K-Wave Mendunia, Ini Rahasia Kesuksesan Korea Selatan yang Bisa Dipelajari Indonesia

Popularitas industri hiburan Korea Selatan tak luput dari upaya pemerintah dalam menjadikannya sebagai salah satu aset nasional.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 12 Des 2024, 21:30 WIB
Grup K-pop Korea Selatan, STAYC, tampil dalam konser K-pop sebagai bagian dari Seoul Festa 2023, di stadion Jamsil di Seoul, pada 30 April 2023. (ANTHONY WALLACE/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Korea Selatan (Korsel) telah lama dikenal sebagai salah satu negara yang berhasil memanfaatkan soft power untuk memperkuat posisinya di dunia internasional.

Dalam sebuah sesi workshop bersama para jurnalis peserta Indonesia Korea Journalist Network (IKJN) yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation, Gangsim Eom, Kandidat PhD dari Universitas Harvard dan Visiting Scholar di Universitas Indonesia, membagikan wawasan berharga tentang bagaimana Korea Selatan merancang strategi soft power-nya sejak dekade 1990-an.

Menurut Eom, fondasi soft power Korea Selatan diletakkan pada masa kepemimpinan Presiden Kim Dae-jung. Saat itu, Korea berada di tengah tekanan geopolitik antara negara-negara besar seperti China, Jepang, dan Amerika Serikat.

Sadar bahwa Korsel memiliki keterbatasan sumber daya alam dibandingkan negara-negara seperti Indonesia, Kim Dae-jung menekankan pentingnya pengembangan kapital manusia dan soft power.

"Presiden Kim Dae-jung percaya bahwa masa depan bukan lagi tentang paksaan dan perang, tetapi tentang dominasi budaya yang menciptakan konsensus otomatis," ujar Eom kepada jurnalis peserta workshop di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (9/12/2024). 

Konsep ini merujuk pada cultural hegemony— kemampuan suatu negara untuk mendapatkan dukungan global melalui nilai-nilai positif yang diusung pemerintahnya.

Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah Korea Selatan membentuk berbagai institusi, mengalokasikan anggaran besar, dan terus mendukung kebebasan berekspresi.

Menurut Eom, kebebasan berekspresi adalah elemen penting untuk mendorong kreativitas dalam industri budaya. Tanpa itu, pencapaian K-wave yang mendunia tidak mungkin terwujud.


Potensi Besar Indonesia

The BOYZ tampil dalam konser "K-pop Super Live", setelah upacara penutupan Jambore Pramuka Dunia 2023 di Stadion Piala Dunia di Seoul pada tanggal 11 Agustus 2023. (Korea Pool/AFP)

Eom juga melihat potensi besar yang dimiliki Indonesia.

Sebagai negara yang dibangun di atas keberagaman, Indonesia memiliki peluang untuk membuat budayanya relevan di tingkat global. Namun, tantangan utamanya adalah menjadikan budaya lokal dapat diterjemahkan secara efektif untuk audiens internasional.

"Mungkin alih-alih hanya menargetkan negara-negara Asia lainnya, Indonesia bisa langsung menyasar pasar global, seperti Amerika Serikat," saran Eom.

Dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai lingua franca, budaya Indonesia bisa lebih mudah menjangkau audiens yang lebih luas.

Hal ini juga diperkuat dengan kebutuhan untuk memanfaatkan teknologi digital seperti kecerdasan buatan, metaverse, dan alat digital lainnya.

Program pelatihan digital untuk generasi muda di Asia Tenggara, seperti yang diusulkan Eom, dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan literasi digital sekaligus mempersiapkan mereka memasarkan budaya mereka sendiri ke dunia.


Tantangan K-Wave

Boyband K-pop, BTS tampil dalam konser negara persahabatan antara Korea Selatan dan Prancis, di Paris, Minggu (14/10). Pada acara bertajuk “Resonance of Korean Musicians” tersebut BTS tampil dalam balutan setelan jas resmi. (YOAN VALAT/POOL/AFP)

Meski sukses dengan K-wave, Korsel Selatan tidak luput dari tantangan internal. Eom mengungkapkan bahwa sejarah panjang penjajahan dan perang telah membuat Korsel cenderung terisolasi, dengan sedikit interaksi people-to-people lintas perbatasan.

Selain itu, krisis demografi—dengan tingkat kelahiran terendah di dunia dan tingkat bunuh diri tertinggi—juga menjadi perhatian utama masyarakat Korsel.

Namun, tantangan ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana membangun soft power meski dalam keterbatasan. Korsel berhasil menggunakan teknologi digital dan transparansi pemerintah untuk mendukung konten budaya yang kini tersebar luas di platform seperti Instagram dan TikTok.

Salah satu ide utama yang diusulkan Eom adalah menciptakan program pelatihan diplomasi digital untuk pemuda Asia Tenggara. Melalui program ini, pemuda dari negara-negara seperti Indonesia dapat belajar dari pengalaman Korsel, memanfaatkan data budaya, dan mengembangkan konten lokal yang menarik bagi audiens global.

Eom percaya bahwa interaksi langsung antara pemuda Asia Tenggara dan masyarakat Korsel Selatan dapat menciptakan efek domino positif.

 

INFOGRAFIS: Deretan Prestasi Mendunia Artis Korea (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya