali melemah pada Selasa, 3 Desember 2024. Sentimen kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) bayangi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Rupiah ditutup turun 40 poin terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah melemah 55 poin di level 15.945 dari penutupan sebelumnya di level 15.905.
Advertisement
"Sedangkan untuk Rabu, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.930 – Rp 16.010,” kata Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Rupiah melemah di tengah momen para investor yang tetap bias terhadap greenback sebelum isyarat lebih lanjut tentang kebijakan moneter AS pekan ini.
Pelemahan Rupiah juga terjadi menjelang pidato sejumlah pejabat Federal Reserve (The Fed) dalam beberapa hari mendatang, terutama Ketua The Fed Jerome Powell pada Rabu, 4 Desember 2024.
Pidato Jerome Powell pekan ini akan disampaikan hanya selang beberapa pekan sebelum pertemuan terakhir The Fed untuk tahun ini, di mana bank sentral AS secara luas diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin.
"Namun ketidakpastian tumbuh atas prospek jangka panjang untuk suku bunga, terutama mengingat tanda-tanda inflasi yang kuat dan ketahanan di pasar tenaga kerja,” lanjut Ibrahim.
Selain suku bunga, AS juga akan merilis data penggajian nonpertanian untuk November Jumat, 6 Desember 2024, dan secara luas diharapkan menjadi faktor dalam prospek Fed terhadap suku bunga.
Hubungan AS-China
Sebelumnya, Gubernur Federal Reserve Christopher Waller cenderung mendukung pemangkasan suku bunga bulan ini, tetapi Presiden Federal Reserve Atlanta Raphael Bostic menyatakan Fed masih perlu mempertimbangkan data pekerjaan yang akan datang.
"Investor bersiap untuk pembacaan yang berpotensi kuat, karena dampak gangguan terkait badai baru-baru ini mereda. Prospek jangka panjang untuk suku bunga juga dibayangi oleh ketidakpastian atas pemerintahan Trump. Trump secara luas diperkirakan akan memberlakukan kebijakan ekspansif dan proteksionis, yang dapat mendukung suku bunga dan inflasi,” papar Ibrahim.
Sementara itu, data aktivitas bisnis yang positif di China, yang menunjukkan langkah-langkah stimulus terbaru dari Beijing kiminmembuahkan hasil.
Namun, para pedagang menunggu lebih banyak isyarat tentang keputusan dari dua pertemuan politik utama pada Desember.
"Memburuknya hubungan perdagangan antara AS dan China juga diperkirakan berpotensi merusak ekonomi China, sehingga mengurangi minatnya terhadap komoditas," tambah Ibrahim.
Advertisement
Pembukaan Rupiah
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan pada perdagangan Selasa pagi, mencatat penurunan sebesar 34 poin atau 0,22 persen menjadi 15.940 per dolar AS dari posisi rupiah sebelumnya di 15.906 per dolar AS.
Pergerakan ini dipengaruhi oleh meningkatnya peluang pemangkasan suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed) pada Desember 2024.
"Inflasi PCE AS yang stabil pada Oktober 2024 tetap memberikan ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga pada pertemuan bulan depan," ujar ekonom senior Bank Mandiri, Reny Eka Putri dikutip dari ANTARA, Selasa (2/12/2024).
Probabilitas Pemangkasan Suku Bunga Meningkat
Reny mengungkapkan bahwa probabilitas pemangkasan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) pada Desember 2024 meningkat menjadi 66 persen, naik dari sebelumnya yang hanya 50 persen.
"Ke depan, kami memperkirakan kebijakan suku bunga akan lebih moderat. FFR diproyeksikan turun menjadi 4 persen pada tahun 2025," tambahnya.
Data Ekonomi AS yang Mempengaruhi Rupiah
Sentimen pasar juga dipengaruhi oleh laporan Indeks Harga Belanja Personal (PCE) AS untuk Oktober 2024, yang menunjukkan kenaikan moderat sebesar 0,2 persen (mom) atau 2,3 persen (yoy), sesuai ekspektasi pasar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi PCE pada September 2024 sebesar 2,1 persen (yoy).
Inflasi inti PCE juga naik menjadi 2,3 persen, didukung oleh pertumbuhan positif pada penjualan ritel dan Indeks Redbook, yang mencerminkan aktivitas belanja di AS. Selain itu, pendapatan personal di AS pada Oktober meningkat sebesar 0,6 persen (mom), melanjutkan tren kenaikan positif selama enam bulan berturut-turut.
Pencalonan Scott Bessent Mendukung Pasar
Tekanan global terhadap rupiah mereda berkat pencalonan Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan AS. Pasar merespons positif langkah ini, karena Bessent dikenal sebagai kandidat pro-pasar yang dinilai mampu membawa kebijakan ekonomi yang moderat dan mendukung dunia usaha.
"Keberadaan Bessent diharapkan mampu menjaga kebijakan tarif agar tidak terlalu ekstrem," tambah Reny.
Fokus Pasar pada FOMC dan Data Tenaga Kerja
Pasar kini menanti hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan berlangsung pada 18 Desember 2024. Keputusan ini diharapkan memberikan arahan lebih jelas terkait kebijakan suku bunga The Fed ke depan.
Selain itu, data tenaga kerja AS menjadi perhatian penting. Tingkat pengangguran diprediksi tetap stabil di 4,1 persen, sementara Non-Farm Payroll (NFP) untuk November 2024 diperkirakan naik signifikan menjadi 183 ribu, dibandingkan hanya 12 ribu pada Oktober.
Proyeksi Kurs Rupiah
Reny memperkirakan nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa akan bergerak dalam rentang 15.860 hingga 15.920 per dolar AS, seiring dengan dinamika global yang terus berkembang.
Dengan fokus pasar pada kebijakan suku bunga The Fed dan data ekonomi AS, volatilitas di pasar valuta asing diperkirakan akan tetap tinggi hingga akhir tahun.
Penguatan kebijakan domestik dan kestabilan makroekonomi menjadi kunci menjaga pergerakan rupiah dalam kisaran yang stabil.
Advertisement