Liputan6.com, Jakarta - Fenomena mudahnya seseorang merendahkan orang lain menjadi perhatian serius Ustadz Adi Hidayat (UAH). Dalam pandangannya, sikap ini bukanlah ciri dari insan beriman yang sebenarnya.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @bayudoang7578, Ustadz Adi Hidayat menegaskan bahwa lisan seseorang mencerminkan kualitas imannya. Ia mengutip Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 11 untuk menjelaskan standar perilaku seorang mukmin:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim." (QS. Al-Hujurat: 11)
Menurut Ustadz Adi Hidayat, ayat ini menjadi pedoman agar setiap orang menjaga lisannya dari perbuatan mencela, memanggil dengan julukan buruk, atau merendahkan orang lain. Sikap tersebut, ujarnya, mencerminkan iman yang berada di bawah standar.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Orang Beriman Menjaga Lisan
"Orang beriman itu, lisannya dijaga. Tidak mudah ghibah, tidak membuat hoaks, tidak membicarakan keburukan orang lain. Itu standar lisan beriman," tegas Ustadz Adi.
Ia juga menyoroti fenomena di mana orang yang mengaku beriman justru mudah menjatuhkan sesama dengan ucapan kasar. "Kalau ada yang seperti itu, berarti ada masalah dengan imannya. Standarnya di bawah," tambahnya.
Ustadz Adi Hidayat mengingatkan bahwa lisan adalah salah satu indikator utama kesalehan seseorang. Orang yang benar-benar beriman tidak akan menggunakan lisannya untuk menyakiti hati orang lain, baik melalui ucapan langsung maupun melalui gosip.
Sebaliknya, seorang mukmin sejati akan memilih kata-kata yang menenangkan, mempererat persaudaraan, dan menjauhkan perpecahan. Ustadz Adi menganjurkan setiap orang untuk melakukan introspeksi diri sebelum melontarkan kritik atau komentar.
Ia juga menekankan pentingnya menghindari hoaks yang kerap berawal dari lisan yang tidak terkontrol. Menurutnya, penyebaran berita palsu atau fitnah hanya akan memperburuk situasi, bahkan bisa menjadi dosa besar jika tidak segera dihentikan.
"Jangan sampai lisan kita justru membawa kita pada kehancuran. Gunakan untuk kebaikan, karena itu akan menjadi saksi kita di akhirat," katanya.
Advertisement
Masalah Bisa Bermula dari Lisan
Selain menjaga lisan, Ustadz Adi mengajak umat untuk memperbaiki akhlak dalam pergaulan sehari-hari. Sebagai orang beriman, hubungan dengan sesama manusia harus mencerminkan nilai-nilai Islam yang penuh kasih sayang.
Menurut Ustadz Adi, jika ada seseorang yang merendahkan orang lain hanya karena penampilan, status sosial, atau kelemahan tertentu, maka itu adalah tanda lemahnya pemahaman agama. "Jangan ukur orang dari tampilan luar. Allah melihat hati, bukan rupa," jelasnya.
Ustadz Adi juga mengingatkan bahwa setiap manusia memiliki kekurangan, sehingga tidak ada alasan untuk merasa lebih baik dari orang lain. Sikap rendah hati harus menjadi karakter setiap mukmin, bukan sikap arogan atau meremehkan sesama.
Ia mengakhiri ceramahnya dengan pesan agar umat Islam terus berusaha meningkatkan keimanan dan menjaga hubungan baik dengan sesama. Dengan begitu, kehidupan bermasyarakat akan menjadi lebih harmonis dan jauh dari konflik.
"Mulailah dengan menjaga lisan, karena dari situlah masalah sering bermula. Jika kita bisa mengendalikan ucapan, kita telah menyelamatkan banyak hal dalam hidup ini," tutupnya.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa iman yang kuat tidak hanya terlihat dari ibadah, tetapi juga dari bagaimana seseorang memperlakukan sesama manusia. Sikap menghormati orang lain adalah salah satu wujud keimanan yang nyata.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul