Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bakal meluncurkan Coretax pada Januari 2025. Coretax merupakan sistem administrasi layanan Direktorat Jenderal Pajak yang memberikan kemudahan bagi pengguna.
Terkait peluncuran Coretax, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti saat ini Coretax telah memasuki tahap uji operasional atau Operational Acceptance Test (OAT).
Advertisement
"Kami melakukan persiapan untuk diimplementasikannya Coretax di awal Januari 2025. Saat ini dalam tahap pengujian akhir, mudah-mudahan pertengahan Desember ini bisa diselesaikan dan pada saat nanti awal tahun bisa dilaksanakan,” kata Dwi dalam acara Edukasi Coretax kepada wartawan, Rabu (4/12/2024).
Dwi menambahkan, saat ini ada dua kantor wilayah (kanwil) yang melakukan uji coba implementasi Coretax, yaitu Kanwil Jakarta Pusat dan Batam. Selain itu, DJP juga telah melakukan edukasi dan pelatihan kepada pihak internal DJP dan juga wajib pajak.
Dwi berharap ketika meluncur pada Januari 2025, semua layanan sudah bisa digunakan di Coretax. Nantinya Coretax akan mengintegrasikan seluruh layanan DJP seperti DJP Online, e-Nofa, e-faktur, e-filing, e-billing, e-reg, e-bupot dan lainnya dalam satu platform.
“Layanan, E-Billing sudah canggih, E-Filing juga sudah canggih, layanan lain juga sudah canggih, tetapi masih di luar sendiri-sendiri. Masih perlu keluar masuk aplikasi lain walaupun sudah canggih. Coretax ini akan mengintegrasikan atau menyatukan layanan DJP jadi satu,” jelasnya.
Dwi juga mengungkapkan telah menunjuk master trainer yang akan memberikan pengetahuan dan penggunaan Coretax kepada pegawai internal DJP.
Sedangkan untuk pihak eksternal, DJP juga sudah melakukan edukasi melalui edukator yang sebagian besar merupakan penyuluh pajak. Selain itu, untuk pihak eksternal, DJP juga sudah menyiapkan simulasi Coretax di internet serta video yang menjelaskan terkait Coretax.
RUU Tax Amnesty Masuk Prolegnas 2025, Analis Beri 3 Catatan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
Analis Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak akan selalu menimbulkan polemik dan diskursus yang bertentangan. Hal ini setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
Pertama, tax amnesty ini akan memberikan rasa ketidakadilan terhadap wajib pajak yang telah patuh. Karena masyarakat yang mengikuti program tax amnesty, berarti mengakui sebelumnya mereka tidak patuh dalam melakukan kewajiban perpajakan.
"Kedua, masyarakat akan cenderung meremehkan kebijakan-kebijakan umum tentang perpajakan karena secara rutin pemerintah mengeluarkan program tax amnesty. Kedua hal inilah yang membuat kebijakan tax amnesty ini adalah program yang kurang ideal," ujar Ajib dalam keterangannya, Rabu (20/11/2024).
Akan tetapi, di sisi lain tak dipungkiri masyarakat indonesia secara umum, memang masih mempunyai literasi perpajakan yang rendah. Kalaupun masyarakat golongan yang sudah paham tentang perpajakan, budaya taat pajaknya juga masih rendah.
Hal ini tercermin dari tingkat tax ratio Indonesia yang hanya bergerak di kisaran 10 persen. Pada 2025, kebijakan coretax system akan diberlakukan, ini membutuhkan prasyarat wajib pajak mempunyai pemahaman dan kepatuhan pajak yang lebih baik. Hal ini yang membuat tax amnesty dibutuhkan oleh masyarakat.
Advertisement
Sisi Pemerintah
Sementara dari sisi pemerintah, ia menilai paling tidak ada tiga manfaat dengan kebijakan tax amnesty. Pertama, kebutuhan budgeteir, yaitu untuk menambah pemasukan buat APBN.
Kedua, harta bersih yang dilaporkan oleh wajib pajak, akan muncul yang sebelumnya menjadi bagian underground economy, bisa masuk ke Sistem Keuangan Indonesia yang lebih terbuka, dan selanjutnya menjadi aset yang lebih produktif masuk dalam putaran perekonomian nasional.
"Ketiga, bisa membantu memberikan daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi 8 persen, karena tidak ada kekhawatiran masyarakat untuk membelanjakan uang yang telah diakui dalam program tax amnesty tersebut," ujar dia.
Ajib menilai kebijakan tax amnesty adalah program yang kurang ideal, tapi dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah.
Reporter: Siti Ayu
Sumber: Merdeka.com