Darurat Militer Singkat Presiden Yoon Suk Yeol Bikin Rakyat Korea Selatan Marah

Keputusan mengejutkan Presiden Yoon Suk Yeol untuk memberlakukan darurat militer pertama dalam lebih dari empat dekade memicu gelombang protes besar-besaran di Korea Selatan.

oleh Elyza Binta Chabibillah diperbarui 04 Des 2024, 13:00 WIB
Presiden terpilih Korea Selatan Yoon Suk-yeol berbicara selama konferensi pers di Majelis Nasional di Seoul pada 10 Maret 2022, pagi setelah kemenangannya dalam pemilihan presiden negara itu. (KIM HONG-JI / POOL / AFP)

Liputan6.com, Jakarta Para demonstran marah dan berkumpul di luar gedung parlemen Korea Selatan saat salju turun. Mereka menggigil dalam suhu yang membeku dan tidak percaya pada keputusan Presiden Yoon Suk Yeol untuk memberlakukan darurat militer Korea Selatan pertama di negara itu dalam lebih dari empat dekade pada Selasa 3 Desember 2024.  

Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (4/12/2024) hanya beberapa jam setelah memberlakukan darurat militer untuk meredam apa yang ia sebut sebagai "kekuatan anti-negara", Yoon mengumumkan pencabutan aturan tersebut setelah parlemen memilih untuk menentang deklarasi yang mengejutkan itu. Keputusan mendadak ini memicu ratusan orang turun ke jalan.  

"Kenapa kami harus turun ke sini setelah kerja keras di tengah minggu?" teriak seorang demonstran.  

"Ini karena darurat militer yang tidak masuk akal yang diumumkan oleh Yoon, yang sudah kehilangan akal!" seru seorang demonstran lainnya, yang mendapat sorakan dari ratusan orang di sekitarnya.  

Pengumuman Yoon mengingatkan kembali pada masa kelam pemerintahan militer di Korea Selatan empat dekade lalu, saat pelanggaran hak asasi manusia meluas.  

Seruan seperti "Tangkap Yoon" dan "Impeach Yoon" menggema di udara malam, di depan barisan polisi yang tebal menjaga perimeter dan melarang jurnalis masuk ke jantung demokrasi yang diperjuangkan dengan susah payah di negara itu.  

Para demonstran mengibarkan spanduk yang menyerukan pengunduran diri Yoon, sementara yang lain membawa bendera Korea Selatan.  

"Saat saya mendengar berita ini, saya pikir itu hoaks," kata demonstran dari Incheon Lee Jin-wha.

"Saya tidak percaya darurat militer benar-benar diberlakukan."  tambahnya

Ia mengatakan dirinya berada di sana untuk "melindungi demokrasi kita, bukan hanya untuk kami, tetapi juga untuk anak-anak kita".  

 

 


Rakyat Merasa Marah

Demo pemakzulan Presiden Korea Selatan (Korsel), Park Geun-hye, berujung ricuh di Seoul, Jumat (10/3). Dua orang tewas dalam bentrokan antara demonstran dan polisi usai putusan pemakzulan Park Geun-hye dibacakan Mahkamah Konstitusi. (JUNG Yeon-Je/AFP)

Seorang pekerja restoran berusia 30 tahun, Kim Ene-sol mengatakan dia merasa "diliputi rasa takut" saat mendengar berita itu. Ia berpikir harus menghentikannya bahkan harus bertaruh nyawa. 

"Saya berpikir, saya harus menghentikan ini, bahkan jika saya harus mempertaruhkan nyawa," ujarnya.  

Dalam pengumuman darurat militernya, presiden menyebut oposisi, yang memegang mayoritas di parlemen yang beranggotakan 300 orang, sebagai "kekuatan anti-negara yang berniat menggulingkan rezim".  

Seorang anggota parlemen oposisi mengatakan bahwa dia bergegas ke parlemen dengan taksi untuk memberikan suara menentang langkah tersebut dan khawatir akan ditangkap di bawah kekuasaan baru yang luas dari darurat militer itu.  

"Yoon telah melakukan pemberontakan dengan mendeklarasikan darurat militer," kata Shin Chang-sik.  

Polisi berjaga di dalam gedung parlemen, siap menangkap siapa pun yang mencoba memanjat pagar.  

Shin mengatakan beberapa rekan legislatornya terpaksa memanjat pagar untuk memberikan suara pada resolusi itu karena pintu masuk telah disegel.  

Resolusi tersebut akhirnya berhasil, memaksa Yoon untuk mencabut darurat militer, yang disambut sorak-sorai dari kerumunan saat berita itu tersiar.  

Namun, perayaan itu bercampur dengan ketidakpercayaan bahwa kejadian seperti itu bisa terjadi.  Lim Myeong-pan  mengatakan keputusan Yoon untuk mencabut darurat militer tidak membebaskannya dari kesalahan.  

"Tindakan Yoon memberlakukan darurat militer tanpa alasan yang sah adalah kejahatan serius," kata Lim.  

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya