Produsen RI Bisa Ambil Momentum dari Lonjakan Harga Pangan Global

Harga pangan global baru-baru ini naik ke level tertinggi dalam 18 bulan atau sejak April 2023.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 12 Des 2024, 19:40 WIB
Perum Bulog mengimpor beras dari beberapa negara total mencapai 500 ribu ton. Pada Jumat (16/12/2022), fase pertama impor telah tiba di pelabuhan Tanjung Priok.

Liputan6.com, Jakarta Harga pangan global baru-baru ini naik ke level tertinggi dalam 18 bulan atau sejak April 2023.

Melansir CNBC International, data terbaru dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan harga pangan dunia telah mencapai level tertinggi sejak April 2023.

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah memperkirakan lonjakan tersebut dapat berdampak pada harga pangan nasional. 

“Saya kira akan berdampak, karena saya melihat perubahan harga di tingkat global memberikan pengaruh ke harga nasional,” ungkap Said kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (12/12/2024).

Namun menurutnya, bagi sebagian pihak lonjakan harga pangan global masih bisa menjadi momentum yang bisa dimanfaatkan, salah satunya penguatan produksi di dalam negeri. 

“Ketika impor naik, maka ini menjadi momentum untuk meningkatkan produksi dengan harga yang jauh lebih menarik dari produk impor misalnya, maka kita jadi punya daya produksi yang lebih kompetitif, konsumen juga tentu bisa memilih produk dalam negeri,” jelas Said.

Tak hanya produsen, momentum ini juga bisa menjadi peluang bagi petani dalam negeri. 

“Berbeda dengan kasus impor yang selama ini terjadi kan, justru harga pangan impor itu jauh lebih rendah dari yang diproduksi dalam negeri. Ini tentu situasi yang amat merugikan bagi petani lokal,” papar Said.

Dia menyoroti salah satu faktor harga produk pangan impor yang begitu murah, yaitu praktek dumping yang diberikan negara asal, seperti pembebasan pajak.

“Ini yang membuat ketika sampai ke Indonesia jauh lebih murah namun itu merugikan petani lokal,” ucapnya.

“Maka harga produk impor naik, menurut saya di satu sisi itu keterjangkauan makin jauh, pada sisi lain menyisakan ruang permintaan yang lebar bagi produk dalam negeri,” sambungnya.

 


Kedaulatan Pangan

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Maka ke depan, Said mengatakan, kedaulatan pangan Indonesia tidak bisa selamanya dipertaruhkan dengan menyandarkan pasokan dari impor

“Maka pilihannya sebisa mungkin memproduksi semua kebutuhan pangan dalam negeri. Kalaupun ada pangan yang belum bisa diproduksi secara optimal,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Indeks Harga Pangan FAO, yang memantau harga lima harga bahan makanan yang mencakup biji-bijian, daging, susu, minyak sayur, dan gula, naik sebesar 2% pada bulan Oktober 2024, terutama didorong oleh lonjakan harga minyak sayur.

Dari Januari hingga Oktober 2024, pangan kategori minyak sayur mengalami lonjakan harga terbesar, melonjak 24% karena harga minyak kelapa sawit, kedelai, bunga matahari, dan lobak yang lebih tinggi.

Lonjakan harga juga terjadi pada makanan bahan susu, naik hingga 17% sejak awal tahun, dengan kenaikan terbesar terjadi pada harga keju dan mentega.  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya