Liputan6.com, Pekanbaru - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menetapkan Syahril Abu Bakar dan Rambun Pamenan tersangka korupsi di Palang Merah Indonesia (PMI). Nama pertama baru saja mengakhiri masa jabatannya sebagai Ketua PMI Riau dan mengaku sebagai Ketua Lembaga Adat Melayu Riau.
Penetapan tersangka keduanya sebagai bersamaan dengan peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkordia) 9 Desember. Sedianya, Syahril dipanggil sebagai tersangka tapi memilih mangkir sementara Rambun langsung ditahan usai diperiksa penyidik.
Baca Juga
Advertisement
Wakil Kepala Kejati Riau Rini Hartatie membenarkan penahanan tersangka Rambun. Rini menyebut Rambun pernah menjadi Bendahara PMI Riau sewaktu Syahril menjabat.
"Hari ini kami menahan salah satu Bendahara PMI dengan kerugian negara Rp1 miliar lebih," kata Rini, Senin malam.
Rini menyatakan penanganan perkara ini dilakukan secara terbuka, akuntabel dan transparan. Tersangka Rambun akan dititipkan di Rutan Kelas I Sialang Bungkuk untuk 20 hari ke depan.
"Penahanan dimulai sejak 9 Desember hingga 28 Desember 2024," ujar Rini.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau Zikrullah menjelaskan, penyidik bakal menjadwal ulang pemanggilan Syahril Abu Bakar.
Zikrullah mengatakan, PMI Riau dari tahun 2019-2022 mendapat dana hibah dari Pemerintah Provinsi Riau berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) setiap tahunnya.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Manipulasi Kegiatan
Dana hibah tersebut dipergunakan untuk mendanai program atau kegiatan PMI Riau sesuai dengan rencana penggunaan belanja hibah/proposal lalu dituangkan dalam NHPD.
Sedianya anggaran itu dipergunakan belanja rutin, belanja barang, biaya pemeliharaan inventaris, biaya perjalanan dinas, belanja publikasi, biaya pembinaan dan pengembangan organisasi, biaya operasional kendaraan, dan belanja BBM.
"Pada tahun 2019-2022, PMI Riau mendapat dana hibah dengan total Rp6.150.000.000," terang Zikrullah.
Kedua tersangka, lanjut Zikrullah, menggunakan dana hibah PMI untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukan. Keduanya juga diduga memanipulasi pertanggungjawaban dengan membuat nota pembelian fiktif
"Kemudian membeli barang dengan mark up harga untuk program fiktif," jelas Zikrullah.
Keduanya juga diduga memotong sebagian dana yang seharusnya diterima oleh pihak pengurus dan staf kantor PMI. Keduanya juga mencatut nama orang lain sebagai penerima honor.
"Padahal nama yang dicatut tidak bekerja ataupun tidak tercatat sebagai pengurus," kata Zikrullah.
Berdasarkan audit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Provinsi Riau, keduanya merugikan negara Rp1.112.247.282.
Advertisement