Dampak Panjang Kenaikan PPN 12 Persen, UMKM Terancam Gulung Tikar

Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menuturkan, banyak UMKM yang klaim turun omzetnya hingga 60 persen. Jika tahun depan PPN naik menjadi 12 persen akan berdampak ke UMKM.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 04 Des 2024, 20:30 WIB
Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menyoroti kondisi UMKM saat ini yang belum baik-baik saja akibat beberapa hal.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi Celios Nailul Huda menyoroti kondisi UMKM saat ini yang belum baik-baik saja akibat beberapa hal. Lantaran banyak pelaku usaha mikro dan kecil yang belum pulih sepenuhnya dari pandemi Covid-19, juga terpukul akibat pelemahan daya beli masyarakat pada 2 tahun terakhir.

Ditambah rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Ia khawatir rentetan peristiwa itu bakal semakin memukul UMKM, hingga membuatnya tutup usaha dan terjadi PHK besar-besaran.

"Banyak UMKM yang mengklaim turun omzet-nya hingga 60 persen. Kondisi ini dikhawatirkan akan membuat banyak UMKM gulung tikar dan menambah jumlah pengangguran," ujar Nailul kepada Liputan6.com, Rabu (4/12/2024).

"Terlebih tahun depan nampaknya akan naik tarif PPN menjadi 12 persen. Daya beli masyarakat akan lebih lama pulihnya," dia menegaskan. 

Menurut dia, kenaikan PPN 12 persen bakal menimbulkan efek berkepanjangan terhadap UMKM, hingga membuatnya sulit bertahan dari dinamika yang ada. 

"Bahkan dikhawatirkan akan memukul industri yang ber-impact kepada kemampuan UMKM untuk bertahan. Saya rasa dampaknya akan signifikan ke UMKM," kata Nailul. 

Terpisah, ekonom dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, UMKM bakal terkena imbas kenaikan PPN, lantaran kebijakan itu berpotensi menimbulkan gejolak sosial di tingkat konsumen, khususnya masyarakat ekonomi menengah. 

"Masyarakat kelas menengah yang akan paling merasakan dampaknya. Mereka akan lebih menderita akibat kebijakan ini," kata Achmad.

Menurut Achmad, meskipun masyarakat kelas bawah juga akan terpengaruh, mereka memiliki kemampuan untuk bertahan lebih baik dibandingkan kalangan menengah. Disebabkan oleh adanya bantuan sosial (bansos) yang sering diberikan pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos), di mana data penerima bansos tercatat dengan jelas.

Namun, lanjut Achmad, kalangan menengah tidak menerima bansos karena dianggap mampu secara ekonomi. Selain itu, data mereka tidak terdaftar di Kemensos, yang menyebabkan mereka tidak mendapat dukungan dari pemerintah.

"Meskipun gaji mereka naik 6,5 persen, mereka berharap bisa mempertahankan daya beli mereka. Namun, dengan kenaikan pajak 12 persen, kenaikan gaji tersebut menjadi tidak berarti," tutur Achmad.

 


UMKM Minta Insentif saat PPN Naik, Ini Kata Menko Airlangga

Pekerja membuat mebel di kawasan Tangerang, Selasa (3/11/2020). Generalized System of Preference (GSP) atau fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk memungkinkan produk UMKM lebih banyak diekspor ke Amerika Serikat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pengusaha UMKM berharap pemerintah memberikan insentif kepada para pelaku usaha mikro dan kecil, ketika pajak pertambahan nilai (PPN) mengalami kenaikan menjadi 12 persen pada 2025.

Merespons hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta pelaku UMKM bersabar menunggu putusan kenaikan PPN pekan depan. "Tadi kan dikatakan minggu depan, jadi kita tunggu minggu depan," ujarnya singkat di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Sebelumnya, Airlangga juga bilang bahwa pemerintah akan mengumumkan kebijakan fiskal pada pekan depan. Salah satu kebijakan yang dimaksud adalah PPN 12 persen.

"Kita membahas beberapa hal terkait fiskal yang dicoba dimatangkan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu nanti kita umumkan," kata Airlangga kepada media pada Selasa, 3 Desember 2024.

Pekan depan, Airlangga mengaku pemerintah juga akan mengumumkan kebijakan fiskal lainnya terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang akan diberikan insentif.

"Contohnya di tahun ini ada PPnBM untuk otomotif, kemudian ada PPN untuk perumahan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu nanti kita umumkan," ujar dia.

