Liputan6.com, Jakarta - Museum MACAN kembali menjadi tuan rumah untuk seniman internasional berpameran di Indonesia. Kali ini adalah giliran perupa berdarah Thailand, Korakrit Arunanondchai yang mengusung tema Sing Dance Cry Breathe | as their world collides on to the screen.
Lewat pameran itu, sang seniman mengeksplorasi persepsinya tentang identitas, ingatan, kehidupan, kematian, spiritualitas, dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia. Salah satunya dengan menghadirkan burung phoenix dan api. Kedua motif itu sering muncul dalam karya seninya sebagai simbolismenya terhadap penciptaan dan kehancuran.
Advertisement
Pada pembukaan pameran terbaru, Minggu malam, 1 Desember 2024, para pengunjung juga disajikan instalasi terbuat dari tanah yang dikompresi dan dibentuk menjadi hamparan tanah retak berwarna hitam legam dengan efek hangus terbakar. Lewat karya itu, ia ingin menggambarkan persimpangan antara kehidupan kontemporer dan kepercayaan tradisional.
Instalasi tanah itu menggunakan tanah yang dicampur dengan cat berwarna hitam. "Warna merupakan hal yang krusial dalam menampilkan sebuah persepdi tanpa narasi dan mampu mengubah suasana hati melalui karya seni. Mowilex merasa terhormat karena sekali lagi menjadi material cat yang dipercaya para seniman dalam membuat karya," ujar Niko Safavi, CEO PT Mowilex Indonesia, dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Cat yang digunakan oleh Korakrit adalah Mowilex Emulsion dan Mowilex Cendana warna hitam dengan pigmentasi yang sangat kuat sehingga mampu memberikan warna legam yang dibutuhkan perupa. Dengan kandungan formula yang aman untuk kesehatan dan lingkungan serta Zero VOC (Volatile Organic Compound), produsen memastikan para pengunjung dan seluruh staf Museum MACAN terjaga dari paparan residu berbahaya.
Perdana Berpameran di Indonesia
Pameran yang akan berlangsung hingga 6 April 2025 tersebut merupakan pameran tunggal perdana Arunanondchai di Indonesia. Dikutip dari laman resmi Museum MACAN, pameran tersebut dibangun sebagai teater non-manusia yang mewujudkan bentuk-bentuk antropomorfik dalam cahaya, suara, arsitektur, dan tentunya citraan rupa.
Dua simbol yang senantiasa hadir dalam karya Arunanondchai dan tetap penting di sini adalah burung dan ular. Keduanya selalu muncul dalam mitos asal-usul manusia di berbagai kebudayaan. Ia disebut tertarik pada simbol-simbol ini bukan sebagai perwujudan fisik dan makna simbolik mereka sebagai citra, melainkan sebagai relasi yang kita rangkai dan terapkan pada struktur sosial serta tatanan alam.
Sang seniman lahir di Bangkok, tapi kiprahnya terbagi terutama di Bangkok dan New York. Arunanondchai seringkali memanfaatkan konteks budaya yang berakar dari pengalaman pribadinya, serta ruang-ruang yang ditandai oleh trauma pascakolonial.
Dengan menggunakan pendekatan esaistis dan eksperimental, sang perupa bekerja dengan banyak kolaborator untuk mengumpulkan materi-materi audio dan visual dari berbagai sumber. Mengacu pada filsafat dan mitos, narasi-narasi yang dibawakan oleh Arunanondchai merangkai pertanyaan-pertanyaan tentang kesadaran, empati, dan komunitas.
Advertisement
Pentingnya Proses Kuratorial dalam Pameran
Dalam setiap pameran, proses kuratorial menjadi elemen penting untuk memastikan konsep dan tema selaras dengan wujud karya yang ditampilkan. Dalam kesempatan terpisah, Ketua Tim Kuratorial dan Pameran Museum Nasional Indonesia (MNI), Bayu Genia Krishbie, menjabarkan bahwa proses kurasi di Museum Nasional Indonesia dimulai dengan penentuan konsep dan tema besar yang ingin disampaikan pada publik.
"Tema ini tidak hanya mencerminkan visi dan misi museum, tapi juga berakar dari riset untuk memahami harapan, serta keinginan pengunjung. Setelah tema ditetapkan, tahap berikutnya adalah memilih koleksi yang sesuai," kata dia melalui pesan kepada Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 25 Oktober 2024.
Menurut Bayu, seorang kurator harus memahami kekuatan dan kelemahan koleksi yang dimiliki museum secara mendalam, termasuk koleksi yang belum dimiliki. Jika diperlukan, ia menambahkan, kurator dapat meminjam koleksi dari museum lain atau menggunakan media alternatif, seperti foto dan video untuk melengkapi pameran.
"Kurator kemudian menyusun matriks koleksi terpilih yang mencakup data, seperti nomor inventaris, bahan, tempat penemuan, tanggal akuisisi, dan usia koleksi," ujar dia. "Proses ini termasuk analisis lebih lanjut terkait fungsi, sejarah, dan relevansi koleksi terhadap tema pameran."
Peran Kurator
Kurator juga memikirkan tata pamer yang akan didiskusikan dengan tim desain pameran. "Dalam proses ini, kurator tidak bekerja sendiri. Kami bekerja sama dengan registrar untuk melacak catatan koleksi, serta dengan konservator untuk menganalisis kondisi fisik koleksi dan memastikan lingkungan penyimpanan yang aman."
Ia menambahkan, "Tim desain pameran juga terlibat dalam menentukan tata letak, warna, dan elemen visual lain untuk memastikan pengalaman pengunjung yang optimal." Di momen pembukaan kembali Museum Nasional Indonesia, misalnya, ada beberapa pameran yang disajikan.
Ini termasuk "Wajah Baru Tata Pamer MNI," "Menabuh Nekara Menyiram Api: Perjalanan Pemulihan Museum Nasional Indonesia Pasca Kebakaran," "Pameran Repatriasi," dan "Ruang MasaDepan MNI." "Pameran ini merupakan hasil kerja sama tim kuratorial Museum Nasional yang dibantu Tim Kuratorial dan Pameran dari Indonesian Heritage Agency," ucapnya.
Juga, oleh kurator tamu profesional, seperti Bonnie Triyana (Pameran Repatriasi) dan Aprina Murwanti (Wajah Baru Tata Pamer MNI, Ruang Masa Depan MNI). Bayu berbagi bahwa kriteria pemilihan koleksi di MNI dapat berubah seiring perkembangan visi museum dan narasi yang ingin disampaikan pada publik.
Advertisement