Liputan6.com, Jakarta - Penolakan penyelenggaraan Jalsah Salanah oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Manislor, Kuningan, Jawa Barat yang rencananya akan berlangsung pada 6-8 Desember 2024 dinilai merupakan sebuah diskriminatif.
Konsorsium INKLUSI menilai pelarangan dari Forkopimda merupakan bentuk sikap diskriminatif negara yang mencoreng nilai kebebasan beragama dan berkeyakinan yang menjadi amanat konstitusi RI.
Advertisement
Pada perkembangannya, warga Ahmadiyah Manislor memberikan pernyataan tertulis yang sejauh ini ditandatangani oleh 2.000 lebih warga tersebut.
Pada pokoknya menegaskan bahwa:
Pertama, pelaksanaan Jalsah Salanah, pertemuan tahunan, tetap akan jalan sesuai dengan rencana dan izin yang sudah mereka terima, karena warga Ahmadiyah Manislor sudah banyak mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran untuk pelaksanaan Jalsah Salanah.
Kedua, permohonan perlindungan kepada seluruh aparat kepolisian dan Forkopimda untuk menciptakan iklim yang kondusif.
Konsorsium INKLUSI memandang bahwa Jalsah Salanah merupakan Hak Konstitusional Warga. Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) menjamin sepenuhnya kebebasan dan kemerdekaan setiap penduduk dan warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan.
Selain itu, Jalsah Salanah juga dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai hak asasi atas kebebasan berserikat dan berkumpul. Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Oleh karena itu, sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) negara harus menjamin dan melindungi penikmatan (enjoyment) hak tersebut.
Konsorsium INKLUSI mendesak pemerintah untuk tidak tunduk pada tekanan kelompok intoleran yang menolak pelaksanaan Jalsah Salanah 2024. Penolakan tersebut harus dilihat sebagai aspirasi biasa yang tidak boleh kemudian difavoritkan/diistimewakan menjadi sikap negara.
Sebagai catatan, Jalsah Salanah selama ini juga mendapatkan dukungan yang besar dari para akademisi, masyarakat sipil, media, bahkan pejabat negara.
Konsorsium INKLUSI menilai bahwa pelarangan Jalsah Salanah oleh Forkopimda Kuningan yang dibingkai dalam narasi menjaga kerukunan dan ketertiban umum hanyalah alibi yang semakin melanggengkan tindakan diskriminatif pemerintah terhadap kelompok minoritas.
Negara dan alat negara justru hanya menciptakan ‘penertiban’, alih-alih memberikan perlindungan dan menjamin iklim kebebasan beragama yang inklusif.
Konsorsium INKLUSI meminta kepada pemerintah, khususnya Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Mabes Polri untuk menjamin dan melindungi pelaksanaan Jalsah Salanah sebagai Hak Konstitusional Warga Negara yang dijamin oleh UUD Negara RI tahun 1945.
Konsorsium juga memandang pelarangan kegiatan Jalsah Salanah oleh Forkopimda, selain merupakan bentuk pelanggaran HAM khususnya kebebasan beragama dan berkeyakinan, juga bukan merupakan bentuk penyelesaian konflik yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya, tindakan tersebut akan memicu praktik-praktik yang sama di tempat lain.
Dalam pandangan Konsorsium INKLUSI, Pemerintah Pusat juga harus menegur Pemerintah Kabupaten Kuningan yang menyatakan melarang pelaksanaan Jalsah Salanah 2024 di Kuningan.