Bahkan, ia bilang akan ada insentif baru yang juga diumumkan pekan depan, salah satunya insentif untuk industri padat karya dan untuk revitalisasi permesinan. Menurut dia, pemberian insentif ini akan memberikan nilai lebih agar industri padat karya mempunyai daya saing.

"Karena kalau dia tidak berdaya saing tentu akan kalah dengan industri yang baru berinvestasi. Karena industri padat karya baik itu di tingkat sepatu, furniture, kemudian garment itu kan yang baru juga banyak. Nah yang baru ini kan kebanyakan modal asing," terang dia.


Kepastian PPN 12% Diumumkan Pekan Depan

Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Sebelumnya, polemik kenaikan Pajak pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% terus berlanjut. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah hampir pasti akan menunda kenaikan PPN tetapi kemudian Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan PPN 12% tetap berlaku Januari 2025.

Lalu, kabar terbaru dibagikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia mengatakan bahwa pemerintah akan mengumumkan kebijakan fiskal pada pekan depan. Salah satu kebijakan yang dimaksud adalah PPN 12 persen.

"Kita membahas beberapa hal terkait fiskal yang dicoba dimatangkan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu nanti kita umumkan," kata Airlangga kepada media, Jakarta, dikutip Rabu (4/12/2024).

Tak hanya itu, Airlangga mengaku pemerintah juga akan mengumumkan kebijakan fiskal lainnya terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang akan diberikan insentif.

"Contohnya kan di tahun ini kan ada PPnBM untuk otomotif, kemudian ada PPN untuk perumahan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu nanti kita umumkan," jelas dia.

Bahkan, ia bilang akan ada insentif baru yang juga diumumkan pekan depan, salah satunya insentif untuk industri padat karya dan untuk revitalisasi permesinan. Menurutnya pemberian insentif ini akan memberikan nilai lebih agar industri padat karya mempunyai daya saing.

"Karena kalau dia tidak berdaya saing tentu akan kalah dengan industri yang baru berinvestasi. Karena industri padat karya baik itu di tingkat sepatu, furniture, kemudian garment itu kan yang baru juga banyak. Nah yang baru ini kan kebanyakan modal asing," terang dia.


Bantah Luhut, Kemenkeu Pastikan PPN 12% Berlaku 1 Januari 2025

Ilustrasi pajak. (Photo by 8photo on Freepik)

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPN 12% tetap naik pada 1 Januari 2025.

Hal itu diungkapkan langsung oleh Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan, Parjiono, dalam acara Sarasehan 100 Ekonom INDEF, Selasa (3/12/2024).

"Jadi (PPN 12%) kita masih dalam proses kesana, artinya berlanjut," kata Parjiono.

Parjiono mengatakan dalam kenaikan PPN ini, pemerintah memberikan pengecualian kepasa masyarakat miskin, kesehatan, hingga pendidikan. Hal ini dilakukan agar menjaga daya beli masyarakat.

"Pengecualiannya sudah jelas untuk apa masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan dan seterusnya disana. Jadi memang sejauh ini kan itu yang bergulir," jelasnya.

Pernyataan Parjiono ini merupakan bantahan atas omongan yang sempat dilontarkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan bahwa pemerintah berencana untuk memundurkan waktu kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang pada awalnya bakal diterapkan pada 1 Januari 2025.

Menurut Luhut, penerapan kenaikan PPN yang diundur itu karena pemerintah berencana untuk memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial ke kelas menengah.


Bantuan Sosial

Luhut menuturkan, penerapan kenaikan PPN yang diundur itu karena pemerintah berencana untuk memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial ke kelas menengah.

"PPN 12 persen sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah," ujar dia.

Luhut mengatakan, bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah sebagai bantalan dalam penerapan PPN 12 persen, tidak akan berupa bantuan langsung tunai (BLT), melainkan subsidi energi ketenagalistrikan.

"Tapi diberikan itu ke listrik. Karena kalau diberikan nanti ke rakyat takut dijudikan lagi nanti," katanya.

Luhut mengatakan, untuk anggaran bantuan sosial tersebut sudah disiapkan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta segera diselesaikan rancangan penyalurannya.

Sementara itu, mengenai gelombang penolakan kenaikan PPN 12 persen di media sosial, Ketua DEN itu menyatakan, hal tersebut hanya karena ketidaktahuan masyarakat terkait struktur kenaikan.

"Ya karena orang belum tahu ini, struktur ini," kata dia.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya