Meneladani Paus Fransiskus, Bayi Yesus Berselimut Keffiyeh Palestina Jadi Tren Natal 2024 di Gereja-Gereja Seluruh Dunia

Adegan bayi Yesus berselimut keffiyeh Palestina di musim Natal 2024 dianggap sebagai cara mengingatkan umat tentang tempat lahir Yesus.

oleh Asnida Riani diperbarui 13 Des 2024, 09:46 WIB
Foto ini diambil dan dirilis pada 24 Desember 2022 oleh Vatican Media yang memperlihatkan Paus Fransiskus (kiri) memegang patung bayi Yesus saat menghadiri misa Malam Natal di Basilika Santo Petrus di Vatikan. (Handout/VATICAN MEDIA/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Meneladani Paus Fransiskus, adegan kelahiran Yesus di gereja-gereja seluruh dunia telah menyertakan aksesori baru pada musim Natal 2024: keffiyeh. Kain yang telah jadi simbol aktivisme pro-Palestina itu dipasang menggantikan selimut lampin tradisional bayi Yesus.

Sementara itu, melansir NY Post, Jumat (13/12/2024), palungan yang digunakan sebagai tempat tidur bayi dikelilingi tumpukan puing. Mendapati itu, banyak pendukung pro-Israel marah dengan "politisasi simbol agama yang sakral."

Pajangan yang disebut "Kristus di Puing-puing" telah jadi sangat populer, sehingga muncul di mana-mana, mulai dari Gereja Episkopal St. Mark di Washington, DC, Gereja Episkopal All Saints di Pasadena, California, hingga Vatikan. Menurut pendeta Palestina, adegan tersebut bermaksud mengirim pesan bahwa jika Yesus lahir di tempat yang sama saat ini, itu akan terjadi di Palestina yang sedang dilanda genosida.

Banyak pemimpin agama Kristen yang tersinggung, termasuk Pendeta Mark Burns dari Harvest Faith Center di Easley, Carolina Selatan. "Faktanya adalah, Yesus adalah seorang Yahudi ... Mengatakan bahwa Yesus adalah orang Palestina berarti mendorong agenda politik yang sangat menyinggung," kata Burns pada The Post.

Ia menyambung, "Kelahiran Yesus adalah untuk semua orang. Itu adalah sesuatu yang seharusnya melampaui politik." Pendeta Johnny Ellison dari Gereja Chatt Valley di Phenix City, Alabama, setuju.

Ellison berkata, "Jika Paus, atau kelompok mana pun, mencoba mengubah bayi Yesus jadi metafora untuk perlawanan Palestina, mereka telah gagal, bahkan sebelum memulainya. Menjadikan bayi Yesus sebagai simbol perlawanan militer adalah model Alkitab yang cacat."


Natal di Palestina

Paus Fransiskus mengunjungi Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (5/9/2024). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kelahiran "Kristus di Reruntuhan" telah bermunculan di seluruh dunia setelah seorang pendeta Palestina, Munther Isaac, dari Gereja Lutheran Injili di Betlehem, menemukan cara baru menggambarkan kelahiran Yesus pada Natal 2023.

"Beginilah penampakan Natal di Palestina," kata Munther Isaac pada Middle East Eye Desember tahun lalu. "Jika Yesus lahir hari ini, dia akan lahir di bawah reruntuhan di Gaza … Bagi kami, ini adalah pesan bahwa Yesus mengidentifikasi dirinya dengan penderitaan kami."

Isaac adalah penulis buku yang akan segera terbit, berjudul "Kristus di dalam Reruntuhan: Iman, Alkitab, dan Genosida di Gaza." Menurut deskripsi penerbit, penulis menyatakan bahwa orang-orang Palestina menderita "segregasi lebih parah daripada rezim apartheid Afrika Selatan."

Pesannya kini digaungkan umat Kristiani yang mendirikan pajangan tiruan di seluruh dunia. Salah satunya ada Lindsey Jones-Renaud, seorang anggota Gereja St. Marks di Washington, DC, yang membantu mendirikan pajangan gereja itu.

"Pada hari Natal, kita bernyanyi tentang Betlehem dan memasang adegan palungan, serta berbicara tentang perdamaian, cinta, sukacita, dan harapan," katanya pada Religion News. "Namun, ada kesenjangan besar antara semua itu dan apa yang sebenarnya terjadi di Betlehem saat ini dan di wilayah sekitarnya."

 


Simpati Pendeta

Para peziarah Kristen mengunjungi Church of the Nativity atau Gereja Kelahiran di Kota Betlehem, Tepi Barat, Palestina, Senin (23/12/2019). Gua yang berada di bawah gereja tersebut diyakini sebagai tempat di mana Yesus dilahirkan. (AHMAD GHARABLI/AFP)

Beberapa pendeta, meski tidak ikut ambil bagian, simpatik terhadap tren tersebut. "Yesus lahir saat konflik dengan Roma pada dasarnya jadi pengawas Yerusalem," kata Pendeta Lorenzo Sewell dari Gereja 180 di Detroit pada The Post. "Jadi, seseorang yang menyinggung konflik dalam adegan kelahiran Yesus, menurut saya, mereka membantu kita diingatkan tentang tempat Yesus dilahirkan. Tidak ada kelahiran Yesus tanpa politik."

Sebelumnya, Paus Fransiskus telah meresmikan adegan kelahiran Yesus tahunan di Vatikan jelang Natal 2024, Sabtu, 7 Desember 2024, yang tahun ini menampilkan bayi Yesus berselimut keffiyeh Palestina. Adegan tersebut, yang dibuat seniman Palestina dari Betlehem, menampilkan Bintang Betlehem dengan tulisan Latin dan Arab.

Melansir The New Arab, Senin, 9 Desember 2024, keterangannya berbunyi, "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Maha Tinggi, dan damai di Bumi, dan kebaikan hati bagi semua orang." Adegan tersebut juga menampilkan figur Keluarga Kudus yang diukir dari kayu zaitun.

Keffiyeh adalah penutup kepala dan aksesori tradisional yang dikenakan banyak orang di Timur Tengah. Keffiyeh Palestina secara khusus dipandang sebagai simbol nasional dan merupakan lambang perjuangan melawan pendudukan Israel.


Desakan agar Israel Mengakhiri Serangan Militer di Gaza

Lampu-lampu perayaan dan pohon Natal yang biasanya menghiasi Manger Square tak nampak, begitu pula kerumunan turis asing dan marching band pemuda yang berkumpul di Tepi Barat setiap tahun untuk menandai hari raya tersebut. Puluhan pasukan keamanan Palestina berpatroli di lapangan kosong. (AP Photo/Nasser Nasser, Pool)

Adegan kelahiran Yesus diselenggarakan bersama Komite Presiden Palestina untuk Urusan Gereja, Kedutaan Besar Palestina untuk Vatikan, dan Universitas Dar Al-Kalima yang bekerja sama dengan Beitcharilo Center. Saat itu, Paus didampingi Ramzi Khouri, anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina dan kepala Komite Presiden Palestina untuk Urusan Gereja.

Paus juga memberi bintang Betlehem pada dua anak Palestina, yang mewakili komite, sebagai pengingat akan penderitaan yang tengah dihadapi anak-anak Palestina saat ini. Setelah meresmikan adegan kelahiran Yesus, misa untuk perdamaian dan gencatan senjata di Palestina diadakan di Kapel Angeli.

Misa tersebut dipimpin Ibrahim Faltas, Wakil Wali Tanah Suci, bersama Pastor Ibrahim Shomali dan Monsignor Marco. Paus Fransiskus sendiri telah vokal tentang serangan militer Israel di Gaza dan menyerukan diakhirinya serangan gencar tersebut.

"Akhiri perang, akhiri kekerasan! Tahukah Anda bahwa salah satu industri yang paling menguntungkan di sini adalah pembuatan senjata? Mereka mendapat keuntungan dari pembunuhan. Akhiri perang!" seru Paus Fransiskus di acara tersebut.

Ia menyambung, "Saat mata kami berkaca-kaca, kami memanjatkan doa untuk perdamaian, agar perdamaian dapat berkuasa di seluruh dunia, dan untuk semua orang yang dikasihi Tuhan."

Infografis Dampak Setahun Agresi Militer Israel ke Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya