Liputan6.com, Cilacap - Pendakwah kondang yang lekat dengan blankon di kepalanya yakni KH. Miftah Maulana Habiburrahman atau kerap disapa Gus Miftah mendadak viral.
Namanya disebut-sebut pasca dirinya melontarkan kata-kata candaan yang diduga mengolok-olok penjual es teh yang tengah berjualan keliling kepada para jemaah di area pengajiannya ini. Sontak publik pun dibuat geram dengan ucapannya ini.
Sadar ucapannya saat ceramah menimbulkan reaksi dari publik nyata dan maya, Gus Miftah bersegera mengklarifikasi tindakanya. Lewat sebuah tayangan video yang tersebar di berbagai linimadsa, Gus Miftah menyampaikan permohonan maaf.
Baca Juga
Advertisement
Terlepas dari Gus Miftah yang diduga mengolok-olok pedagang es teh itu, ulama kharismatik asal Rembang, KH. Bahauddin Nursalim (Gus Baha) beberapa waktu yang lalu pernah menyampaikan kisah Rasulullah SAW yang sangat menghargai seorang pekerja.
Simak Video Pilihan Ini:
Penghargaan Tinggi Rasulullah kepada Pekerja
Gus Baha mengisahkan Rasulullah SAW yang sangat menghargai seorang pekerja. Gus Baha mengisahkan, saat itu ketika Rasulullah SAW sedang mengajar sahabat-sahabatnya di teras masjid.
“Suatu ketika Nabi mengajar di teras masjid, itu Nabi bukan kiai tapi Nabi," terangnya dikutip dari tayangan YouTube math_education_uny, dikutip Kamis (05/12/2024),
“Ini Nabi, di teras masjid dia sedang mengajar," sambungnya.
Saat Rasulullah SAW sedang mengajar itu, tiba-tiba seorang pemuda lewat namun tidak ikut mengaji bersama beliau.
“Saat sedang mengajar ada pemuda cuek, membawa cangkul Nabi dilewati, tidak mau mengaji,” terangnya lagi.
Melihat tingkah yang dianggap tidak sopan ini, maka para sahabat dibuat geram. Mereka mengatakan bahwa pemuda tersebut itu bakal celaka dan rugi sebab mengabaikan Rasulullah SAW.
“Lalu ada sahabat yang ekstrem mengomentari, “Sial betul pemuda itu!” Ada Rasulullah SAW sedang mengaji dia lewat saja tidak berhenti mengaji," ujar Gus Baha menerangkan makian para sahabat kepada pemuda tadi.
“Celaka dia itu!” imbuhnya.
Mendengar celaan dari para sahabatnya itu, justru Rasulullah SAW membela pemuda tadi yang bekerja tapi tidak ikut mengaji bersamanya.
Menurut Rasulullah SAW, mengaji dan bekerja itu sama-sama baik sebab dengan bekerja orang akan terhindar dari sifat meminta-minta. Bekerja juga mulia sebab untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
“Nabi berkomentar, 'jangan berkata begitu, dia itu bisa saja kerja untuk iffah supaya tidak meminta-minta orang, itu sunah saya',” tutur Gus Baha.
“Atau kerja untuk keluarganya, ibunya juga itu sunah saya,” sambungnya.
“Dan Allah SWT mencintai orang mukmin yang bekerja," tandasnya.
Advertisement
Keutamaan Bekerja
Mengutip Republika, berikut ini beberapa keutamaan bekerja.
1. Besarnya pahala memberi nafkah
Orang-orang yang bekerja dan menggunakan rezeki yang diperoleh dari hasil kerja kerasnya untuk memberikan nafkah pada keluarganya akan mendapatkan pahala yang besar. Bahkan rezeki yang digunakan untuk memberi nafkah pada keluarganya itu lebih besar pahalanya dibanding dengan rezekinya yang dikeluarkan untuk bersedekah pada orang lain. Sebagaimana dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar,” (HR. Muslim).
2. Orang yang bekerja sedang berjihad di jalan Allah
Orang yang bekerja agar bisa menafkahi keluarganya sehingga menjauhkan diri dan keluarganya dari kefakiran dan mencapai kesejahteraan sehingga bisa menjadi orang yang dermawan, sejatinya mereka tengah berjihad di jalan Allah SWT.
عن أبي هُريرةَ ؛ قالَ : بَيْنَا نحنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ _ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ _ ، إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا شَابٌّ منَ الثَنِيَّةِ ، فَلَمَّا رَمَيْنَاهُ بِأَبْصَارِنَا ، قُلْنَا : لَوْ أنَّ ذَا الشَّابَّ جَعَلَ نَشَاطَهُ وَشَبَابَهُ وقوَّتَهُ في سَبِيلِ اللَّهِ ، فَسَمِعَ مَقَالَتَنَا رَسُولُ اللَّهِ _ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ _ ؛ فقالَ : ” ومَا سَبِيلُ اللَّهِ إلاَّ منْ قُتِلَ ؟ ، مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ ؛ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ ، ومَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ ؛ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ ، ومَنْ سَعَى مُكَاثِراً ؛ فَفِي سَبِيلِ الشَّيطَانِ ”
Dari abu Hurairah, ia berkata: Pada saat kami bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul di hadapan kami, seorang pemuda dari lembah. Ketika kami terfokus kepadanya, kami berkata, “Semoga pemuda itu menjadikan kerajinannya, kepemudaanya, dan kekuatannya di jalan Allah. Rasulullah mendengar ucapan kami, lalu beliau bersabda: Apakah yang dinilai syahid hanya orang yang wafat di medan perang? Barangsiapa yang bekerja untuk kedua orang tuanya maka dia di jalan Allah, barangsiapa yang bekerja untuk keluarganya maka ia di jalan Allah, barangsiapa bekerja hanya untuk memperbanyak harta maka dia di jalan syaithan. Sungguh mulianya orang yang bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarganya, jika ia mati dalam bekerja maka ia dinilai syahid
3. Terhindar dari neraka
Orang yang bekerja kemudian rezekinya digunakan untuk keperluan keluarganya, maka Insya Allah ia akan terhindar dari neraka.
مَنْ أَنْفَقَ عَلَى ابْنَتَيْنِ أَوْ أُخْتَيْنِ أَوْ ذَوَاتَىْ قَرَابَةٍ يَحْتَسِبُ النَّفَقَةَ عَلَيْهِمَا حَتَّى يُغْنِيَهُمَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ أَوْ يَكْفِيَهُمَا كَانَتَا لَهُ سِتْراً مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa mengeluarkan hartanya untuk keperluan kedua anak perempuannya, kedua saudara perempuannya atau kepada dua orang kerabat perempuannya dengan mengharap pahala dari Allah, lalu Allah mencukupi mereka dengan karunianya, maka amalan tersebut akan membentengi dirinya dari neraka” (HR. Ahmad)
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul