Ace Hasan soal Jokowi Tak Hadir di HUT Golkar: Memang Tak Mengundang Secara Khusus

Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi disebut tidak akan menghadiri momen tersebut.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 12 Des 2024, 19:00 WIB
Presiden Joko Widodo memberi sambutan dalam peringatan HUT ke-55 Partai Golkar di Jakarta, Rabu (6/11/2019). HUT ke-55 Partai Golkar mengangkat tema '55 Tahun Partai Golkar Bersatu untuk Negeri Berkarya untuk Bangsa'. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Partai Golkar melangsungkan puncak acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 di Sentul, Bogor, Jawa Barat.

Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi disebut tidak akan menghadiri momen tersebut.

“Kami terus terang memang tidak mengundang secara khusus ya. Untuk diketahui bahwa Pak Jokowi memang beliau tidak hadir dalam acara ini ya, tapi yang sudah confirmed untuk hadir adalah tentu Pak Presiden RI Pak Prabowo dan juga Wapres Pak Gibran Rakabumimg Raka,” tutur Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ace Hasan Syadzily di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024).

Sementara tamu undangan lain yang juga tidak akan hadir yakni Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Nasdem Surya Paloh.

“Sejauh ini yang sudah kami dapatkan informasi dan semua Ketum partai akan kami telah undang ya, dan beberapa Ketum sudah menyatakan tidak hadir yaitu Ibu Mega Ketum PDIP, kemudian Pak Surya Paloh nanti juga akan diwakilkan. Selain itu kami masih mendapatkan kabar bahwa meraka belum ada perubahan untuk hadir,” jelas dia.

Yang pasti, kata Ace, pihaknya hingga saat ini belum mendapatkan konfirmasi kehadiran dari Jokowi di acara HUT Golkar.

“Ya, kami belum mendapat konfirmasi soal kehadirannya,” Ace menandaskan.


Menakar Arah Politik Jokowi Usai Dipecat PDIP

Setelah Pilkada 2024 berakhir, PDIP resmi memecat Joko Widodo atau Jokowi dari partai tersebut. Tindakan-tindakan Jokowi dinilai tidak sejalan dengan cita-cita partai yang diperjuangkan sejak masa Soekarno atau Bung Karno.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Vishnu Juwono, menilai langkah ini diambil PDIP dengan pertimbangan bahwa momentum politik Jokowi untuk memainkan peran korban sudah berlalu.

“PDIP tidak ingin pemecatan Jokowi dimanfaatkan secara politik oleh beliau dan keluarganya sebagai korban. Di Indonesia, simpati terhadap korban politik cukup besar, tapi setelah Pilkada selesai, efeknya sudah tidak signifikan,” jelas Vishnu, Selasa (10/12/2024).

Jokowi dinilai tetap mampu menunjukkan kekuatan politiknya dengan mendukung calon-calon tertentu dalam Pilkada, seperti kemenangan kandidat gubernur di Jawa Tengah. Namun, Vishnu menilai PDIP akhirnya berani mengambil tindakan tegas setelah semua momentum politik utama selesai.

Sejumlah partai politik telah membuka pintu bagi Jokowi. Gerindra dan Golkar disebut-sebut sebagai opsi yang potensial. Namun, Vishnu memandang Golkar memiliki peluang lebih besar untuk menjadi rumah baru bagi Jokowi.

“Golkar tidak memiliki tokoh politik dengan daya tarik elektoral yang besar, berbeda dengan Gerindra yang sudah memiliki Prabowo sebagai tokoh sentral. Jika Jokowi masuk ke Gerindra, itu justru bisa menciptakan matahari kembar. Di Golkar, kehadiran Jokowi lebih relevan secara elektoral,” ungkap Vishnu.


Perlu Yakinkan Faksi di Golkar

Meski begitu, Jokowi perlu meyakinkan faksi-faksi kuat di Golkar. Vishnu menilai dukungan Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, akan menjadi kunci untuk memastikan Jokowi mendapatkan tempat yang signifikan di partai tersebut.

Selain bergabung dengan partai politik yang sudah ada, Jokowi juga memiliki opsi mendirikan partai politik baru. Namun, Vishnu menilai langkah ini penuh tantangan, mengingat besarnya modal dan infrastruktur yang dibutuhkan.

“Membangun partai baru tidak mudah. Meski relawan seperti Projo memiliki jaringan yang kuat, pertanyaan besarnya adalah apakah magnet elektoral Jokowi akan tetap kuat atau justru meredup seiring waktu. Apalagi, panggung politik saat ini akan didominasi oleh Prabowo sebagai presiden berkuasa,” kata Vishnu.

Alternatif lain adalah memanfaatkan PSI, di mana putra Jokowi, Kaesang Pangarep, menjabat sebagai ketua umum. Vishnu melihat PSI sebagai opsi yang lebih realistis untuk Jokowi dibandingkan mendirikan partai dari nol. “PSI lebih potensial untuk dikontrol Jokowi, karena struktur partainya sudah ada. Itu lebih efisien,” tambahnya.

Terkait Projo yang telah menyatakan kesiapan untuk berubah menjadi partai politik, Vishnu menilai ini masih belum cukup menjanjikan. “Membangun partai membutuhkan modal besar, jaringan yang luas, dan basis suara yang kuat. Di tengah dominasi politik Prabowo sebagai presiden, sulit bagi investor politik untuk memilih partai baru seperti Projo,” tutupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya