Liputan6.com, Gunungkidul - Upah Minimum Kabupaten (UMK) Gunungkidul dipastikan tetap menjadi yang terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2025. Meski naik sebesar 6,5 persen sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024, posisi Gunungkidul tetap berada di level paling bawah.
Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Tenaga Kerja (DPKUKMTK) Gunungkidul, Supartono, menyampaikan bahwa keputusan tersebut diambil melalui pleno Dewan Pengupahan Kabupaten yang melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dan pemerintah daerah.
"Kami sudah mengadakan pleno mengenai UMK Tahun 2025 dan upah minimum sektoral kabupaten (UMSK) Tahun 2025. Sidang berjalan lancar, dan semuanya sepakat mengikuti Permenaker Nomor 16 Tahun 2024. Angkanya sudah ditentukan, tapi akan diumumkan secara resmi oleh Gubernur DIY," ujar Supartono, Kamis (12/12).
Baca Juga
Advertisement
Supartono menjelaskan, kenaikan UMK Gunungkidul sebesar 6,5 persen setara dengan Rp 142.222, sehingga total UMK untuk tahun 2025 menjadi Rp 2.330.263. Tahun sebelumnya, kenaikan UMK mencapai 6,77 persen dengan nilai Rp 2.188.041.
"Karena kenaikan ini bersifat seragam di seluruh wilayah, posisi Gunungkidul tetap terendah. Ini sesuai dengan kondisi awal UMK di tahun sebelumnya yang memang lebih rendah dibandingkan kabupaten lain di DIY," tambahnya.
Selain UMK, pleno juga menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) untuk beberapa sektor tertentu yang menunjukkan pertumbuhan signifikan. Sektor-sektor tersebut meliputi transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makanan minuman, informasi dan komunikasi, serta jasa kesehatan.
"UMSK ditetapkan berdasarkan potensi pertumbuhan sektor-sektor unggulan di kabupaten. Hasil kajian menunjukkan beberapa sektor mengalami pertumbuhan signifikan, sehingga mendapatkan prioritas kenaikan tambahan," jelas Supartono.
Simak Video Pilihan Ini:
Serikat Pekerja Ajukan Kenaikan 10 Persen
Ketua SPSI Gunungkidul, Budiyana, mengungkapkan bahwa pihaknya sebelumnya mengusulkan kenaikan sebesar 10 persen untuk menyesuaikan dengan kebutuhan hidup layak (KHL) para pekerja di Gunungkidul. Namun, usulan tersebut tidak dapat direalisasikan karena ketetapan pemerintah pusat.
"Kami awalnya mengajukan kenaikan 10 persen karena memperhitungkan kebutuhan hidup layak. Namun, pemerintah pusat sudah menetapkan angka 6,5 persen, sehingga kami pun harus mengikuti ketentuan tersebut," ujar Budiyana.
Meski demikian, ia menilai bahwa keputusan ini tetap harus diterima meski belum sepenuhnya memadai. "Kalau ditanya apakah sudah sesuai, sebenarnya belum sepenuhnya. Tapi karena ini sudah menjadi ketentuan, kami harus menerimanya. Dengan pemerintahan dan ketetapan yang baru, kami pun mengikuti aturan tersebut," tandasnya.
Hasil pleno dan besaran UMK 2025 masih menunggu pengumuman resmi dari Gubernur DIY. Meski UMK Gunungkidul naik, pekerja dan pelaku usaha tetap berharap peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi yang merata di masa mendatang.
Advertisement