Sektor Semen Diramal Tumbuh Terbatas, Intip Rekomendasi Saham SMGR dkk

Analis MNC Sekuritas, Muhamad Rudy Setiawan perkirakan permintaan semen akan melambat hingga akhir 2024.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 04 Des 2024, 14:26 WIB
Sektor semen menghadapi prospek pertumbuhan terbatas dengan tekanan biaya dan kebijakan yang signifikan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor semen menghadapi prospek pertumbuhan terbatas dengan tekanan biaya dan kebijakan yang signifikan. Penjualan semen domestik tumbuh moderat sebesar 1,4% YoY pada Oktober 2024, terutama didorong oleh peningkatan permintaan semen curah sebesar 9,2%. Namun, penjualan semen kantong melemah 1,6% YoY.

Permintaan tetap didukung oleh Kalimantan, didorong oleh pembangunan ibu kota baru (IKN), yang tumbuh sebesar 16,8% YoY. Sementara itu, permintaan di Jawa Tengah relatif kuat karena peningkatan volume dari Semen Grobogan, yang tumbuh sebesar 14,6% YoY. Tetapi wilayah lain, seperti Sumatera dan Sulawesi, masih mengalami kontraksi.

"Diperkirakan permintaan akan melambat hingga akhir tahun fiskal 2024 karena pemilihan daerah dan periode La Niña. Dalam skenario bull, sektor ini ditopang Program 3 Juta Rumah dan IKN akan menyerap permintaan domestik," kata Analis MNC Sekuritas, Muhamad Rudy Setiawan dalam risetnya, dikutip Rabu (4/12/2024).

Proyek IKN dan program 3 juta rumah di 2025 dapat meningkatkan permintaan, meskipun pelaksanaannya mungkin terbatas di tahun pertama. Pemerintah berencana meluncurkan program 3 juta rumah pada tahun anggaran 2025, yang menurut estimasi Asosiasi Semen Indonesia (ASI) akan membutuhkan tambahan 5,8 juta ton semen.

Namun, pelaksanaan program tersebut menghadapi tantangan karena adanya pemotongan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 menjadi Rp 400,3 triliun (turun dari Rp 422,7 triliun pada tahun anggaran 2024), yang berpotensi mempengaruhi permintaan secara keseluruhan.

Sektor semen juga bergulat dengan kelebihan pasokan, yang beroperasi hanya pada utilisasi kapasitas 56%, yang menggarisbawahi perlunya moratorium pembangunan pabrik baru untuk menjaga keseimbangan.

 

 


Tergantung pada Kebijakan Pemerintah

Pekerja melintasi pintu masuk pabrik PT Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah, Kamis (16/3). Tahapan pembangunan pabrik semen yang dibangun di atas seluas 57 hektare tersebut telah mencapai 96,63 persen. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Meskipun inisiatif perumahan berpotensi untuk merangsang pertumbuhan, dampaknya diperkirakan terbatas pada tahun pertama.

Pemulihan produsen sebagian besar akan bergantung pada kebijakan pemerintah mengenai anggaran infrastruktur dan dukungan industri. Proyek IKN dapat dilanjutkan, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat, menjaga pesanan massal tetap stabil.

"SMGR, sebagai mitra pemerintah, mungkin akan memperoleh lebih banyak keuntungan, tetapi masih belum pasti apakah margin dan harga jual rata-rata akan menghasilkan hasil yang menguntungkan bagi semua pemangku kepentingan," ulas Rudy.

Sementara itu, INTP kemungkinan akan mempertahankan pangsa pasarnya, didukung oleh kontribusi Semen Grobogan terhadap permintaannya. Dalam skenario bear, terdapat tekanan biaya dan merek yang bersaing.

"Meskipun ada potensi untuk volume yang lebih baik, Tim Riset MNC Sekuritas masih melihat risiko dan percaya volume penjualan mungkin tetap datar pada 2024 karena beberapa tantangan yang dihadapi oleh para pelaku industri," jelas Rudy.

 


Tantangan Pelaku Industri

Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Sejak pagi IHSG terjebak di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tantangan tersebut termasuk masalah geopolitik dan depresiasi USD/IDR, yang akan meningkatkan biaya energi dan pengemasan. Kemudian curah hujan yang lebih tinggi diperkirakan terjadi pada 2025.

Rudy memperkirakan harga jual rata-rata yang relatif datar pada 2025, karena persaingan antar merek yang bersaing kemungkinan akan tetap ketat untuk mempertahankan pangsa pasar. Harga jual rata-rata mungkin tetap dalam kisaran IDR 840-880 ribu/ton.

Selain itu, pemerintah akan mengenakan pajak sebesar 2,4% kepada individu yang membangun rumah mereka sendiri pada 2025. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Rumah Tinggal yang Dibangun Sendiri (PPN KMS).

"Kami yakin hal ini juga akan memberikan tekanan pada volume semen domestik. Tim Riset MNC Sekuritas tetap yakin bahwa sektor semen akan tetap menantang pada tahun anggaran 2025, dan oleh karena itu, Tim Riset MNC Sekuritas tidak dapat mengharapkan pertumbuhan yang benar-benar solid," kata Rudy.

Tim Riset MNC Sekuritas masih memperkirakan permintaan domestik akan tetap berada pada kisaran 65-66 juta ton untuk tahun anggaran 2025-2026, meskipun beberapa katalis muncul untuk meningkatkan permintaan semen nasional.


Rekomendasi Netral untuk Sektor Semen

Pekerja mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu perusahaan Sekuritas, Jakarta, Rabu (14/11). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bertahan di zona hijau pada penutupan perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tim Riset MNC Sekuritas mempertahankan rekomendasi prospek Netral untuk sektor semen pada tahun anggaran 2025.

 "Kami mengantisipasi kemungkinan harga komoditas yang mengikis margin, sementara tetap waspada terhadap kondisi neraca perusahaan konstruksi yang dapat melemahkan kinerja penjualan semen domestik," kata Rudy.

Pilihan utama Tim Riset MNC Sekuritas adalah SMGR (HOLD; TP: Rp 3.700) dan INTP (HOLD; TP: Rp 7.800). Risiko menurut seruan Tim Riset MNC Sekuritas antara lain, permintaan yang lebih lemah, kebijakan ODOL dan pajak karbon, serta perubahan dalam regulasi DMO.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya