Perdana Bersaksi dalam Sidang Korupsi, Netanyahu Kritik Media Israel Bias Kiri

Netanyahu mengaku sanggup menjalani persidangan sambil terus memimpin perang Israel di tujuh front.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 11 Des 2024, 11:01 WIB
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di pengadilan Tel Aviv sebelum memberikan kesaksian untuk pertama kalinya dalam persidangan panjangnya terkait dugaan korupsi, Selasa (10/12/2024). (Dok. Menahem Kahana/Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Tel Aviv - Pada hari Selasa (10/12/2024), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberikan kesaksian untuk pertama kalinya dalam persidangan kasus korupsi yang telah berlangsung lama, dengan mengatakan bahwa dirinya diburu karena kebijakan keamanannya yang keras.

Netanyahu, yang berusia 75 tahun, adalah perdana menteri Israel pertama yang didakwa dengan tindak pidana. Dia memberikan kesaksian saat Israel tengah terlibat dalam perang di Jalur Gaza dan menghadapi potensi ancaman baru dari gejolak regional, termasuk di Suriah.

Pekan lalu, hakim memutuskan bahwa Netanyahu yang didakwa pada 2019 atas tiga kasus, harus memberikan kesaksian tiga kali seminggu, memaksanya untuk membagi waktu antara ruang sidang dan ruang komando perang di Kementerian Pertahanan Israel, yang hanya beberapa menit dari pengadilan.

Netanyahu, yang merupakan Pemimpin Partai Likud, turut mengkritik media Israel yang menurutnya memiliki pandangan kiri. Dia menuduh wartawan memburunya selama bertahun-tahun karena kebijakan-kebijakannya yang tidak mendukung pembentukan Negara Palestina.

Singkat cerita, menurut Netanyahu seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (11/12), tuduhan-tuduhan terhadap dirinya adalah "lautan absurditas".

"Saya telah menunggu delapan tahun untuk momen ini, untuk mengungkapkan kebenaran," ujar Netanyahu kepada tiga hakim seperti dilansir CNN. "Namun, saya juga seorang perdana menteri... saya memimpin negara dalam perang di tujuh front. Dan saya rasa kedua hal ini (memimpin perang dan menjalani persidangan) bisa dilakukan secara bersamaan."

Jaksa menuduh Netanyahu memberikan keuntungan regulasi senilai sekitar 1,8 miliar shekel (sekitar USD 500 juta) kepada Bezeq Telecom sebagai imbalan atas pemberitaan positif tentang dirinya dan istrinya, Sara, di situs berita yang dikendalikan oleh mantan pemimpin perusahaan itu.

Dia juga dituduh melakukan negosiasi dengan pemilik surat kabar Yedioth Ahronoth untuk mendapatkan liputan yang lebih baik sebagai imbalan atas legislasi yang memperlambat pertumbuhan surat kabar pesaing.

Netanyahu membantah seluruh tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah. Dia memilih untuk berdiri, bukannya duduk, selama memberikan kesaksian di pagi hari.

"Seandainya saya menginginkan liputan yang positif, yang perlu saya lakukan adalah menunjukkan dukungan terhadap solusi dua negara ... Jika saya sedikit bergerak ke arah yang lebih kiri, saya pasti akan dipuji," kata Netanyahu.

Dalam jawabannya yang panjang, dia menggambarkan dirinya sebagai pembela yang kuat terhadap keamanan Israel, yang mampu bertahan menghadapi tekanan dari kekuatan internasional serta serangan dari media domestik yang bersifat memusuhi.


Sidang Dilaksanakan di Ruang Bawah Tanah

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di pengadilan Tel Aviv untuk memberikan kesaksian pertama kalinya dalam persidangan panjangnya terkait dugaan korupsi, Selasa (10/12/2024). (Dok. Menahem Kahana/Pool Photo via AFP)

Netanyahu tersenyum percaya diri saat memasuki Pengadilan Distrik Tel Aviv pada Selasa sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Sidang ini dipindahkan dari Yerusalem dan dilaksanakan di ruang bawah tanah pengadilan karena alasan keamanan yang tidak diungkapkan.

Sebelum Netanyahu memberikan kesaksian, pengacaranya Amit Hadad menjelaskan kepada hakim bahwa penyelidikan terhadap kliennya memiliki kekurangan mendasar. Hadad menyatakan jaksa bukannya menyelidiki suatu kejahatan, melainkan memburu seseorang.

Puluhan pengunjuk rasa berkumpul di luar pengadilan, sebagian adalah pendukungnya, sementara lainnya menuntut agar Netanyahu lebih banyak bernegosiasi untuk membebaskan sekitar 100 sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza.

Israel telah berperang di Jalur Gaza lebih dari setahun dan selama periode tersebut Netanyahu diberikan penundaan untuk hadir di persidangan. Namun, pada hari Kamis (5/12), hakim memutuskan bahwa dia harus mulai memberikan kesaksian.

Dakwaan terhadap Netanyahu mencakup tuduhan suap, penipuan, dan penyalahgunaan kepercayaan.

Menjelang persidangan, Netanyahu menghidupkan kembali retorika yang sering digunakan sebelumnya tentang penegakan hukum, menggambarkan penyelidikan terhadapnya sebagai "perburuan penyihir". Dia mengklaim bahwa tuduhan terhadapnya tidak benar.

Perburuan penyihir atau witch hunt merujuk pada upaya atau kampanye yang berlebihan dan tidak adil untuk mencari dan menghukum seseorang, biasanya tanpa bukti yang cukup atau berdasarkan tuduhan yang lemah.

"Ancaman nyata terhadap demokrasi di Israel bukan berasal dari wakil-wakil yang dipilih publik, namun dari sebagian kalangan di lembaga penegak hukum yang menolak menerima pilihan pemilih dan berusaha melakukan kudeta melalui penyelidikan politik yang liar yang tidak dapat diterima di negara demokrasi manapun," katanya pada hari Kamis.

Pada konferensi pers malam Senin (8/12), Netanyahu mengatakan dia telah menunggu delapan tahun untuk dapat menceritakan kisahnya dan menyatakan kemarahannya terhadap cara saksi diperlakukan selama penyelidikan.

 


Perpecahan di Kalangan Publik Israel

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Sebelum perang di Jalur Gaza, kasus hukum yang melibatkan Netanyahu telah membelah opini publik Israel dan mengguncang politik negara tersebut melalui lima putaran pemilu. Upaya pemerintahannya pada tahun lalu untuk membatasi kekuasaan peradilan semakin mempolarasi masyarakat Israel.

Serangan mengejutkan oleh Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 dan perang di Jalur Gaza yang menyusul, sempat membuat persidangan Netanyahu terpinggirkan dari agenda publik, sementara masyarakat Israel bersatu dalam kesedihan dan trauma. Namun, seiring berlanjutnya perang, kesatuan politik mulai retak.

Dalam beberapa pekan terakhir, meskipun pertempuran mereda di satu front setelah Israel mencapai gencatan senjata dengan Hezbollah, sekutu Hamas di Lebanon, beberapa anggota kabinet Netanyahu —termasuk menteri kehakiman dan menteri keamanan nasional— terlibat perselisihan dengan lembaga peradilan.

Masalah hukum domestik Netanyahu semakin rumit bulan lalu ketika Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuknya atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Jalur Gaza.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya