Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah mempersiapkan beberapa insentif fiskal, sebagai kompensasi dari kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% di 2025. Penerapan PPN 12% ini diyakini akan memberatkan untuk sebagian lapisan masyarakat oleh sebab itu perlu adanya insentif.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, bahwa insentif yang akan disalurkan pemerintah untuk 2025 mendatang masih dalam tahap finalisasi. Insentif yang dimaksud adalah insentif PPnBM Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pembelian mobil listrik, dan PPN DTP untuk sektor properti.
Advertisement
"(Insentif) sedang dikaji untuk mem-balance (menginbangi) dampaknya PPN 12%, kita memberikan usulan beberapa skema insentif fiskal khususnya PPN DTP dan PPnBM DTP,” kata Susiwijono di Jakarta, dikutip Selasa (10/12/2024).
“Lagi difinalisasi angka-angkanya," ungkapnya.
Namun, ia enggan menyebut secara spesifik kapan aturan teknis dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini akan diterbitkan oleh pemerintah.
Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto sudah mengumumkan kebijakan terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Kenaikan PPN menjadi 12 persen akan diberlakukan per 1 Januari 2025. Pemerintah dan DPR menyebut bahwa penerapan kebijakan tarif PPN 12 persen itu hanya menyasar dan selektif hanya kepada barang mewah.
Barang Mewah Lokal Tak Kena
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty mengusulkan kepada pemerintah agar barang mewah tertentu produksi dalam negeri tak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.
“Harusnya produk dalam negeri itu punya spesifikasi, mereka tidak dikenakan 12 persen tapi 10 persen. Itu-lah perbedaan yang diimpor dan produk dalam negeri,” katanya di sela kunjungan kerja reses industri kecil menengah minuman anggur di Denpasar, Bali, Sabtu (7/12/2024) seperti dilansir Antara.
Kategori Mewah
Ia memberi contoh apabila minuman anggur dianggap barang mewah, maka perlu dipertimbangkan untuk produk yang diproduksi oleh industri kecil menengah (IKM) dalam negeri.
“Kami ingin tahu barang mewah ini seperti apa? Kami khawatirkan dulu 12 persen pukul rata tapi presiden sudah mengeluarkan pernyataan ini hanya berlaku untuk barang mewah,” imbuhnya.
Sementara itu, anggota DPR RI lainnya yakni Erna Sari Dewi mengatakan PPN 12 persen hanya diberikan kepada barang kategori merah, sedangkan bahan pokok yang dibutuhkan rakyat, bebas dari PPN.
Mengingat kebijakan itu sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), maka PPN 12 persen tetap harus dilaksanakan rencananya per 1 Januari 2025.
“PPN ini kan hanya diberlakukan pada barang mewah. Kemudian untuk di luar barang mewah itu tidak dikenakan, masih 11 persen. Saya pikir ini kebijakan luar biasa yang sesuai amanah undang-undang tetap harus kita lakukan,” kata wakil rakyat sekaligus mantan penyiar TVRI di Bengkulu itu.
Terkait klasifikasi barang mewah yang dapat dikenakan PPN 12 persen, kata anggota Komisi VII DPR RI itu, perlu finalisasi regulasi.
Advertisement
Selektif
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa kebijakan penerapan PPN 12 persen yang berlaku mulai 2025 akan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, namun bersifat selektif.
Kepala Negara mengungkapkan kenaikan PPN itu hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, sementara perlindungan terhadap rakyat tetap menjadi prioritas pemerintah.
"Kan sudah diberi penjelasan, PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah," kata Presiden RI Prabowo Subianto.