Apa Itu Oposisi? Ketahui Fungsi dan Perannya dalam Politik

Pelajari apa itu oposisi, fungsi dan perannya yang penting dalam sistem politik demokratis sebagai penyeimbang kekuasaan pemerintah.

oleh Liputan6 diperbarui 19 Des 2024, 15:45 WIB
Gambaran praktik oposisi ©Ilustrasi dibuat AI

Liputan6.com, Jakarta - Oposisi merupakan istilah yang sering muncul dalam dunia politik, terutama di negara-negara yang menganut sistem demokrasi. Secara etimologi, kata oposisi berasal dari bahasa Inggris "opposition" yang berarti perlawanan atau pertentangan. Dalam konteks politik, oposisi merujuk pada kelompok atau partai politik yang memiliki pandangan dan sikap berbeda atau bertentangan dengan pemerintah yang sedang berkuasa.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oposisi didefinisikan sebagai partai penentang di dewan perwakilan yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa. Dengan kata lain, oposisi adalah pihak yang berada di luar pemerintahan dan berperan mengawasi serta mengkritisi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Beberapa ahli politik juga memberikan definisi mengenai oposisi, di antaranya:

  • Robert A. Dahl menyatakan bahwa oposisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi salah satu fondasi dalam sistem pemerintahan yang demokratis.
  • Ian Shapiro berpendapat bahwa oposisi adalah konsekuensi dari partisipasi rakyat dalam suatu pemerintahan.
  • Eep Saifullah Fatah mendefinisikan oposisi sebagai setiap ucapan dan perbuatan yang meluruskan kekeliruan sambil menggarisbawahi serta menyokong segala sesuatu yang sudah benar adanya.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa oposisi merupakan elemen penting dalam sistem politik demokratis yang berperan sebagai penyeimbang kekuasaan dan pengawas kebijakan pemerintah. Keberadaan oposisi menjadi salah satu indikator berjalannya proses demokrasi di suatu negara.


Sejarah dan Perkembangan Oposisi di Indonesia

Konsep oposisi dalam politik Indonesia telah mengalami dinamika yang panjang sejak era kemerdekaan hingga saat ini. Pada masa awal kemerdekaan, oposisi lebih banyak diperankan oleh partai-partai politik yang menentang kebijakan pemerintah pusat. Namun peran oposisi saat itu belum terlembaga dengan baik dalam sistem politik yang ada.

Memasuki era Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, ruang gerak oposisi semakin dibatasi. Puncaknya adalah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan mengembalikan UUD 1945. Hal ini semakin mempersempit peluang munculnya oposisi yang kritis terhadap pemerintah.

Pada masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, oposisi nyaris tidak mendapat tempat dalam sistem politik yang otoriter. Partai-partai politik difungsikan sebagai pendukung pemerintah, sementara suara-suara kritis ditekan dan dibungkam. Baru setelah reformasi 1998, konsep oposisi mulai mendapat ruang yang lebih luas dalam sistem politik Indonesia.

Era reformasi membuka kesempatan bagi munculnya partai-partai politik baru yang dapat secara terbuka menyuarakan kritik terhadap pemerintah. Sistem multipartai yang dianut pasca reformasi juga memungkinkan adanya koalisi dan oposisi dalam parlemen. Meski demikian, peran oposisi dalam sistem presidensial Indonesia masih terus mencari bentuk yang ideal hingga saat ini.

Beberapa contoh partai yang pernah mengambil peran sebagai oposisi di era reformasi antara lain:

  • PDI Perjuangan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
  • Partai Gerindra dan PKS pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama
  • Partai Demokrat dan PKS pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua

Dinamika oposisi di Indonesia menunjukkan bahwa peran ini masih terus berkembang seiring dengan proses konsolidasi demokrasi yang berjalan. Tantangan ke depan adalah bagaimana membangun oposisi yang konstruktif dan mampu menjadi penyeimbang kekuasaan tanpa harus selalu berseberangan dengan pemerintah.


Fungsi dan Tujuan Oposisi dalam Sistem Demokrasi

Keberadaan oposisi dalam sistem demokrasi memiliki beberapa fungsi dan tujuan penting, antara lain:

1. Kontrol Terhadap Pemerintah

Fungsi utama oposisi adalah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan serta tindakan pemerintah. Oposisi berperan mengkritisi dan mengoreksi kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Dengan adanya kontrol dari oposisi, pemerintah diharapkan akan lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.

2. Menjaga Transparansi dan Akuntabilitas

Oposisi berperan penting dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Mereka dapat mengajukan pertanyaan kritis, meminta penjelasan, hingga mengusulkan hak angket untuk menyelidiki kebijakan atau kasus tertentu. Hal ini membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi dalam pemerintahan.

3. Menawarkan Alternatif Kebijakan

Selain mengkritik, oposisi juga diharapkan mampu memberikan alternatif solusi atau kebijakan yang dianggap lebih baik. Hal ini penting untuk memberikan pilihan kepada masyarakat dan mendorong kompetisi ide dalam proses pembuatan kebijakan publik.

4. Menyuarakan Kepentingan Minoritas

Oposisi sering kali menjadi corong bagi kelompok-kelompok minoritas atau marjinal yang kepentingannya kurang terwakili dalam kebijakan pemerintah. Mereka dapat memperjuangkan isu-isu yang mungkin diabaikan oleh pemerintah yang cenderung berfokus pada kepentingan mayoritas.

5. Persiapan Alternatif Pemerintahan

Dalam sistem parlementer, oposisi bahkan membentuk "kabinet bayangan" (shadow cabinet) sebagai persiapan jika suatu saat memenangkan pemilu dan harus membentuk pemerintahan. Hal ini mendorong kesiapan oposisi dalam menjalankan pemerintahan di masa depan.


Perbedaan Oposisi dan Koalisi: Dua Kutub Politik yang Berbeda

Dalam dinamika politik, terutama di negara yang menganut sistem multipartai, sering kali muncul istilah oposisi dan koalisi. Kedua istilah ini merujuk pada posisi partai politik dalam hubungannya dengan pemerintah yang berkuasa. Berikut adalah perbedaan mendasar antara oposisi dan koalisi:

1. Definisi

Oposisi adalah partai atau gabungan partai politik yang berada di luar pemerintahan dan cenderung mengkritisi kebijakan pemerintah. Sementara koalisi adalah gabungan partai politik yang bekerja sama untuk mendukung dan menjalankan pemerintahan.

2. Posisi terhadap Pemerintah

Oposisi berada di luar lingkaran kekuasaan dan tidak terlibat langsung dalam pengambilan keputusan pemerintah. Koalisi menjadi bagian dari pemerintahan dan terlibat aktif dalam proses pembuatan kebijakan.

3. Sikap terhadap Kebijakan

Oposisi cenderung kritis dan sering menentang kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Koalisi umumnya mendukung kebijakan pemerintah, meski kadang juga dapat mengajukan usulan atau revisi.

4. Tanggung Jawab

Oposisi tidak memiliki tanggung jawab langsung atas keberhasilan atau kegagalan kebijakan pemerintah. Koalisi turut bertanggung jawab atas kebijakan yang diambil pemerintah karena mereka terlibat dalam prosesnya.

5. Akses terhadap Sumber Daya

Oposisi memiliki akses terbatas terhadap sumber daya pemerintahan. Koalisi memiliki akses lebih luas terhadap sumber daya dan informasi pemerintahan.

6. Fleksibilitas Kritik

Oposisi memiliki keleluasaan lebih besar untuk mengkritik kebijakan pemerintah. Koalisi lebih terbatas dalam mengkritik karena posisinya sebagai pendukung pemerintah.

7. Tujuan Jangka Panjang

Oposisi umumnya bertujuan untuk memenangkan pemilu berikutnya dan menggantikan pemerintah yang berkuasa. Koalisi berusaha mempertahankan kekuasaan dan melanjutkan program-program yang sudah berjalan.

Penting untuk dicatat bahwa dalam praktiknya, batas antara oposisi dan koalisi tidak selalu hitam putih. Ada kalanya partai koalisi juga mengkritik kebijakan tertentu pemerintah, atau partai oposisi mendukung kebijakan pemerintah yang dianggap sejalan dengan kepentingan rakyat. Dinamika ini menunjukkan kompleksitas politik dalam sistem demokrasi modern.


Macam-Macam Oposisi dalam Politik

Dalam perkembangan teori politik, para ahli telah mengidentifikasi beberapa jenis atau model oposisi yang dapat ditemui dalam praktik demokrasi di berbagai negara. Berikut adalah beberapa macam oposisi yang dikenal dalam ilmu politik:

1. Oposisi Seremonial

Oposisi seremonial atau sering disebut juga "oposisi semu" adalah bentuk oposisi yang sebenarnya diciptakan oleh pemerintah sendiri. Tujuannya adalah untuk memberikan kesan adanya keseimbangan kekuasaan dan pluralisme politik, meskipun pada kenyataannya oposisi ini tidak memiliki kekuatan riil untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Oposisi jenis ini sering ditemui dalam sistem politik yang otoriter namun ingin terlihat demokratis.

2. Oposisi Destruktif-Oportunis

Oposisi destruktif-oportunis adalah jenis oposisi yang cenderung mengkritik dan menentang hampir semua kebijakan pemerintah, terlepas dari substansi kebijakannya. Tujuan utama oposisi ini adalah untuk merusak citra pemerintah dan mencari celah untuk mengambil alih kekuasaan. Oposisi jenis ini sering kali lebih mementingkan kepentingan politik jangka pendek daripada memberikan alternatif kebijakan yang konstruktif.

3. Oposisi Fundamental-Ideologis

Oposisi fundamental-ideologis adalah bentuk oposisi yang menentang pemerintah berdasarkan perbedaan ideologi yang mendasar. Oposisi jenis ini tidak hanya ingin mengganti pemerintahan, tetapi juga berusaha mengubah sistem politik dan ideologi negara secara keseluruhan. Contohnya adalah kelompok-kelompok radikal yang ingin mengganti sistem demokrasi dengan sistem lain yang dianggap lebih sesuai dengan ideologi mereka.

4. Oposisi Konstruktif-Demokratis

Oposisi konstruktif-demokratis dianggap sebagai bentuk oposisi yang ideal dalam sistem demokrasi modern. Oposisi jenis ini mengkritisi kebijakan pemerintah secara objektif, memberikan alternatif solusi, dan tetap menghormati sistem demokrasi yang berlaku. Mereka bersedia mendukung kebijakan pemerintah yang dianggap baik, namun juga tidak segan mengkritik kebijakan yang dinilai merugikan kepentingan rakyat.

5. Oposisi Loyal

Konsep oposisi loyal dikemukakan oleh Juan Linz, yang merujuk pada oposisi yang meskipun tidak setuju dengan kebijakan pemerintah, tetap loyal terhadap sistem politik yang ada. Mereka menentang pemerintah dalam batas-batas konstitusional dan tidak berusaha menggulingkan sistem secara keseluruhan. Oposisi jenis ini penting untuk menjaga stabilitas demokrasi dalam jangka panjang.

6. Oposisi Sistemik dan Non-Sistemik

Oposisi sistemik adalah oposisi yang bekerja dalam kerangka sistem politik yang ada, misalnya melalui parlemen atau mekanisme demokrasi lainnya. Sementara oposisi non-sistemik beroperasi di luar sistem, misalnya melalui gerakan massa atau perlawanan bersenjata. Dalam demokrasi yang sehat, oposisi sistemik lebih diharapkan karena dapat menyalurkan perbedaan pendapat secara damai dan konstitusional.

Pemahaman terhadap berbagai jenis oposisi ini penting untuk menganalisis dinamika politik di suatu negara. Dalam praktiknya, sebuah kelompok oposisi bisa saja menunjukkan karakteristik dari beberapa jenis oposisi sekaligus, tergantung pada konteks dan isu yang dihadapi.


Peran Oposisi dalam Sistem Presidensial

Sistem presidensial, seperti yang dianut oleh Indonesia, memiliki karakteristik yang berbeda dengan sistem parlementer dalam hal peran oposisi. Meski demikian, oposisi tetap memiliki fungsi penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Berikut adalah beberapa peran kunci oposisi dalam sistem presidensial:

1. Pengawasan Eksekutif

Dalam sistem presidensial, oposisi berperan penting dalam mengawasi kinerja eksekutif, terutama melalui mekanisme di parlemen. Mereka dapat mengajukan pertanyaan, interpelasi, bahkan hak angket untuk menyelidiki kebijakan atau tindakan pemerintah yang dianggap bermasalah.

2. Checks and Balances

Oposisi menjadi salah satu elemen penting dalam sistem checks and balances, terutama ketika partai pendukung pemerintah memiliki mayoritas di parlemen. Mereka dapat mencegah dominasi eksekutif yang berlebihan dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil tetap memperhatikan kepentingan rakyat.

3. Artikulasi Kepentingan

Oposisi berperan dalam mengartikulasikan kepentingan dan aspirasi masyarakat yang mungkin tidak terakomodasi dalam kebijakan pemerintah. Mereka dapat membawa isu-isu penting ke dalam perdebatan publik dan mendorong pemerintah untuk meresponnya.

4. Alternatif Kebijakan

Meskipun tidak memiliki kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan, oposisi dapat menawarkan alternatif kebijakan melalui inisiatif legislatif atau kritik konstruktif terhadap kebijakan pemerintah. Hal ini penting untuk memperkaya wacana publik dan memberikan pilihan kepada masyarakat.

5. Persiapan Pergantian Kekuasaan

Oposisi dalam sistem presidensial juga berperan dalam mempersiapkan diri sebagai alternatif pemerintahan di masa depan. Mereka dapat membangun citra dan program yang menarik dukungan publik untuk pemilihan presiden berikutnya.

6. Menjaga Integritas Pemilu

Oposisi memiliki peran penting dalam mengawasi proses pemilihan umum untuk memastikan integritasnya. Mereka dapat mengkritisi kebijakan atau tindakan pemerintah yang dianggap menguntungkan petahana dalam konteks pemilu.

7. Pendidikan Politik

Melalui kritik dan perdebatan dengan pemerintah, oposisi turut berperan dalam pendidikan politik masyarakat. Mereka membantu publik memahami isu-isu kompleks dan mendorong partisipasi aktif dalam proses demokrasi.

Meski peran oposisi dalam sistem presidensial tidak sekuat dalam sistem parlementer, keberadaan mereka tetap penting untuk menjaga dinamika demokrasi. Tantangan bagi oposisi dalam sistem presidensial adalah bagaimana menjalankan peran kritisnya secara efektif tanpa dianggap menghambat jalannya pemerintahan.


Tantangan dan Kendala Oposisi

Meskipun memiliki peran penting dalam sistem demokrasi, oposisi sering menghadapi berbagai tantangan dan kendala dalam menjalankan fungsinya. Beberapa tantangan utama yang dihadapi oposisi antara lain:

1. Akses Media yang Terbatas

Oposisi seringkali mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses media yang setara dengan pemerintah. Media, terutama media mainstream, cenderung lebih banyak memberikan ruang bagi pemerintah untuk menyampaikan pandangannya. Hal ini menyulitkan oposisi dalam menyebarluaskan kritik dan alternatif kebijakan mereka kepada publik.

2. Resistensi dari Pemerintah

Pemerintah yang berkuasa sering kali menganggap kritik dari oposisi sebagai ancaman, bukan sebagai masukan yang konstruktif. Akibatnya, oposisi bisa menghadapi berbagai bentuk resistensi, mulai dari pengabaian hingga upaya-upaya untuk membatasi ruang gerak mereka secara politik.

3. Kurangnya Dukungan Publik

Tanpa dukungan publik yang kuat, oposisi akan kesulitan dalam memperjuangkan agenda mereka secara efektif. Membangun dukungan publik menjadi tantangan tersendiri, terutama jika pemerintah memiliki tingkat popularitas yang tinggi atau menguasai narasi publik.

4. Sumber Daya yang Terbatas

Oposisi seringkali memiliki sumber daya yang lebih terbatas dibandingkan pemerintah, baik dari segi finansial maupun akses terhadap informasi. Hal ini dapat membatasi kemampuan mereka dalam melakukan riset, kampanye, atau program-program yang dapat memperkuat posisi mereka.

5. Dilema antara Kritik dan Kolaborasi

Oposisi sering menghadapi dilema antara tetap kritis terhadap pemerintah atau berkolaborasi dalam isu-isu tertentu demi kepentingan nasional. Terlalu kritis bisa membuat mereka dianggap tidak konstruktif, sementara terlalu akomodatif bisa membuat mereka kehilangan identitas sebagai oposisi.

6. Fragmentasi Internal

Oposisi yang terdiri dari beberapa partai atau kelompok sering mengalami kesulitan dalam menyatukan suara dan strategi. Perbedaan kepentingan dan ideologi di antara kelompok-kelompok oposisi dapat melemahkan efektivitas mereka dalam menghadapi pemerintah.

7. Stigmatisasi

Dalam beberapa konteks politik, oposisi bisa menghadapi stigmatisasi sebagai kelompok "anti-pemerintah" atau bahkan dituduh tidak nasionalis. Stigma semacam ini dapat mempengaruhi persepsi publik dan mengurangi legitimasi kritik yang disampaikan oposisi.

8. Kerangka Hukum yang Membatasi

Di beberapa negara, kerangka hukum dan regulasi bisa membatasi ruang gerak oposisi. Misalnya, aturan yang membatasi demonstrasi atau undang-undang yang memberi kekuasaan berlebih kepada eksekutif.

9. Tekanan Ekonomi dan Politik

Oposisi bisa menghadapi berbagai bentuk tekanan, baik secara ekonomi maupun politik. Misalnya, pembatasan akses terhadap sumber daya negara atau ancaman terhadap kepentingan bisnis pendukung oposisi.

Menghadapi tantangan-tantangan ini, oposisi perlu mengembangkan strategi yang efektif untuk tetap relevan dan berpengaruh dalam proses politik. Hal ini bisa meliputi peningkatan kapasitas internal, membangun koalisi yang lebih luas, memanfaatkan media sosial dan teknologi, serta terus menjaga integritas dan konsistensi dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.


Kesimpulan

Oposisi merupakan elemen penting dalam sistem demokrasi yang berfungsi sebagai penyeimbang kekuasaan dan pengawas kebijakan pemerintah. Meski menghadapi berbagai tantangan, keberadaan oposisi yang kuat dan konstruktif tetap diperlukan untuk menjaga dinamika politik yang sehat dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya