Liputan6.com, Jakarta - Permata Institute for Economic Research (PIER) menilai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025 mendatang dapat mendorong konsumsi domestik,
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede melihat bahwa kenaikan Upah UMP sebesar 6,5 persen cukup tinggi dibandingkan formula dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja sebesar 3 - 4 persen.
Advertisement
“(Kenaikan UMP 2025) ini diharapkan dapat mendorong konsumsi kelas menengah, yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi,” ujar Josua dalam Konferensi Pers di St Regis Jakarta, dikutip Rabu (4/12/2024).
Josua pun menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan buruh dan keberlanjutan usaha.
“Selain kenaikan UMP, pemerintah juga perlu fokus pada ketahanan pangan dan kesejahteraan kelompok rentan seperti petani, karena sektor ini masih menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” jelasnya.
Josua lebih lanjut menjelaskan, kenaikan UMP juga diperkirakan akan meningkatkan tekanan terhadap inflasi domestik. Ia mencatat, inflasi Indonesia saat ini stabil di bawah level 2 persen, namun diperkirakan akan kembali naik ke kisaran 3 persen pada 2025 menyusul kenaikan UMP dan kebijakan PPN 12%.
“Kenaikan UMP di satu sisi dapat memperkuat daya beli, tetapi perlu diimbangi dengan menjaga stabilitas harga, terutama kebutuhan pokok, agar tidak ada tekanan tambahan pada masyarakat,” imbuhnya.
Pengusaha Kecewa Putusan UMP 2025, Menaker Bingung
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli merespons kekecewaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), terkait kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 sebesar 6,5 persen. Ia mengaku tidak tahu kenapa kelompok pengusaha kecewa terhadap kebijakan itu.
"Saya enggak tahu, mungkin bisa tanya (mereka) maksudnya apa," ujar Menaker Yassierli di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Pasalnya, Kementerian Ketenagakerjaan telah memproses seluruh masukan terkait kenaikan UMP 2025. Dengan turut melibatkan kelompok pengusaha, termasuk Apindo dan serikat buruh.
"Jadi kalau saya baca teman-teman Apindo, kalau proses LKS Tripartit yang mensyaratkan meaningful participation kan sudah kita lakukan. Artinya kalau proses dari kami itu sudah," imbuh dia.
Menaker menceritakan, proses pembahasan kenaikan upah minimum ini telah melalui Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas). Adapun usulan awal yang diberikan untuk kenaikan UMP 2025 sebesar 6 persen.
"Kemudian saya sebagai Ketua LKS Tripartit melaporkan kepada pak Prabowo, ini loh hasil dari diskusi kita di LKS Tripartit. Kami mengusulkan untuk kenaikannya 6 persen. Sehingga kemudian pak Presiden dengan pertimbangan ingin meningkatkan daya beli pekerja, beliau mengatakan 6,5 persen, dan itu diumumkan," ungkapnya.
Advertisement
Ancaman PHK?
Saat ditanya soal adanya peluang PHK besar-besaran akibat kenaikan UMP, Yassierli ingin melihat putusan itu secara terintegrasi dengan kebijakan ekonomi lain.
"Ini kan akan diterapkan Januari 2025. Kita pasti bisa mengkaitkan juga, pak Presiden punya program strategis apa nih 2025. Kemudian kebijakan ekonomi tadi, apakah itu terkait dengan fiskal dan seterusnya, kita punya waktu," tuturnya.
"Kami ada upaya terkait tentang peningkatan produktivitas dan seterusnya. Jadi kita harus itu sebagai satu kesatuan, jangan dipisah," tegas Menaker.