Liputan6.com, Medan - Gordang sambilan adalah alat musik tradisional yang dimiliki masyarakat Mandailing, Sumatra Utara. Alat musik ini berupa gendang atau bedug dengan panjang dan diameter berbeda.
Mengutip dari ksdae.menlhk.go.id, gordang memang berarti gendang atau bedug. Adapun sambilan artinya sembilan.
Setiap gendang atau bedug memiliki panjang dan diameter berbeda, sehingga dapat menghasilkan harmonisasi nada yang beragam. Umumnya, alat musik ini dimainkan oleh enam orang.
Masing-masing dari mereka memainkan nada gendang yang paling kecil (satu dan dua) sebagai taba-taba, gendang tiga sebagai tepe-tepe, gendang empat sebagai kudong-kudong, gendang lima sebagai kudong-kudong nabalik, gendang enam sebagai pasilion, dan tiga gendang sisanya sebagai jangat.
Baca Juga
Advertisement
Pada masa dahulu atau sebelum agama Islam masuk ke Sumatra Utara, masyarakat Mandailing menggunakan gordang sambilan dalam upacara paturuan sibaso. Upacara tersebut merupakan ritual memanggil roh nenek moyang yang nantinya akan merasuki medium sibaso.
Upacara ini biasanya dilakukan jika ada kesulitan yang menimpa masyarakat Mandailing, misalnya saat ada wabah penyakit menular. Gordang sambilan juga dimainkan dalam upacara mangido udan atau meminta hujan oleh masyarakat Mandailing. Sebaliknya, jika hujan berlangsung cukup lama fan menimbulkan banjir hingga kerusakan hasil panen, maka gordang sambilan digunakan untuk memohon agar hujan berhenti.
Gordang sambilan memiliki tabung resonator yang terbuat dari kayu. Kayu tersebut dilubangi dan salah satu ujung lobang di bagian kepalanya ditutup dengan membran. Membran yang digubakan terbuat dari kulit lembu yang ditegangkan dan diikat dengan rotan.
Umumnya, instrumen musik tradisional ini dilengkapi dengan sebuah ogung boru-boru, yakni gong berukuran paling besar yang disebut gong betina. Selain itu, ada juga ogung jantan (gong berukuran lebih kecil), doal (gong yang lebih kecil dari ogung jantan), dan tiga salempong atau atau mongmongan (gong dengan ukuran yang paling kecil).
Bukan itu saja, ada juga instrumen lain berupa alat tiup yang terbuat dari bambu bernama sarune atau saleot. Ada juga sepasang simbal kecil yang dinamakan tali sasayat.
Ensambel gordang sambilan umumnya dipimpin oleh panjangati. Ia akan memainkan gordang yang paling besar atau jangat.
Seorang panjangati harus menguasai pola ritmik setiap instrumen dalam ansambel gordang sambilan. Ia juga harus memiliki selera ritme yang tinggi.
Panjangati bertugas mengolah nada-nada ritme dari semua pola ritmik instrument gordang sambilan. Setiap instrument yang diberi aksen berbeda akan menimbulkan efek ketegangan yang juga berbeda-beda.
Saat ini, gordang sambilan kerap dimainkan dalam upacara perkawinan (orja godang markaroan boru) dan upacara kematian (oja mambulungi). Penggunaannya tak bisa sembarangan dan harus mendapatkan izin melalui suatu musyawarah adat yang disebut markobar adat.
Musyawarah itu dihadiri oleh tokoh-tokoh Namora Natoras, Raja, beserta pihak yang akan menyelenggarakan upacara tersebut. Syarat lainnya adalah harus menyembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa.
Penulis: Resla