Liputan6.com, Jakarta Kuasa Hukum terdakwa Robert Indarto, Handika Honggowongso, menyoroti tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya dalam kasus korupsi komoditas timah. Jaksa menuntut Robert Indarto dengan hukuman kurungan penjara selama 14 tahun.
Menurut Handika, tuntutan itu sangat berlebihan. Sebab, selama PT Timah bekerja sama dengan lima smelter pada 2018 lalu, perusahaan itu sudah berstatus sebagai swasta nasional dan bukan BUMN, sehingga tidak ada kerugian keuangan negara dalam kerja sama tersebut.
Advertisement
"Tahun 2018 itu, PT Timah statusnya sudah swasta nasional, bukan lagi BUMN. Jadi tidak ada kerugian keungan negara. Terlebih dalam tiga tahun kerja sama dengan 5 smelter tersebut PT Timah mendapat pemasukan Rp16,7 triliun dari penjualan balok timah sebanyak 63,7 ribu ton yang dihasilkan 5 smelter," tutur Handika kepada wartawan, Selasa (10/12/2024).
"Sedang ongkos yang dikeluarkan PT Timah terkait kerja sama dengan lima smelter itu Rp14,2 triliun, bayar pajak dan royalti ke negara Rp1,2 triliun. Artinya, PT Timah masih untung sekitar Rp1,1 triliun. Dengan perhitungan seperti itu di mana ruginya PT Timah? Tapi semua fakta itu dikesampingkan JPU," sambungnya.
Handika juga menanggapi soal beban uang pengganti terdakwa Robert Indarto sebesar Rp1,9 triliun dalam amat tuntutan JPU. Dia menilai, hal itu salah kaprah dan melanggar Pasal 18 Undang-Undang Tipikor,
Pasalnya, dari Rp1,9 triliun tersebut, sebanyak Rp1,6 triliun digunakan untuk membayar biji timah ke para penambang yang ditunjuk oleh PT Timah Tbk, bukan Robert Indarto.
"Lalu timahnya disetorkan ke PT Timah sebanyak 16,7 ribu ton. Itu nyata dan tidak fiktif. Jadi uang itu sebenarnya tidak dinikmati oleh Robert Indarto," jelas dia.
Selain itu, ada sebanyak Rp300 miliar yang digunakan oleh PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) untuk biaya pengolahan 16,7 ribu ton biji timah milik PT Timah, dan membayar CSR yang dikelola terdakwa Harvey Moeis sebesar Rp64 miliar.
"Lalu uang lebihnya itu digunakan untuk keperluan perusahaan. Adapun hasil pengelolaan oleh PT SBS sebanyak 9,2 ribu ton balok timah sudah diserahkan ke PT Timah, jadi di mana ruginya PT Timah," kata Handika.
Selain itu, Handika juga memprotes kondisi PT SBS yang dibebani biaya kerusakan lingkungan sebesar Rp23 triliun. Sementara, Robert Indarto selaku dirut perusahaan tersebut tidak melakukan penambangan timah.
"Itu harusnya dibebankan kepada mitra tambang, masyarakat dan PT Timah yang aktif melakukan penambangan. Aturannya kan seperti itu," Handika menandaskan.
Tuntutan Para Terdakwa Korupsi Timah Bervariasi, Robert Indarto Dituntut 14 Tahun Penjara
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan rangkaian amar tuntutan terhadap para terdakwa kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 9 Desember 2024. Majelis hakim diminta menjatuhkan hukuman penjara, mulai dari 8 tahun hingga 14 tahun.
Terhadap terdakwa Suparta selaku Direktur Utama (Dirut) PT Refined Bangka Tin (RBT), jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 14 tahun tahun, dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di Rutan," ujar JPU membacakan amar tuntutan.
Jaksa juga meminta majelis hakim menghukum Suparta dengan denda Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Serta membebankannya untuk membayar uang pengganti sebesar Rp4.571.438.592.561,56; yang jika tidak dapat membayar selama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun," jelas jaksa.
Terdakwa Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT dituntut hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp750 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Terdakwa Suwito Gunawan alias Awi selaku pemilik manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) dituntut hukuman 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Jaksa juga meminta majelis hakim membebankannya membayar uang pengganti sebesar Rp2.200.704.628.766,6; yang jika tidak dapat membayar maka harta bendanya akan disita. Apabila tidak mencukupi juga, maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun.
Terdakwa Tamron alias Aon selaku pemilik CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia, dituntut hukuman penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar, yang jika tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp3.660.991.640.663,67; yang jika tidak dibayarkan maka harta bendanya dapat disita.
"Dan dalam hal terdakwa (Tamron) tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun," kata jaksa.
Terdakwa Achmad Albani selaku Manajer Operasional Tambang CV Venus Inti Perkasa dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp750juta, yang jika tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Kemudian, terdakwa Hassan Tjie selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp750juta, yang jika tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Terdakwa Kwang Yung alias Buyung selaku Komisaris CV Venus Inti Perkasa juga dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp750juta, yang jika tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Selanjutnya, terdakwa Robert Indarto selaku Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa dituntut penjara selama 14 tahun dan denda Rp1 miliar, yang jika tidak dibayarkan maka diganti pidana kurungan selama 1 tahun.
Jaksa juga meminta majelis hakim membebankannya membayar uang pengganti Rp1.920.273.791.788,36; apabila tidak dapat membayar maka harta bendanya akan disita, dan jika tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun.
Sementara untuk terdakwa Rosalina selaku General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa dituntut hukuman penjara selama 6 tahun tahun, dikurangi dengan lamanya ditahan di rutan.
"Menghukum terdakwa (Rosalina) membayar denda sebesar Rp750 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," jaksa menandaskan.
Advertisement
Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan terhadap suami artis Sandra Dewi yakni Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi komoditas timah. Majelis hakim diminta menjatuhkan hukuman selama 12 tahun penjara.
"Menuntut, menyatakan terdakwa Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ke-1 KUHP," tutur JPU saat membacakan tuntutan.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun tahun, dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan," sambungnya.
Jaksa juga menuntut agar majelis hakim menghukum Harvey Moeis dengan denda Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun. Tidak ketinggalan pula tuntutan uang pengganti.
"Membebankan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum, tetap maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut," kata JPU.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun," lanjutnya.
Adapun hal yang memberatkan dan meringankan dalam tuntutan tersebut, untuk yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa Harvey Moeis tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelengaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar sejumlah Rp 300.003.263.938.131,14; telah menguntungkan diri sendiri sebesar Rp210 miliar; dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
"Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya," JPU menandaskan.
Helena Lim Dituntut 8 Tahun Penjara
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan amar tuntutan terhadap terdakwa Helena Lim tekait kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) komoditas timah. Majelis hakim diminta menjatuhkan putusan 8 tahun penjara terhadapnya.
JPU sendiri menyatakan terdakwa Helena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah membantu melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU, sebagaimana dalam dakwaan ke satu primer.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 8 tahun, dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan," tutur JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).
JPU juga menuntut terdakwa Helena Lim untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara. Termasuk juga meminta adanya uang pengganti atas kasus tersebut.
"Membebankan terdakwa Helena membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar dengan memperhitungkan aset, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut,” jelas dia.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun," sambungnya.
JPU juga membeberkan hal yang memberatkan dan meringankan untuk Helena Lim. Untuk yang memberatkan, bahwa perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelengaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; dan dianggap turut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, termasuk kerugian keuangan negara dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif.
Tidak ketinggalan, dia juga dinilai telah menikmati hasil tindak pidana, dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
"Hal yang meringankan Helena belum pernah dihukum," kata JPU.
Helena Lim dikenakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Advertisement