Resmi Diumumkan Pemerintah Daerah, UMP 2025 Jabar Senilai Rp2.191.232,18

Nominal UMP 2025 itu dihitung dari formula UMP 2024 ditambah kenaikan 6,5 persen.

oleh Arie Nugraha diperbarui 14 Des 2024, 13:00 WIB
Para buruh menggelar aksi unjuk rasa menolak penetapan upah minimum dengan formula PP 36 Tahun 2021 di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (25/11/2021). (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Daerah Jawa Barat (Jabar) secara resmi mengumumkan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2025 senilai Rp 2.191.232,18 berdasarkan kenaikan 6,5 persen secara nasional dari tahun sebelumnya yang ditetapkan Presiden RI Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.

Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jabar, Teppy Wawan Dharmawan, nominal UMP 2025 itu dihitung dari formula UMP 2024 ditambah kenaikan 6,5 persen.

"UMP Jabar untuk tahun 2025 yang dihitung melalui formula UMP 2024 ditambah kenaikan 6,5 persen dari UMP tahun 2024 didapatkan kenaikan sebesar Rp 133.737.18. Dengan demikian maka, UMP tahun 2025 sebesar Rp 2.191.238.18," ujar Teppy di Kantor Gubernur Jabar, Gedung Sate, Bandung Rabu malam (11/12/2024) dicuplik dari siaran media.

Teppy mengatakan kenaikan UMP 2025 di Provinsi Jabar tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024.

Teppy menegaskan dengan keputusan ini kemungkinan besar tidak akan ada lagi protes dari kelompok buruh atau pengusaha. Saat di Dewan Pengupahan kedua kelompok itu bersepakat menyetujui besaran UMP Jabar 2025.

"Jadi semua sangat sepakat, tidak ada diskusi lagi, kita memenuhi seluruh ketentuan yang salah satu eksplisit adalah kenaikan (UMP) 6,5 persen. Tidak ada angka kurang, tidak ada angka lebih dan kita laksanakan itu dengan bulat," kata Teppy.

Sebelumnya, Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin memastikan UMP 2025 naik sebesar 6,5 persen menjadi Rp 2.191.232.

"(Iya naik) 6,5 persen dibanding tahun lalu. Tinggal ditambah saja, dihitung dari tahun lalu ditambah 6,5 persen. UMP kan 6,5 persen memang itu aturannya," kata Bey di Gedung Pakuan, Bandung.

 


UMPS 2025 Perkebunan dan Padat Karya

Pemerintah Jawa Barat (Jabar) juga menetapkan besaran upah minimum provinsi sektor (UMPS) 2025 perkebunan dan padat karya sebesar 7 persen. Angka itu lebih tinggi dari upah minimum provinsi (UMP) 2025 yang sebesar 6,5 persen.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, Teppy Wawan Dharmawan mengatakan, kenaikan UMSP ini mengacu kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) 16/2024 bahwa gubernur wajib menetapkan UMSP.

"UMP tahun 2024 sebesar Rp 2.057.495 dengan kenaikan 7 persen. Jadi upah minimum sektor provinsi besarannya harus lebih besar dari upah minimum provinsi. Sehingga dengan kenaikan 7 persen ini didapatkan angka untuk sektor perkebunan sebesar Rp 2.201.519,65," ujar Teppy di Kantor Gubernur Jabar, Gedung Sate, Bandung Rabu malam (11/12/2024) dicuplik dari siaran media.

Sebelumnya, Teppy mengumumkan UMP Jabar 2025 naik senilai Rp.133.737. Awalnya dari Rp.2.057.495 di 2024, pada tahun 2025 menjadi Rp.2.191.238.

Teppy mengatakan penetapan maupun UMP dan UMSP Jabar akan jadi panduan bagi dewan pengupahan di 27 kabupaten dan kota untuk mengusulkan kenaikan upah minimum kota (UMK) dan upah minimum sektoral kota (UMSK) yang paling lambat dilakukan pada 18 Desember 2024 mendatang.

"Ini jadi panduan pada pelaksanaan nanti yang akan juga tanggal 18 batas maksimal kabupaten kota melalui bupati akan menyampaikan usulan untuk penetapan UMK dan UMSK," kata Teppy.

Teppy menuturkan, kenaikan UMP dan UMPS sudah disepakati berbagai unsur pihak yang terlibat yakni unsur pemerintahan, akademisi, serikat pekerja dan pengusaha menyetujui kenaikan itu berdasarkan Permenaker Nomor 16 Tahun 2024.

"Kita sangat sepakat, jadi seluruh unsur yang terlibat semua sepakat tidak ada tawar-menawar sebagaimana dengan Permenaker (naik) sebesar 6,5 persen," ucap Teppy.

 


Tanggapan Buruh FSP LEM SPSI

Sebelumnya, dilansir Kanal Regional, Liputan6, Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Jawa Barat menyambut baik kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen secara nasional yang telah ditetapkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.

Menurut Ketua Dewan Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD FSP LEM SPSI) Jawa Barat, Muhamad Sidarta, kenaikan besaran UMP 2025 itu dianggap sudah masuk mendekati ideal meski belum sempurna.

"Jadi menurut hitung-hitungan saya tuh (kenaikan UMP) 6-10 persen tuh idealnya. Sudah masuk ke ideal lah itu. Intu antara 6,5-10 persen itu idealnya, kalau 10 persen itu ideal sekali ada range-nya lah gitu. Jadi angka 6-10 persen itu semua buruh kalau ditanya itu pasti nerima. Saya lagi tidak nyari popularitas ini tetapi harus realistis," ujar Sidarta yang juga Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) FSP LEM SPSI saat menghubungi Liputan6.com.

Lebih lanjut Sidarta mengatakan skala kenaikan UMP 2025 yang ditargetkan buruh yaitu 6 persen masuk kategori mendekati ideal, 8 persen ideal dan 10 persen sempurna. Besaran UMP 2025 diputuskan oleh Prabowo dianggap oleh Sidarta telah berpihak kepada buruh.

Tandanya keputusan ini banyak protes dari kalangan pengusaha, khususnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

"Asosiasi pengusaha kan marah enggak terima, berarti kan bagus. Ke depan kita ajak Apindo juga realistislah. Kata saya tadi bahwa 2019 itu upahnya bagus. Itu faktanya ekonomi hidup, jalan," kata Sidarta.

Apindo diminta Sidarta menyadari jika kelompok buruh diberikan upah layak maka penjualan barang dan jasa akan lancar.

Sidarta menerangkan pada 2019 penjualan barang dan jasa tidak terjadi deflasi. Namun, usai masa pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir terjadi deflasi.

"Harus realistis, pengen bayar murah, untungnya gede, tetapi dampaknya barang enggak laku. Kan percuma juga. Kalau ada isu akan ada PHK massal dan relokasi karena naiknya upah, itu hanya akal-akalan pengusaha sejak 2015-2020 untuk memengaruhi kebijakan pemerintah," ucap Sidarta.

Kenaikan upah sebut Sidarta, bukan satu-satunya faktor pemutusan hubungan kerja (PHK). Tetapi banyak lagi faktor lainnya seperti persaingan usaha dan peredaran barang ilegal.

Sidarta juga meminta pemerintah agar segera melindungi para pengusaha dari barang luar negeri yang datang ke Indonesia secara ilegal.

"Saya minta pemerintah pro melindungi perusahaan juga. Itu barang-barang ilegal di Tanjung Priok ditertibkan. Jangan sampai ada barang ilegal lagi. Yang harga kalau sekarang di Tik Tok beli celana dua Rp100 ribu kan," sebut Sidarta.

Sidarta menegaskan relokasi, PHK dan pindah (lokasi perusahaan) tidak sekadar kenaikan upah buruh. Sidarta mencontohkan di daerah Solo upah buruh sangat murah dan besarannya tidak setengahnya dari Jawa Barat.

"Namun realitanya banyak perusahaan yang bangkrut. Dibayar pun tetap tutup kalau soal PHK. Tetapi mampu bersaing tidak, jadi persoalan lain jika soal PHK," ungkap Sidarta.

Sidarta menjelaskan keputusan Prabowo sebagai Presiden RI dalam memutuskan besaran UMP 2025 melebihi yang diusulkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yakni 6 persen.

Selain itu, upah sektoral yang kini diberlakukan kembali menjadi salah satu terobosan pemerintah dalam mendukung kesejahteraan buruh.

"Tinggal menunggu aturan dari Menteri Tenaga Kerja implementasinya. Rabu depan atau pekan ini mereka janjinya akan mengeluarkan aturannya. Nanti kita lihat di dewan pengupahan tingkat provinsi realisasinya," pungkas Sidarta.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya