Miliarder Elon Musk Dikabarkan Beri Donasi ke Partai Reformasi Inggris, Segini Nilainya

Sebagai warga negara Amerika Serikat (AS), Elon Musk tidak dapat memberikan sumbangan politik pribadi di Inggris.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 04 Des 2024, 21:00 WIB
Pemimpin Partai Reformasi UK, Nigel Farage tanggapi rumor miliarder Elon Musk akan menyumbangkan USD 100 juta untuk partainya. (Foto:Brandon Bell/Getty Images North America/Getty Images via AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Pemimpin Partai Reformasi UK, Nigel Farage tanggapi rumor miliarder Elon Musk akan menyumbangkan USD 100 juta atau sekitar Rp 1,59 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.915) untuk partainya.

Farage sebut rumor ini sebagai spekulasi murni dan menegaskan dia tidak tahu soal hal tersebut. "Itu benar-benar berita baru bagi saya," ujarnya kepada BBC.

Rumor ini muncul setelah laporan Sunday Times menyebut pejabat Partai Konservatif khawatir Partai Reformasi bisa mengalahkan mereka di pemilu berikutnya jika didukung oleh dana besar dari Elon Musk. Dilansir dari BBC pada Rabu (4/12/2024).

Menurut ayah Elon Musk, Errol Musk dalam anaknya mungkin bisa mendapatkan kewarganegaraan Inggris untuk menghindari aturan larangan sumbangan asing. "Saya memenuhi syarat menjadi warga negara Inggris, begitu juga dia,” kata Errol. Dia juga menambahkan jika yang menghentikan Farage maju adalah uang, maka dia harus mendapatkan uang itu.

Namun, sebagai warga negara Amerika Serikat (AS), Elon Musk tidak dapat memberikan sumbangan politik pribadi di Inggris. Sunday Times menyebut ada kemungkinan sumbangan dilakukan melalui cabang perusahaan X di Inggris.

Saat diwawancarai di BBC Radio 4, Farage menyatakan, "Bahkan sebagian kecil dari uang itu akan sangat membantu operasi partai kami, tetapi ini hanya teori. Dia juga menegaskan bahwa meskipun dia mengenal Musk dan Musk mendukungnya secara politik, tidak pernah ada pembicaraan soal donasi. Saya tidak pernah meminta sumbangan darinya, dan tidak ada yang pernah menawarkannya," tambahnya.

 


Keragungan Farage

Ilustrasi bendera Inggris (Unsplash/Aleks Marinkovic)

Farage juga meragukan bahwa X Corp dapat memberikan sumbangan sebesar itu. "Komisi Pemilihan akan menilai sumbangan perusahaan harus proporsional dengan operasi perusahaan di negara tersebut. Ide bahwa X Corp dapat memberikan USD 100 juta adalah omong kosong," tegas Farage.

Ketika ditanya apakah dia akan menerima sumbangan jika ditawarkan, Farage menjawab dengan tegas, "Tentu saja saya akan menerima uang." Namun,d ia juga mengingatkan bahwa dalam pemilu 1997, Partai Referendum milik James Goldsmith menghabiskan 25 juta pound tetapi hanya meraih 3% suara.

Dukungan Musk kepada Trump

Elon Musk, yang lahir di Afrika Selatan, diketahui menyumbangkan USD 75 juta untuk upaya pemilihan kembali Donald Trump, termasuk USD 72 juta kepada komite aksi politik America PAC. Menurut Errol Musk, dukungan serupa bisa saja terjadi di Inggris jika diperlukan.

"Apa yang terjadi di Inggris saat ini tidak mencerminkan budaya Inggris," ujar Errol, mengkritik kondisi politik di bawah kepemimpinan Sir Keir Starmer.

Meski rumor ini menarik perhatian, Farage menegaskan bahwa tidak ada donasi yang ditawarkan atau diterima, dan semua ini masih spekulasi belaka. 

 


Elon Musk Ingin Pengguna X Unggah Data Medis, Terobosan AI atau Ancaman Privasi?

CEO Tesla sekaligus Space X Elon Musk saat berpidato di World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali. (Merdeka).

Sebelumnya, miliarder Elon Musk kembali menciptakan kontroversi dengan langkah terbarunya. Pemilik platform X ini meminta pengguna untuk mengunggah hasil tes medis, seperti CT scan dan MRI, agar chatbot kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI) miliknya, Grok, dapat belajar menganalisis data tersebut.

"Cobalah unggah gambar X-ray, PET, MRI, atau hasil medis lainnya ke Grok untuk dianalisis,” tulis Musk di platform X Twitter bulan lalu. 

"Ini masih tahap awal, tapi sudah cukup akurat dan akan semakin canggih. Beri tahu kami di mana Grok benar atau perlu perbaikan.”

Namun, hasilnya menunjukkan Grok masih jauh dari sempurna. Beberapa pengguna melaporkan Grok mampu membaca hasil tes darah dan mengidentifikasi kanker payudara. 

Di sisi lain, dokter yang menguji teknologi ini menemukan kesalahan fatal. Misalnya, Grok salah mendiagnosis kasus tuberkulosis klasik sebagai hernia diskus atau stenosis tulang belakang. Dalam kasus lain, Grok bahkan salah mengenali mammogram kista jinak sebagai gambar testis.

Dikutip melalui Fortune, Rabu (27/11/2024) Musk telah lama tertarik menggabungkan teknologi kesehatan dan AI. Pada 2022, ia meluncurkan Neuralink, startup chip otak yang diklaim berhasil memungkinkan pengguna menggerakkan mouse komputer hanya dengan pikiran. 

Startup teknologi miliknya, xAI, juga mendapatkan investasi sebesar USD 6 miliar pada Mei 2024 untuk mendukung pengembangan teknologi AI termasuk Grok. Namun, keberhasilan dalam aplikasi medis masih menjadi tanda tanya besar.

“Secara teknis, mereka punya kemampuan,” kata profesor di Departemen Radiologi NYU Langone Health, Dr. Laura Heacock.

 “Tapi apakah mereka mau meluangkan waktu, data, dan sumber daya untuk fokus pada imaging medis, itu tergantung mereka. Saat ini, metode AI non-generatif masih lebih unggul dalam analisis gambar medis," ia menambahkan.


Ancaman Privasi dan Etika

Ini menjadi kunjungan pertama Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump ke peluncuran Starship. (Brandon Bell/Getty Images North America/Getty Images via AFP)

Sementara Musk berambisi menjadikan Grok sebagai alat diagnosis medis, banyak pakar menilai pendekatan ini berisiko tinggi. Mengandalkan data medis dari platform media sosial tidak hanya menimbulkan masalah akurasi, tetapi juga ancaman serius terhadap privasi pengguna.

Menurut Ryan Tarzy, CEO perusahaan teknologi kesehatan Avandra Imaging, meminta pengguna mengunggah data langsung adalah cara Musk mempercepat pengembangan Grok. Namun, langkah ini berisiko karena hanya mengandalkan data terbatas dari pengguna yang bersedia, tanpa representasi yang mencerminkan keragaman data medis global.

Selain itu, data yang dibagikan melalui media sosial tidak dilindungi oleh undang-undang seperti Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA) di AS. Ini berarti informasi pribadi lebih rentan bocor, terutama jika identitas pasien “terbakar” dalam gambar medis, seperti pada CT scan.

"Pendekatan ini menghadirkan banyak risiko, termasuk kemungkinan informasi pribadi pasien tersebar tanpa sengaja,” ujar Tarzy.

Matthew McCoy, profesor etika medis dari Universitas Pennsylvania, menambahkan bahwa pengguna yang berbagi data kesehatan melalui X harus memahami risiko yang mereka hadapi.

"Sebagai pengguna individu, apakah saya merasa nyaman berbagi data kesehatan saya? Tentu saja tidak,” katanya kepada New York Times.

Sementara ambisi Musk untuk merevolusi diagnosis medis melalui AI terlihat menjanjikan, banyak pihak menilai pendekatannya terlalu berisiko. Dengan potensi kebocoran data pribadi dan akurasi yang masih diragukan, publik perlu berhati-hati sebelum menyerahkan data kesehatan mereka kepada Grok. 

 

 

Pendatang baru miliarder dunia

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya