Liputan6.com, Jakarta - Dalam upaya pengendalian, edukasi, dan wisata lingkungan di Kota Probolinggo, Jawa Timur, Pemerintah Kota (Pemkot) setempat memperkenalkan Sistem Digitalisasi Pohon alias Digi-Tree. Ini merupakan hasil kolaborasi pihaknya dengan Fakultas Vokasi Universitas Brawijaya (UB).
Pejabat Wali Kota Probolinggo, Taufik Kurniawan, menggarisbawahi pentingnya data digital dalam aksi pelestarian pohon. "Kami sadar betul bahwa pohon berfungsi sebagai paru-paru kota," kata dia pada Lifestyle Liputan6.com saat ditemui di sela-sela acara "Beyond Wildlife" inisiasi WWF Indonesia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Desember 2024.
Advertisement
Ia menyambung, "Dengan lahan yang semakin terbatas, serta jumlah penduduk yang meningkat, itu harus kami imbangi dengan (solusi pelestarian) lingkungan, terutama terkait peliharaan pohon. Kami ingin menghijaukan Kota Probolinggo."
Taufik menjelaskan, Sistem Digitalisasi Pohon dilakukan dengan menaruh barcode di setiap pohon, yang dimulai dari Taman Maramis Kota Probolinggo. "Bila di-scan, barcode itu akan memunculkan data kapan pohon tersebut ditanam, berapa umurnya, serta data-data lain, termasuk nama latin pohon tersebut," bebernya.
Dengan memindai barcode, yang terhubung dengan aplikasi Digi-Tree, masyarakat juga dapat berperan aktif menjaga kelestarian pohon. Misalnya, Taufik mencontohkan, saat pohon terlihat kering, rapuh, bahkan roboh karena terkena angin, publik bisa melaporkannya melalui aplikasi tersebut.
"Nanti Dinas Lingkungan Hidup (Kota Probolinggo) akan langsung memantau pohon di titik yang diadukan masyarakat," ia mengatakan.
Sistem Digitalisasi Pohon
Taufik bercerita, Sistem Digitalisasi Pohon ini sudah digarap sejak beberapa bulan lalu. "Karena aplikasinya sudah siap, sekarang masuk tahap implementasi," ujar dia. "Kami mulai mendata pohon-pohon dan sudah jalan sekitar hampir dua ribu pohon."
Setelah taman kota, program ini rencananya akan diimplemetasikan di pohon-pohon di jalanan protokol kota di Jawa Timur tersebut. Tidak berhenti di situ, karena pihaknya tidak membatasi jumlah pohon yang akan didata secara digital. "Kami harus tumbuh terus, seiring pohon yang juga terus bertumbuh. Nanti ada pohon yang ditanam lagi kan berarti jumlah (pohonnya) bertambah," sebut Taufik.
Sistem Digitalisasi Pohon juga bermaksud mempermudah pihaknya membuat peta wilayah, dalam konteks mendata jumlah pohon dalam jenis tertentu. "Dari situ," ia menyebut. "Kami bisa mengambil kebijakan untuk melakukan penanaman atau memantau kondisi pohon-pohon di sana, apakah terawat atau tidak."
"Dengan begitu, otomatis kami juga meminta peran aktif masyarakat, karena dengan scan barcode, masyarakat bisa ikut memelihara pohon-pohon di Kota Probolinggo," ucapnya.
Advertisement
Beyond Wildlife
Upaya kolaborasi lebih luas yang dicontohkan Pemkot Probolinggo, dalam konteks pelibatan publik, selaras dengan kampanye "Beyond Wildlife, Untuk Indonesia" yang baru saja dirilis Yayasan WWF Indonesia. Kampanye ini merupakan pengingat bahwa pelestarian alam bukan hanya untuk satwa liar, tapi juga keberlanjutan hidup manusia.
Acara "ECO ECHO" yang berlangsung Kamis untuk menandai peluncuran kampanye tersebut bermaksud jadi medium penggema aksi, memberi apresiasi, dan mengajak publik berpartisipasi aktif dalam upaya pelestarian alam. Pihaknya juga ingin mengingatkan bahwa setiap langkah kita meninggalkan jejak abadi pada lingkungan, seperti gema yang terus berlanjut.
Isu-isu seperti polusi plastik, krisis iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati merupakan tantangan-tantangan serius yang digarisbawahi. Dengan menggemakan kesadaran akan keberlanjutan dan tanggung jawab bersama, pihaknya berharap dapat memicu perubahan yang berdampak panjang bagi ekosistem lingkungan hidup.
CEO Yayasan WWF Indonesia, Aditya Bayunanda, mengatakan saat jumpa pers di lokasi acara, Kamis, "Kita semua punya peran dalam menjaga Bumi. Melalui aksi kolektif, kita dapat menciptakan perubahan positif yang mendukung keberlanjutan kehidupan di planet ini."
Living Planet 2024
Kampanye "Beyond Wildlife" didasari kondisi Bumi menurut laporan Living Planet 2024 oleh WWF, yang menyatakan, dalam kurun waktu 50 tahun, yakni 1970--2020, telah terjadi penurunan 73 persen populasi satwa liar di dunia. Laporan ini mensinyalir, Bumi mendekati titik kritis yang berbahaya dan dapat menimbulkan ancaman besar bagi umat manusia.
Maka itu, diperlukan upaya kolektif besar-besaran selama lima tahun ke depan untuk mengatasi krisis iklim. Kampanye ini didesain melalui konsep acara yang menggabungkan beberapa segmen, yakni nature talks, sustainable ecopreneurs workshop, cultural show, serta music performance.
Sesi Nature Talks jadi sarana diskusi untuk membahas dan memperkaya isu-isu terkait lingkungan, memahami komitmen pemangku kebijakan dan pimpinan pusat dalam mendukung konservasi, aksi iklim, maupun langkah-langkah konkret. Mereka menggarisbawahi peran pemerintah kota dalam mendorong aksi iklim dan menciptakan kota yang berkelanjutan.
Kota adalah tempat mayoritas populasi dunia tinggal dan bekerja. Sekitar 70 persen emisi gas rumah kaca global berasal dari kawasan perkotaan. Selain kebijakan inovatif, pemerintah kota perlu mengajak partisipasi aktif warganya sebagai kunci sukses dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Kota Probolinggo telah membuktikan keberhasilannya dalam menjalin kolaborasi dengan warganya melalui partisipasi di kampanye global We Love Cities (WLC) Challenge. Kota tersebut keluar sebagai pemenang global tahun ini, mengungguli 80-an kota dari seluruh dunia.
Advertisement