Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan kajian kejadian bencana gerakan tanah di Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat hasil pemeriksaan lapangan tim tanggap darurat bencana.
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan, kejadian bencana di Perumahan Mandalika Residence, RW. 10 Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat berjenis longsoran bahan rombakan dan jatuhan batu.
"Mengingat potensi pergerakan tanah tinggi dan untuk menghindari terjadinya gerakan tanah susulan serta mengurangi dampak akibat gerakan tanah, maka direkomendasikan pembangunan permukiman hendaknya menyesuaikan dengan RTRW dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kota Cimahi," ujar Wafid ditulis Bandung, Minggu (8/12/2024).
Baca Juga
Advertisement
Wafid menuturkan kewaspadaan terhadap aktivitas masyarakat atau pekerja di area longsoran saat hujan dan setelah hujan perlu ditingkatkan.
Sedangkan dua rumah yang rusak dan permukiman berada pada area longsoran sebaiknya dipindahkan ke tempat yang aman hingga selesai dilakukan rekayasa penguatan lereng sesuai dengan kaidah yang berlaku.
"Perlunya modifikasi desain lereng dan timbunan berupa perlandaian lereng berjenjang dilengkapi Dinding Penahan Lereng (DPT) dengan pancang (cantilever wall)," sebut Wafid.
Untuk menghindari jatuhan batu, Wafid mengatakan perlu ditambahkan dinding penahan jaring atau geotekstil atau geogrid yang akan memperkuat stabilitas material pada lereng.
Wafid menekankan saat melakukan dan menerapkan saran teknis berdasarkan sifat keteknikan tanah harus berdasarkan data pemboran, mekanika tanah, hasil sondir dan geolistrik.
"Pengurangan penggunaan alat berat sehingga tidak menghasilkan getaran besar untuk mengurangi pemicu gerakan tanah. Pemantauan retakan tanah dan deformasi tanah secara berkala pada lereng. Pemasangan rambu rawan gerakan tanah di sekitar lokasi bencana," jelas Wafid.
Rekayasa vegetasi berakar kuat dan dalam pada kaki longsoran untuk perkuatan tanah, juga tanaman penutup sebagai penahan erosi pada lereng sangat diperlukan.
Selain itu, melakukan penataan sistem drainase dengan sistem aliran yang kedap agar aliran air bisa terkendali.
"Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah," sebut Wafid.
Masyarakat setempat diimbau untuk selalu mengikuti arahan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau aparat pemerintah daerah setempat.
Simak Video Pilihan Ini:
Mekanisme dan Faktor Terjadinya Gerakan Tanah
Gerakan tanah yang terjadi di Perumahan Mandalika Residence merupakan ambrolnya dinding penahan tanah yang tidak mampu menahan beban tanah dan bahan rombakan.
"Kejadian ini akibat adanya ketidakseimbangan antara gaya yang bekerja pada dinding penahan dan kemampuan dinding penahan tanah tersebut menahan gaya tersebut," ternag Wafid.
Morfologi atau kondisi yang curam, jenis tanah dan kondisi batuan, kelembapan tanah dan sistem drainase mempengaruhi daya dukung tanah dan memberikan gaya tekanan yang lebih tinggi sehingga memungkinkan terjadinya gerakan tanah.
Kondisi internal seperti kemiringan lereng, jenis tanah yang memiliki kekerasan rendah, dan tumpukan timbunan bahan rombakan pada area yang curam dapat menyebabkan tanah menjadi tidak stabil dan mudah bergerak.
"Drainase atau keairan yang tidak tertata juga dapat membuat tanah sangat jenuh air, sehingga menambah tekanan pada lapisan tanah," ungkap Wafid.
Pengaruh external seperti getaran kendaraan, gempa bumi, curah hujan, penurunan stabilitas tanah dapat memicu pergerakan tanah.
Secara umum ada 6 faktor penyebab terjadinya gerakan tanah di daerah pemeriksaan antara lain adalah:
1. Morfologi lereng yang curam dan gangguan terhadap lereng;
2. Sistem dinding penahan lereng yang gagal dalam menahan beban tanah;
3. Sistem drainase yang kurang tertata sehingga akumulasi air permukaan liar;
4. Tanah penyusun daerah bencana berupa lempung pasiran yang memiliki plastisitas rendah, yang membuatnya mudah jenuh air dan dapat kehilangan kestabilannya saat terjadi getaran atau erosi air permukaan;
5. Tanah organik (soil) pada umumnya lunak dan mempunyai daya dukung tanah yang rendah. Tanah jenis ini umumnya mudah mengalami penurunan tanah;6. Dapat dipicu keairan, curah hujan dan juga oleh getaran yang memperbesar tekanan dinamis pada tanah.
Dampak gerakan tanah itu berakibat tiga anak mengalami luka-luka, dua rumah rusak berat, beberapa rumah terancam gerakan tanah, dinding penahan lereng rusak berat dan 12 keluarga diungsikan ke tempat yang lebih aman.
Advertisement
Kondisi Daerah Gerakan Tanah
Secara umum, Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah berada di wilayah dengan kemiringan lereng landai-curam, beberapa tempat lebih dari 33 derajat atau ketgori curam.
Kemiringan lereng curam ini memungkinkan air permukaan mengalir lebih cepat dan menciptakan kondisi tanah yang cenderung rentan mengalami erosional dan pergerakan.
"Daerah bencana merupakan perbukitan bergelombang menengah dengan kemiringan curam dan berada pada ketinggian 600-700 meter di atas permukaan laut (mdpl)," ujar Wafid.
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, material penyusun (litologi) kawasan tersebut merupakan endapan batuan vulkanik. Setidaknya terdapat empat lapisan piroklastika dari endapan vulkanik yang terbentuk pada lereng.
Bagian atas merupakan tanah pelapukan lempung pasiran berwarna coklat, lunak, jenuh, porositas sedang, plastisitas rendah, mudah hancur, kekerasan tanah 0,5-2,5 kg/cm2 dan ketebalan kurang dari 1,5 meter.
"Kemudian perselingan antara jatuhan piroklastik lanau tufaan, berkomposisi batuapung, lapili berwarna putih kekuningan, porositas tinggi, kekerasan tanah 1-2,5 kg/cm2 ketebalan 50-80 cm dengan lapisan lempung pasiran produk aliran piroklastik berwarna coklat, lunak, tingkat plastisitas sedang-tinggi, kekerasan 1,5-3,5 kg/cm2 dengan ketebalan 1-3 meter," ungkap Wafid.
Karakteristik tanah pelapukan piroklastika memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, mudah jenuh serta tekstur tanah yang kurang stabil.
Bagian bawah berupa batas diskontinuitas dengan batuan breksi tufaan berkomposisi andesitan berukuran kerikil hingga bongkah. Deformasi batuan terlihat dari pecahan batuan menyudut, kekar tidak beraturan, mudah lepas, pecah-pecah mudah hancur, dengan ketebalan leni dari 10 meter.
"Karakteristik breksi di lokasi pemeriksaan memiliki tingkat permeabilitas yang tinggi, mudah pecah serta tekstur batuan yang mudah runtuh," tutur Wafid.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa (P.H. Silitonga, 2003), lokasi gerakan tanah termasuk dalam Tuff Batu apung (Qyt) yang tersusun oleh pasir tufan, lapilli, bom-bom, lava berkomposisi andesit.
Keairan, Tata Guna Lahan dan Kerentanan
Secara keairan, lokasi bencana gerakan tanah ini identik dengan batasan plastis suatu lapisan tanah. Pada kedalaman 3-9 meter, kondisi kandungan air cukup baik, sedangkan lebih dari 10 meter kondisi air tanah sulit ditemukan karena memiliki porositas dan permeabilitas batuan yang berbeda.
"Drainase permukiman belum dilakukan penataan dan masih menggunakan metode resapan ke dalam tanah. Air permukaan juga sangat liar, terkhusus pada area longsoran," kata Wafid.
Sedangkan penggunaan lahan berupa pemukiman yang berada pada lereng atas, lereng tengah berupa ladang campuran, jarang ditemukan pohon besar, sebagian besar ilalang. Penggunaan lahan pada lereng bawah berupa pemukiman warga.
Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat pada bulan Oktober 2024 (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi), daerah bencana terletak pada Prakiraan Gerakan Tanah Menengah.
"Artinya berpotensi terjadi aliran bahan rombakan dan gerakan tanah/longsoran terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat," tukas Wafid.
Bencana gerakan tanah terjadi di Perumahan Mandalika Residence, RW. 10 Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Secara Geografis terletak pada koordinat 6,811375⁰ LS dan 107,524483⁰ BT. Menurut informasi yang dihimpun Badan Geologi, gerakan tanah terjadi pada hari Senin, 7 Oktober 2024 sekitar pukul 08.45 WIB.
Kejadian longsor juga pernah terjadi pada RW. 17 BCL dan bahkan di Cireundeu RW 10 pernah terjadi longsor.
Advertisement