Liputan6.com, Jakarta - Pacaran kerap dianggap sebagai salah satu tahap mengenal pasangan sebelum menikah. Namun, Buya Yahya, seorang ulama terkemuka, memberikan pandangan berbeda mengenai fenomena ini. Dalam sebuah ceramahnya, ia mengingatkan bahwa pacaran justru dapat membawa dampak negatif bagi kehidupan seseorang.
Menurut Buya Yahya, pacaran tidak memberikan ikatan yang sah dalam pandangan agama. Justru sebaliknya, hubungan semacam ini sering kali membatasi pandangan seseorang terhadap dunia yang luas menjadi sempit seperti daun kelor.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @Channelkajianislam, Buya Yahya mengatakan, "Kalau orang sudah terlanjur pacaran, ini sebetulnya dia membatasi dunia yang seluas ini menjadi seluas daun kelor. Dia mengatakan di dunia hanya ada dia, itu kan problem orang pacaran."
Pacaran, menurutnya, bukanlah bentuk seleksi atau upaya mencari pasangan terbaik. Sebaliknya, pacaran cenderung membuat seseorang merasa terikat secara emosional, meskipun belum ada ikatan resmi yang halal.
"Pacaran itu diam-diam mengikat. Makanya kalau sudah pacaran, dunia yang luas ini seperti tidak ada lagi, kecuali dia," jelasnya.
Buya Yahya menekankan bahwa cinta yang hadir dalam pacaran sering kali bersifat buta dan tidak rasional. Banyak orang yang terlanjur jatuh cinta bahkan tidak dapat menjelaskan alasan di balik perasaannya.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Ternyata Pacaran Jadi Masalah Emosional dan Moral
"Waktu ditanya, banyak orang yang sudah terlanjur mencintai itu kalau ditanya, 'Apa sih yang menjadikan kamu senang dengan dia?' Jawabnya bingung. 'Enggak tahu ya, pokoknya suka.' Itu karena cintanya buta," ujarnya.
Ia membandingkan situasi ini dengan seseorang yang tidak pernah berpacaran tetapi tetap mencari pasangan berdasarkan kriteria yang jelas. Orang seperti ini akan melihat calon pasangan dari sisi akhlak, hubungan dengan orang tua, dan kualitas pribadi lainnya.
"Kalau orang tidak pernah berpacaran, dia memilih kriteria. Misalnya, 'Wanita ini baik dengan ibunya, cantik, ya baik.' Dia oke, akan saya lamar," ungkapnya.
Jika lamaran itu ditolak, orang tersebut tidak akan mengalami sakit hati yang mendalam karena belum terlanjur mencintai. Sebaliknya, ia hanya merasa bahwa wanita tersebut layak dicintai, tanpa perlu merasa kehilangan.
"Enggak diterima? Enggak ada masalah. Enggak sakit hati. Wong saya belum mencintai dia, cuma saya anggap dia layak dicintai," lanjut Buya Yahya.
Pesan ini mengingatkan bahwa cinta yang halal adalah cinta yang tumbuh setelah pernikahan. Dalam Islam, ikatan pernikahan memberikan dasar yang sah untuk membangun hubungan cinta yang tulus dan penuh keberkahan.
Pacaran, di sisi lain, sering kali menjadi sumber masalah emosional dan moral. Ketika hubungan tidak berlanjut ke jenjang pernikahan, banyak yang mengalami patah hati mendalam atau bahkan rasa bersalah karena melanggar batasan agama.
Advertisement
Jauhi Pacaran, Jaga Kesucian
Buya Yahya juga menyoroti bahwa pacaran tidak hanya merugikan secara pribadi, tetapi juga dapat merusak hubungan sosial. Banyak orang yang terjebak dalam hubungan pacaran akhirnya kehilangan peluang untuk mengenal orang lain yang mungkin lebih sesuai sebagai pasangan hidup.
Dengan cara pandang yang sempit, seseorang yang pacaran sering kali lupa bahwa dunia ini penuh dengan peluang dan pilihan. Fokusnya hanya pada satu orang, seolah-olah tidak ada lagi yang lain.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa pacaran sering kali menjadi pintu masuk menuju perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama. Karena itu, menjauhi pacaran adalah langkah awal untuk menjaga kesucian hati dan hubungan dengan Allah.
Ia juga mengajak para pemuda untuk memanfaatkan masa muda dengan kegiatan positif yang membangun diri, seperti menuntut ilmu, beribadah, dan berkontribusi bagi masyarakat.
Ceramah ini menjadi pengingat bagi umat Islam, khususnya generasi muda, untuk berhati-hati dalam membangun hubungan. Menjauhi pacaran bukan berarti kehilangan kesempatan untuk menemukan pasangan hidup, melainkan cara untuk menjaga kehormatan diri dan menjamin keberkahan dalam rumah tangga di masa depan.
Semoga pesan ini menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk memilih jalan yang diridhai Allah dalam membangun hubungan dan mencapai kebahagiaan dunia serta akhirat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul