AS Tawarkan Imbalan Rp153 Miliar untuk Tangkap Peretas Asal China

Pada April 2020, sekitar 81.000 perangkat firewall diserang secara bersamaan di seluruh dunia. Serangan ini bertujuan mencuri data sensitif seperti nama pengguna dan kata sandi, serta menyebarkan ransomware pada perangkat korban.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 12 Des 2024, 19:10 WIB
Ilustrasi peretas atau cyber hacker internet atau kripto. (Foto by AI)

Liputan6.com, Washington D.C - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menawarkan hadiah sebesar USD 10 juta atau sekitar Rp153 miliar bagi siapa saja yang memberikan informasi untuk penangkapan Guan Tianfeng, seorang pria 30 tahun asal China, dan rekan-rekannya yang diduga terlibat dalam peretasan firewall komputer.

Menurut Departemen Luar Negeri AS, Guan diyakini berada di Provinsi Sichuan, China. Dakwaan terhadap Guan terkait konspirasi melakukan penipuan komputer dan penipuan kawat (wire fraud) telah diungkap pada Selasa (10/12/2024).

Dilansir CNA, Rabu (11/12), Guan dan para konspiratornya, yang bekerja di perusahaan Sichuan Silence Information Technology, diduga memanfaatkan celah keamanan pada perangkat firewall yang dijual oleh perusahaan keamanan siber asal Inggris, Sophos.

Menurut dakwaan, pada April 2020, sekitar 81.000 perangkat firewall diserang secara bersamaan di seluruh dunia. Serangan ini bertujuan mencuri data sensitif seperti nama pengguna dan kata sandi, serta menyebarkan ransomware pada perangkat korban.

Deputi Jaksa Agung AS, Lisa Monaco, menyatakan bahwa para pelaku memanfaatkan celah pada puluhan ribu perangkat keamanan jaringan untuk menginfeksi sistem dengan perangkat lunak jahat (malware) yang dirancang untuk mencuri informasi dari korban di berbagai negara.

"Jika Sophos tidak dengan cepat mengidentifikasi celah tersebut dan memberikan respons yang komprehensif, kerusakan yang ditimbulkan bisa jauh lebih parah," ujar Herbert Stapleton, agen dari Biro Investigasi Federal (FBI).


Mayoritas Perangkat AS Diserang

Ilustrasi peretas atau cyber hacker internet atau kripto. (Foto by AI)

Dari 81.000 perangkat yang diserang, lebih dari 23.000 berada di Amerika Serikat. Bahkan, 36 di antaranya digunakan untuk melindungi sistem perusahaan yang masuk kategori infrastruktur kritis. Fakta ini memperlihatkan besarnya potensi kerugian yang bisa terjadi jika celah keamanan tidak segera diperbaiki.

Menurut Departemen Keuangan AS, perusahaan Sichuan Silence Information Technology juga menjual layanan dan data hasil peretasan kepada entitas bisnis di China, termasuk Kementerian Keamanan Publik negara tersebut.

Sebagai tanggapan, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi terhadap Sichuan Silence Information Technology. Langkah ini bertujuan membatasi aktivitas perusahaan tersebut dan memutus sumber pendanaan yang mungkin mendukung kegiatan ilegal mereka.

Namun, ketika dihubungi oleh AFP, seorang pria yang menjawab panggilan ke nomor telepon yang terdaftar atas nama perusahaan tersebut mengatakan bahwa perusahaan "tidak menerima wawancara" dan menolak memberikan komentar terkait sanksi. Ia juga menyebut Guan Tianfeng "tidak dapat dihubungi".

Infografis 34 Juta Data Paspor Indonesia Diduga Bocor, Ulah Hacker Bjorka? (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya