Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) menilai isu diversifikasi tanaman tembakau merupakan bagian dari kampanye anti tembakau di Indonesia sebagai bentuk intimidasi dari industri farmasi global untuk memasukkan agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
"Diversifikasi tanaman tembakau merupakan upaya penggiat anti tembakau untuk menghilangkan tembakau di Indonesia. Hal itu tertuang pada Pasal 17 dan Pasal 26 Ayat (3) dalam FCTC sudah dengan jelas mengatur diversifikasi tanaman tembakau ke tanaman lain," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji dikutip Kami (5/12/2024).
Advertisement
Agus menambahkan, bahwa agenda diversifikasi tembakau yang ada dalam FCTC sengaja mematikan kehidupan petani tembakau. Padahal, tanaman tembakau masih dibutuhkan oleh sekitar 4 juta petani tembakau dan buruh tembakau untuk memenuhi hajat hidup ekonominya. Seharusnya pemerintah memberikan kebebasan kepada petani untuk menanam tanaman yang dianggap baik.
"Pemerintah tidak bisa memaksa petani beralih dari tanaman tembakau ke tanaman lain. Kita ini tidak lagi hidup di zaman cultuurstelsel (tanam paksa),” kata Agus.
Agus mengingatkan bahwa Undang-Undang melindungi petani untuk bebas menanam tanaman yang dianggap menguntungkan. Di dalam UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani jelas mengatur.
“Sekali lagi, petani tidak bisa dipaksa menanam tanaman lain. Pemerintah jangan asal ganti tanaman saja tanpa memikirkan dampaknya bagi petani tembakau,” tegas Agus.
Menurut Agus, jika ingin mengendalikan tanaman tembakau, seharusnya yang dikendalikan bukan soal diversifikasi di negeri sendiri, akan tetapi yang sangat perlu dikendalikan adalah masifnya rokok ilegal yang sangat jelas menggerus penerimaan negara, dan industri hasil tembakau legal di Indonesia.
Agus mewanti-wanti, jangan sampai jutaan petani menanam tembakau, tetapi tidak bisa menjualnya. Itu bentuk kedzaliman nyata. "Berilah petani tembakau ruang kehidupan ekonomi di negeri sendiri," pungkas Agus.
Petani Tembakau Cemas Penjualan Hasil Panen Anjlok
Kritik terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) masih terus bergulir dari berbagai pihak. Pasalnya, tembakau memiliki peran penting dalam perekonomian daerah. Tembakau juga dinilai bukan hanya sebagai tanaman musiman dengan nilai ekonomi tinggi, tetapi juga memainkan perang penting dalam ekosistem pertanian.
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Nanang Teguh Sembodo, menyebut rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes akan berdampak langsung terhadap daya serap industri terhadap tembakau lokal. Nanang mengingatkan bahwa tanpa dukungan dari industri, petani akan kesulitan menjual tembakau mereka.
“Jika aturan ini diterapkan, kami khawatir penjualan tembakau kami menurun. Ini membuat kami jadi resah,” katanya dikutip Jumat (29/11/2024).
Menurutnya, wacana kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek tidak hanya membatasi daya jual, tetapi juga berpotensi mengurangi jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam sektor tembakau.
"Kebijakan ini diskriminatif karena fokusnya hanya pada dampak kesehatan, tanpa mempertimbangkan implikasi ekonomi bagi petani," paparnya.
Advertisement
Peran Tembakau
Nanang juga mengemukakan pentingnya peran tembakau dalam perekonomian daerah. Pasalnya, tembakau merupakan tanaman satu musim yang memiliki daya tarik karena nilai jualnya tinggi. Di beberapa daerah, bahkan tanaman ini bisa memutus siklus hama seperti kera dan tikus.
"Tembakau telah menjadi bagian dari budaya dan identitas masyarakat pedesaan, terutama di daerah seperti Temanggung, Boyolali, dan Wonosobo, di mana sebagian besar petani sangat bergantung pada hasil panen tembakau," imbuhnya.
Di tengah keterbatasan lahan yang tersedia, tanaman tembakau memiliki keunggulan strategis dibandingkan tanaman lainnya. Hal ini yang membuat Nanang miris. Sebab kondisi para petani tembakau masih jauh dari ideal, terutama dengan minimnya dukungan kebijakan yang melindungi hak dan kepentingan mereka. Banyak petani yang merasa terpinggirkan akibat kebijakan pemerintah yang tidak selaras dengan kebutuhan mereka.